Narasi
Telepon dari Indonesia di Laporan 9/11 FBI
Peringatan 20 tahun serangan 11 September dilakukan di Amerika yang terbelah.
OLEH PUTI ALMAS, DWINA AGUSTIN
Biro Investigasi Federal AS (FBI) merilis dokumen rahasia terkait penyelidikannya terhadap serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, Sabtu (11/9). Dalam dokumen setebal 16 halaman yang mencoba mengaitkan keterlibatan Arab Saudi dalam penyerangan, justru muncul juga nama Indonesia.
Dokumen yang dilansir FBI tersebut menyoroti pihak-pihak yang bersinggungan dan memberikan bantuan logistik bagi dua di antara 19 pembajak pesawat. Keduanya, yakni Nawaf Al-Hazmi dan Khalid Al-Midhar yang merupakan warga Arab Saudi. Sejumlah rekaman komunikasi telepon juga diungkap dalam dokumen itu.
Detail yang dilansir dalam dokumen itu berupa interaksi personal dengan orang yang bekerja di Konsulat Arab Saudi di Los Angeles serta kesaksian sejumlah saksi mata. Al-Hazmi dan Al-Midhar diketahui tiba di AS pada awal 2000 atau hampir dua tahun sebelum peristiwa 11 September dengan dalih hendak menempuh pendidikan tinggi. Mereka tinggal di sebuah apartemen di Falls Church, Virginia.
Pihak-pihak yang disorot dalam interaksi dengan Al-Hazmi dan Al-Midhar adalah Omar Al-Bayoumi, Fahad Al-Thumairy, Mohammed Muhanna, dan sejumlah subjek lain yang disembunyikan identitasnya. Dalam dokumen FBI, Al-Bayoumi disebut sebagai orang penting di Konsulat Saudi di Los Angeles, sementara Al-Thumairy merupakan pihak yang diminta seseorang yang tak disebut namanya untuk membantu Al-Hazmi dan Al-Midhar yang disebutkan sebagai "dua orang penting".
Dalam dokumen, Al-Bayoumi juga disebut memberikan bantuan logistik untuk kehidupan sehari-hari Al-Hazmi dan Al-Midhar. Hal itu disangkal Al-Bayoumi dalam interogasi dengan pihak FBI. Ia mengaku tak pernah berbicara dengan Al-Hazmi dan Al-Midhar tentang jihad.
Penyebutan terkait Indonesia muncul di ujung halaman 10 laporan tersebut. "Sumber melaporkan bahwa beberapa saat sebelum Hazmi dan Midhar tiba di Los Angeles, ...(dua kalimat kemudian disensor dengan dalih tak dizinkan lembaga Pemerintah AS lainnya)... menerima telepon dari seseorang tak dikenal di Malaysia atau Indonesia meminta mereka menemukan Thumairy," terjemahan redaksional laporan tersebut.
Catatan selanjutnya menunjukkan bahwa Al-Hazmi dan Al-Midhar tiba di Los Angeles dengan pesawat dari Kuala Lumpur selepas menemui seorang anggota Alqaidah.
Waktu yang disebutkan dalam laporan tersebut berkaitan dengan dilakukannya pertemuan sejumlah anggota Alqaidah di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Desember 1999-Januari 2000. Dalam laporan resmi Komisi 9/11, pada pertemuan itu, Encep Nurjaman alias Hambali, memainkan perannya dalam serangan 9/11.
Hambali bukan nama asing di Indonesia. Aparat keamanan dan intelijen menyebut, Hambali merupakan pentolan Jamaah Islamiyah yang sempat menjadi sekutu Alqaidah di Asia Tenggara. Pria kelahiran Cianjur yang berdiam di Malaysia sejak 1980-an itu dituding membantu Khalid Syekh Muhammad (KSM) yang disebut sebagai otak serangan 9/11 untuk melancarkan urusan sejumlah anggota Alqaidah.
Di antara para veteran tersebut adalah Tawfiq bin Attas dan Al-Hazmi serta Al-Midhar yang disebut dalam laporan FBI terkini. Komisi 9/11 menyimpulkan, Hambali kala itu membantu mencarikan lokasi menginap bagi ketiganya di Malaysia, kemudian membelikan tiket pesawat ke Amerika Serikat. Anak buah Hambali juga disebut mencarikan lokasi pelatihan pesawat bagi para pelaku penyerangan 9/11.
Saat ini, Hambali tengah ditahan di Penjara Guantanamo di Kuba oleh pihak Amerika Serikat setelah tertangkap di Thailand pada 2003. Ia disebut terlibat dalam pengeboman di Bali yang menewaskan ratusan orang pada 2002. Hambali masih menanti pengadilan atas tudingan yang dijatuhkan AS terhadapnya.
Terbitnya dokumen FBI yang terbaru merupakan perintah Presiden Joe Biden menyusul desakan keluarga korban tewas di WTC pada 11 September 2001. Sebagian keluarga korban menolak peringatan tragedi 9/11 jika dokumen tersebut tak dikeluarkan.
Alasan desakan sehubungan dugaan mereka bahwa Pemerintah Saudi ikut berperan dalam aksi teror yang mengubah wajah dunia tersebut. Hal itu seturut fakta bahwa 15 dari 19 pembajak merupakan warga Saudi.
Keluarga dari sekitar 2.500 yang tewas dan lebih dari 20 ribu orang yang menderita luka-luka, bisnis, dan berbagai perusahaan asuransi telah menggugat Arab Saudi. Dalam sebuah pernyataan atas nama organisasi 9/11 Families United, Terry Strada, yang suaminya terbunuh pada 11 September mengatakan, dokumen yang dirilis FBI akan menghilangkan keraguan tentang keterlibatan Saudi dalam serangan itu.
"Sekarang, rahasia Saudi terbongkar dan sudah lewat waktu bagi Kerajaan untuk mengakui peran pejabatnya dalam membunuh ribuan orang di tanah Amerika," kata pernyataan itu.
Kendati demikian, dalam dokumen 16 halaman yang dilansir FBI dengan banyak sensor tersebut, tak ada bukti bahwa Riyadh terlibat dalam penyerangan yang menelan sekitar 3.000 jiwa itu. Pihak Saudi juga telah lama menyangkal keterlibatan mereka.
"Seperti yang telah diungkapkan penyelidikan sebelumnya, termasuk oleh Komisi 9/11 dan dilansirnya yang disebut '28 halaman', tak ada bukti bahwa Pemerintah Saudi atau pejabat-pejabatnya memiliki pengetahuan soal rencana penyerangan, apalagi terlibat dalam penyerangan itu," tulis pernyataan resmi Kedubes Saudi di AS, pekan lalu.
Sementara, upacara di Tugu Peringatan Manhattan dimulai dengan mengheningkan cipta pada Sabtu (11/9) pukul 08.46 waktu setempat. Presiden Joe Biden yang hadir tampak kerap menundukkan kepala.
Mike Low, pembicara pertama hari itu, menggambarkan kesedihan yang tak tertahankan yang disebabkan oleh kematian putrinya, Sara, seorang pramugari di pesawat yang menabrak Menara Utara dari World Trade Center.
"Ingatan saya kembali ke hari yang mengerikan ketika rasanya seperti hantu jahat turun ke dunia kita, tetapi itu juga saat ketika banyak orang bertindak di atas dan di luar kebiasaan," katanya. "Warisan dari Sara yang menyala seperti api abadi."
Para kerabat kemudian mulai membacakan nama-nama 2.977 korban kepada ribuan orang yang berkumpul pada pagi yang sejuk dan cerah itu. Upaca peringatan juga dihadiri mantan presiden Barack Obama dan Hillary Clinton.
Setelah meninggalkan lokasi kejadian, Biden menuju ke Shanksville, Pennsylvania, lokasi jatuhnya salah satu pesawat yang sedianya ditujukan ke Gedung Putih di Washington. Kunjungan terakhir Biden adalah ke Pentagon, markas besar Departemen Pertahanan AS di Arlington, Virginia, untuk memberikan penghormatan kepada 184 orang yang tewas di sana dalam kecelakaan Penerbangan 77.
Peringatan tersebut telah menjadi tradisi tahunan, tetapi hari Sabtu memiliki makna khusus yang dipandang sebagai titik balik dalam sejarah AS. Sebagai pengingat menyakitkan dari perubahan itu, hanya beberapa pekan lalu, AS dan pasukan sekutu menyelesaikan penarikan dari perang yang dimulai Amerika Serikat di Afghanistan sebagai pembalasan atas serangan 11 September yang menjadi perang terpanjang dalam sejarah AS.
Dalam upacara di Pentagon, Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley berbicara tentang 2.461 anggota militer AS yang gugur di Afghanistan dalam dua dekade belakangan, termasuk 13 tentara AS yang tewas dalam pengeboman di Kabul, Kamis (26/8) lalu.
Peringatan di Amerika yang Terbelah
Dari tugu peringatan kota ke daerah terpencil hingga ke jantung kekuatan militer negara, Presiden Joe Biden pada Sabtu (11/9) waktu setempat memberikan penghormatan di tiga tempat duka. Dia mengikuti peringatan untuk menghormati nyawa yang hilang dua dekade lalu pada peristiwa serangan 9/11.
Biden memberikan penghormatan di tiga lokasi di New York, Pennsylvania, dan di luar Washington. Tempat yang menjadi tugu peringatan empat pesawat yang dibajak pada 11 September 2001, menewaskan hampir 3.000 orang, menghancurkan rasa aman, dan meluncurkan negara ke dalam dua dekade perang.
Biden menyeka air mata saat dalam keheningan di lokasi, tempat menara WTC jatuh. Dilatari suara pesawat jet yang menghantui di bawah langit biru jernih yang mengingatkan pada hari yang menentukan itu.
Pada sebuah lapangan berumput di Pennsylvania, Biden menghibur anggota keluarga yang berkumpul di sebuah batu besar di dekat Shanksville. Sedangkan di Pentagon, Biden dan istrinya, Jill, mengheningkan cipta sejenak sebelum karangan bunga bertahtakan bunga putih, ungu, dan merah dipajang di depan bangku peringatan yang menandai para korban serangan di markas militer.
Biden bertanya-tanya, apa yang akan dipikirkan oleh mereka yang meninggal hari itu tentang dendam yang masih ada di Amerika saat ini. "Apakah mereka pikir ini masuk akal bagi kita untuk melakukan hal semacam ini, di mana Anda berkendara di jalan dan seseorang memiliki stiker yang mengumpat ini dan itu?" ujarnya.
Pernyataan itu merujuk ke umpatan eksplisit yang ditujukan pada Biden pekan lalu di New Jersey. Saat itu dia melakukan kunjungan akibat badai dan melihat tanda yang ditampilkan oleh pendukung mantan presiden Donald Trump.
Pada titik nol di New York City, Biden berdiri berdampingan dengan mantan presiden Barack Obama dan Bill Clinton di National September 11 Memorial. Nama-nama orang yang meninggal dibacakan dengan lantang oleh orang yang mereka cintai.
Setiap pria mengenakan pita biru dan memegangi dada mereka saat prosesi mengibarkan bendera di depan ratusan orang. Beberapa membawa foto orang-orang terkasih yang hilang dalam serangan itu.
Sementara itu, mantan presiden George W Bush menyampaikan pidato utama di Shanksville. Dia menyesalkan bahwa banyak politik yang terjadi di AS telah menjadi daya tarik untuk kemarahan, ketakutan, dan kebencian.
"Pada hari penuh cobaan dan kesedihan Amerika, saya melihat jutaan orang secara naluriah meraih tangan tetangga, dan bersatu untuk tujuan satu sama lain. Itulah Amerika yang saya kenal," kata Bush.
Bush menyinggung gejolak domestik, termasuk pemberontakan pada 6 Januari lalu di Capitol Hill, saat pendukung presiden Trump merangsek masuk mencoba untuk menggagalkan penghitungan suara. "Bahaya bagi negara kita bisa datang tidak hanya melintasi perbatasan, tetapi dari kekerasan yang berkumpul di dalamnya," ujarnya.
Presiden dari Partai Republik ini menambahkan, meskipun mereka memiliki perbedaan budaya dengan para penyerang 9/11, mereka adalah anak-anak dari roh jahat yang sama. "Dan ini adalah tugas kita yang berkelanjutan untuk menghadapi mereka," katanya.
Trump melewatkan upacara peringatan 9/11 resmi. Trump mengunjungi stasiun pemadam kebakaran dan kantor polisi di New York. Dia menyinggung penarikan AS dari Afghanistan dan mengulangi kebohongan tentang pemilihan 2020 saat memberi penghormatan di New York.
Biden adalah senator ketika serangan 11 September terjadi. Dia adalah wakil presiden pada 2011 ketika negara itu memperingati 10 tahun serangan. Peringatan kali ini adalah yang pertama sebagai panglima tertinggi.
Sekarang Biden yang memikul tanggung jawab, yang ditanggung oleh para pendahulunya untuk mencegah masalah lain. Dia harus melawan ketakutan akan meningkatnya terorisme setelah AS tergesa-gesa melakukan penarikan dari Afghanistan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.