Para tokoh Persatuan Islam (Persis) pada masa-masa awal. Sosok yang duduk kedua dari kiri ialah Ustaz A Hassan. | DOK WIKIPEDIA

Khazanah

Persis Menjelang Satu Abad

Persis bergerak menyuarakan khazanah dan syiar modernisme Islam.

OLEH MUHYIDDIN

Persatuan Islam (Persis) saat ini menyongsong satu abad usianya. Organisasi masyarakat (ormas) Islam itu pun dihadapkan pada berbagai persoalan yang kian kompleks.

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Persis KH Aceng Zakaria, pihaknya perlu melakukan refleksi terhadap gerakan-gerakan dakwah yang dilakukan selama ini. Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Posisinya mengkritik pemahaman yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, serta keengganan untuk menggali ajaran Islam. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ustaz Ahmad Hassan, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Persis bergerak dalam syiar Islam modernis, seperti halnya sejumlah ormas lain—sebut satu contoh, Muhammadiyah. Ranah kiprahnya terutama pada bidang pendidikan dan sosial. Hingga kini, ada lebih dari 200 lembaga pendidikan berbasis kepesantrenan yang dikelolanya. Jam’iyyah ini juga memiliki 16 perwakilan di level wilayah, 62 unit di tingkat daerah, dan 358 unit di taraf cabang.

Kiai Aceng mengingatkan, tampilnya Persis dalam lintasan sejarah Islam di Indonesia telah memberikan corak dan warna baru. Itu khususnya dalam konteks tumbuh kembangnya gerakan-gerakan pembaharuan pemikiran. Karena itu, memasuki usia 98 tahun, Persis akan mempersiapkan kembali sumber daya insani, khususnya dai-dai yang andal. Mereka tidak hanya dibekali ilmu-ilmu agama dan kemampuan bersosialisasi, tetapi juga komitmen keorganisasian yang kuat.

Kiai Aceng mengatakan, sejak berdiri pada 1923, Persis memang tidak seperti ormas-ormas lainnya. Seperti diketahui, banyak organisasi yang selalu merayakan milad atau hari ulang tahun. Itu tidak begitu tampak dari Persis. Sebab, lanjutnya, para ulama jam’iyyah ini berpandangan bahwa pada zaman Nabi SAW pun tidak ada acara-acara semacam peringatan hari lahir.

“Di zaman Nabi SAW saja, pada waktu turun ayat surah al-Maidah ayat 3, yang merupakan pengakuan langsung dari Allah atas keberhasilan perjuangannya, beliau dan umat tidak mengadakan acara apa-apa,” ujar Kiai Aceng kepada Republika, beberapa waktu lalu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (republikaonline)

Berbicara tentang muhasabah atau introspeksi, lanjut dia, Persis tentu melakukannya. Namun, tindakan itu tidak mesti diidentikkan dengan hitungan tahun atau bulan. Bahkan, menurutnya, setiap hari Persis mengevaluasi diri. Bagaimanapun, usia satu abad tentu layak menjadi bahan perenungan.

Nabi SAW pernah memperingatkan, sesungguhnya Allah SWT membangkitkan pada umat ini seseorang yang akan memperbarui agama. Yang dimaksudkannya ialah para mujtahid. Dalam kurun 100 tahun, kalangan ini dimunculkan oleh-Nya untuk memperbarui urusan agama.

Karena itu, Kiai Aceng menyebut, sudah sewajarnya Persis melakukan perenungan diri. Dengan begitu, ormas ini terus berupaya kontekstual menhadirkan harakah tajdid. Perannya tetap sebagai sebuah gerakan pembaruan.

Siapkan muktamar

Saat ini, KH Aceng Zakaria menyampaikan, pihaknya sedang mempersiapkan berbagai kegiatan untuk menyongsong usia Persis 1 abad. Di antaranya adalah Muktamar Persis XVI. Rencananya, momen itu akan digelar pada September 2022 atau setahun mendatang. Tema yang akan diangkat ialah “Transformasi Gerakan Persis untuk Mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamin dalam Bingkai NKRI.”

Tema itu dilatari semangat Persis untuk terus menjadi organisasi yang relevan dan berkemajuan. Apalagi, babak baru di usia yang telah melewati masa 100 tahun nanti. Menurut Kiai Aceng, ada sejumlah hal yang akan dibahas di dalam muktamar tersebut. Pertama, mengevaluasi kinerja dan program kerja dari kepengurusan sebelumnya. Kedua, mengkaji atau merumuskan ulang anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi.

Selain itu, dalam Muktamar tersebut juga akan memilih dan menetapkan Ketua Umum Persis baru. Sosok tersebut nantinya akan memimpin Persis selama lima tahun ke depan. Kiai Aceng berharap, Persis ke depannya bisa terus memperkuat basis di berbagai daerah.

“Muktamar sengaja diundurkan ke 2022. Untuk itu, tentu saja harapan kami ke depannya bahwa Persis bisa terus mengembangkan pimpinan wilayah dan daerah, baik di luar maupun dalam Pulau Jawa,” ucapnya.

Selain itu, Kiai Aceng juga berharap Persis bisa terus mengembangkan dan memperkuat lembaga pendidikan. Dalam hal ini, fokus jam’iyyah tersebut juga tercurah pada perguruan-perguruan tinggi yang sekarang sudah mulai dirintis. Misalnya, kampus-kampus Persis di Tasikmalaya, Garut, Bandung dan Jakarta.

“Insya Allah, kami akan terus mengusahakan agar semakin banyak lagi sekolah-sekolah tinggi di Persis. Demikian juga dengan tahfiz Alquran, itu akan kami kembangkan di daerah-daerah. Begitulah di antara program-program yang akan kami siapkan ke depan,” katanya.

Persis sebagai sebuah ormas modernis turut dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Para tokohnya kemudian ikut mengisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kiai Aceng menukas, tantangan terbesarnya saat ini adalah, Persis harus dapat kembali menjadi lokomotif pemikiran Islam. Jangan mau terlibas oleh zaman. Apalagi, sambungnya, para ulama Persis saat ini banyak yang sudah sepuh-sepuh.

“Maka kami siapkan generasi-generasi muda, kader-kader ulama untuk mengembangkan ke depan. Insya Allah, kami sudah merintis untuk mengembangkan pengajaran para ulama di Persis,” jelas Kiai Aceng.

photo
Persis akan menggelar muktamar pada 2022 mendatang dengan mengangkat tema Transformasi Gerakan Persis untuk Mewujudkan Islam Rahmatan lil Alamin dalam Bingkai NKRI - (DOK PERSIS)

Persis merupakan ormas Islam yang lahir di tengah kondisi suram umat. Banyak elemen kaum Muslimin yang justru tenggelam dalam kejumudan, terperosok dalam kehidupan mistisisme dengan paham-paham yang menyesatkan. Organisasi ini pun berusaha melawan tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, dan musyrik.

Di samping itu, Persis juga hadir pada saat Indonesia masih dijajah Belanda. Negeri Benua Eropa itu berambisi dengan memadamkan cahaya. Situasi inilah yang memunculkan gerakan Persis untuk mempengaruhi umat di masa pandemi.

Sejak awal kelahirannya, Persis tetap istikamah pada pengembangan dakwah dan pendidikan. Landasan dan tujuan dakwah Persis utamanya adalah mengembalikan umat kepada Alquran dan Sunnah. Namun, seiring dengan tantangan zaman, Persis mulai mengadopsi dari berbagai pola dakwah organisasi masa Islam lain dengan merambah pada aktivitas sosial dan pelayanan kemasyarakatan.

Gerakan pemurnian Islam yang didakwahkan Persis sejak tahun 1923 sampai sekarang sempat dipandang oleh sebagian tokoh-tokoh muslim Tanah Air sebagai kepanjangan gerakan Wahabi di Indonesia. Namun, dalam buku “Gerakan Dakwah Persatuan Islam”, Prof Dadang Wildan dan kawan-kawan mengoreksi sementara kalangan. Mereka memandang, Persis sebagai gerakan kepanjangan ajaran Wahabi atau mazhab tertentu. Padahal, anggapan itu sama sekali tidak benar.

Kalaupun ada kesamaan pada hal-hal tertentu dalam satu pandangan, hal itu tidak bisa digeneralisasi secara umum. Namun, yang jelas Persis akan menerima suatu pandangan jika hal itu rasional atau berkesesuaian dengan sumber ajaran Islam, yakni Alquran dan Sunnah.

Wakil Ketum Umum Persis, Ustaz Jeje Zainuddin mengatakan, walaupun tidak mengggelar Harlah atau Milad, Persis akan menggelar diskusi, kajian dan bahkan sudah menerbitkan dua buku menjelang Satu Abad Persis.

“Kita mengisi dengan diskusi, kajian, dan refleksi menjelang satu abad Persis. Kami juga sudah menerbitkan dan merancang dua buku untuk program itu,” kata Ustaz Jeje kepada Republika.

Salah satu buku yang telah diterbitkan adalah buku bertajuk “Menuju Satu Abad Persatuan Islam: Merambah Dawah Menata Wijhah”. Di dalam pengantarnya dijelaskan bahwa buku ini merupakan perenungan atau refleksi Satu Abad Persis.

Subtema buku “Merambah Dakwah dan Menata Wijhah” merupakan potret Persis sebagai organisasi dakwah beserta karakter gerakannya yang terangkum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (wijhah). Buku ini dapat menggambarkan perjalanan dakwah Persis, yakni tentang sejarah, peran tokoh dan pemikirannya, serta sikap politiknya dalam menghadapi perubahan sosial dan politik yang mengitarinya.

 

photo
Gedung yang menjadi markas Persatuan Islam (Persis). Hingga kini, ormas Islam itu telah memiliki ratusan cabang di seluruh Indonesia. - (DOK PERSIS)

Tantangan dan Harapan

Sebagai organisasi yang lahir sebelum Indonesia merdeka, Persatuan Islam (Persis) pernah mencapai puncak kejayaannya. Kala itu, jam’iyyah ini dikenal luas sebagai sebuah gerakan pembaruan Islam. Namun, pada akhirnya Persis dikatakan sibuk “bergumul” di internal.

Hal itu diakui Wakil Ketua Umum Persis Ustaz Jeje Zainuddin. Karena itu, menurutnya, perkembangan dakwah organisasi ini perlu mengisi ruang kosong tersebut menjelang usianya yang satu abad.

Ustaz Jeje mengatakan, dalam dakwahnya Persis ingin memberikan kontribusi untuk menuju perubahan Indonesia yang lebih baik. “Prinsipnya, dakwah Persis ini ingin memberikan kontribusi yang terbaik bagi perubahan, baik pada tataran individual, keluarga, masyarakat, dan kehidupan berbangsa dan negara,” ujar mubaligh tersebut kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, Persis perlu meningkatkan perannya di tengah kehidupan masyarakat. Terutama dalam konteks dakwah dan pendidikan. Hakikat dakwah memang menghadirkan perubahan di tengah khalayak agar mereka dapat menjadi lebih baik.

Untuk menuju perubahan itu, menurut Ustaz Jeje, Pimpinan Pusat (PP) Persis sudah mencoba menghidupkan lagi cabang-cabang organisasi di berbagai daerah. Sementara ini, sambung dia, sudah ada 23 provinsi yang menjadi tempat berdirinya pimpinan wilayah Persis.

Ustaz Jeje mengatakan, Persis sebenarnya sudah melakukan konsolidasi untuk menghidupkan cabang di 29 provinsi pada akhir 2020 lalu. Namun, adanya pandemi Covid-19 cukup menjadi kendala. Alhasil, pemenuhan target tersebut pun tertunda.

“Kami berharap kedepannya bisa semakin bersinergi dengan seluruh elemen kekuatan umat Islam yang ada di Indonesia untuk mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Mencapai masyarakat yang adil, sejahtera, dan makmur di bawah lindungan Allah SWT. Itu sebetulnya konsep besarnya,” kata Ustaz Jeje.

Sementara itu, Ketua Umum Persis, KH Aceng Zakaria berharap, ke depannya Persis bisa lebih berkembang lagi. Cakupan dakwah dan pendidikan organisasi ini, menurutnya, bisa ditingkatkan. Baik pada bidang jamiyah, tarbiyah, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya.

“Karena walau bagaimana pun kita harus berjuang dengan jihad dan jiwa. Kami pun ingin mengembangkan ekonomi islamnya,” ucapnya.

Kiai Aceng menambahkan, semua harapan Persis tersebut tentu tidak akan tercapai jika tidak didukung oleh seluruh jamaah Persis. Namun, ia bersyukur selama ini jamaah Persis selalu siap untuk melakukan pengembangan di berbagai bidang.

“Alhamdulillah selama ini kami dapat melihat, mereka selalu siap untuk mengembangkan di berbagai bidang tadi,” kata Kiai Aceng.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat