Arsitektur
Masjid Sunshine, Rona Utsmaniyah di Negeri Kanguru
Masjid Sunshine yang berdiri sejak era 1990-an ini merupakan legasi dari kaum imigran Turki-Siprus.
OLEH HASANUL RIZQA
Walaupun tergolong minoritas, jumlah umat Islam di Australia terus tumbuh dari tahun ke tahun. Menurut data Biro Pusat Statistik Australia, pada 2016 terdapat 604.200 warga yang memeluk Islam di negara-benua tersebut. Angka itu menunjukkan adanya peningkatan sekitar 15 persen dari hasil sensus pada 2011.
Pemerintah Australia pun mengupayakan lanskap tata ruang di kota-kota setempat agar ramah terhadap umat agama-agama, termasuk kaum Muslimin. Sebagai contoh, di Melbourne, ibu kota negara bagian Victoria, terdapat sebuah masjid raya yang menjadi pusat kegiatan keislaman, khususnya bagi masyarakat lokal.
Bangunan yang berdiri sejak tahun 1992 itu disebut sebagai Masjid Sunshine. Namanya secara harfiah berarti ‘masjid cahaya mentari,’ tetapi sunshine itu pun merupakan sebutan untuk distrik setempat.
Hingga kini, tempat ibadah itu merupakan masjid terbesar di seluruh Victoria. Informasi yang tersedia pada laman resmi Masjid Sunshine menyebutkan, pembangunannya bermula dari komunitas imigran Muslim asal Siprus. Mereka merantau ke Australia dari negeri pulau Mediterania itu. Bagaimanapun, silsilahnya mengakar hingga ke Turki. Karena itulah, perkumpulannya disebut sebagai The Cyprus Turkish Islamic Community of Victoria (Masyarakat Muslim Turki-Siprus di Victoria).
Pada mulanya, mereka membangun sebuah mushala sederhana di kawasan Richmond, Clifton Hill. Lambat laun, tempat ibadah itu tidak lagi sanggup menampung jamaah yang jumlahnya kian bertambah. Setelah bermusyawarah, para tokoh Muslim setempat sepakat untuk merelokasi bangunan itu ke Jalan Ballarat, Sunshine, pada 1985.
Tidak mungkin lagi untuk membangun tempat seluas mushala sebelumnya. Komunitas Muslim tersebut pun berupaya untuk menggalang biaya agar bisa memodali berdirinya sebuah masjid besar. Seorang anggota dengan ikhlas memberikan rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam uang dari bank. Maka terkumpul dana sebesar 191 ribu dolar AS saat itu.
Uang tersebut menjadi modal awal bagi komunitas Muslim Turki-Siprus ini. Mereka lalu membeli sebuah lahan di tepi Jalan Ballarat No 618. Sesudah itu, di atasnya dibangunlah sebuah masjid baru. Pembangunannya mengalami pasang-surut. Sempat terjadi mangkrak, tetapi umat Islam Victoria pantang menyerah. Mereka lantas berhasil menghimpun dana hingga 2,5 juta dolar AS.
Proyek pendirian masjid ini pun diteruskan. Beberapa tahun kemudian, fasilitas yang diidam-idamkan itu tuntas berdiri. Peresmiannya disaksikan tokoh-tokoh Islam serta pemerintah daerah lokal.
Tampilan Masjid Sunshine menyuguhkan corak arsitektur Islam khas Turki Utsmaniyah. Pemilihan tema itu memang wajar karena para pendirinya merupakan orang-orang Australia yang keturunan Turki. Menurut Serkan Hussein dalam Yesterday and Today: Turkish Cypriots of Australia (2007), bentuk Masjid Sunshine menyerupai Masjid Sultan Ahmad alias Masjid Biru, salah satu bangunan ikonis yang ada di Istanbul.
Apabila Masjid Biru memiliki 13 kubah, Masjid Sunshine dilengkapi 17 kubah. Semuanya tersusun dengan padu, mengikuti gaya arsitektur klasik Mimar Sinan. Masjid Biru dihiasi enam menara yang menjulang tinggi. Sementara, Masjid Sunshine “hanya” mempunyai sebuah menara. Bentuknya seperti pensil raksasa, ramping dan runcing pada bagian ujungnya.
Kini, Masjid Sunshine merupakan representasi pencapaian dan persembahan dari generasi Muslim sebelumnya kepada umat Islam. Khususnya bagi komunitas Turki-Siprus, kompleks ini tidak hanya sekadar tempat ibadah. Masjid tersebut juga menjadi semacam bangunan cagar budaya mereka yang harus terus dirawat dan dijaga.
Adapun bagi masyarakat luas Australia, termasuk warga yang non-Muslim, keberadaan fasilitas keislaman ini boleh jadi penyegar mata. Ini adalah hadiah arsitektur Utsmaniyah yang dapat dikagumi saat mereka melewati jalan utama dari dan menuju Kota Melbourne.
Berpadu harmonis
Kemiripan Masjid Sunshine dengan Masjid Biru tidak hanya pada sisi eksterior, tetapi juga interiornya. Anda akan merasakan suasana yang menenteramkan hati saat memasukinya. Di dalam bangunan utama masjid daerah suburban Melbourne itu, “hanya” ada beberapa tiang. Sedikitnya jumlah tiang itu karena bentuk atapnya yang setengah bola.
Mungkin bagian langit-langit Masjid Sunshine tidak semegah Masjid Biru. Namun, kesamaan antara keduanya tampak pada hadirnya gambar-gambar kaligrafi dan hiasan geometris. Khususnya pada sisi dalam kubah utama, ornamen-ornamen yang ada menyajikan keserasian antara lukisan dan latar.
Pada pusatnya, terdapat kaligrafi ayat Alquran. Sementara itu, 99 Asmaul Husna tergurat pada bagian pinggiran langit-langit yang melingkar itu.
Sedikit perbedaannya dengan Masjid Biru, pada masjid yang dibangun komunitas Muslim Australia itu tidak terpasang banyak lampu gantung. Hanya ada sebuah lampu kristal yang tergantung di tengah langit-langit. Bagaimanapun, penerangan bukanlah masalah besar di sini. Sebab, ada banyak jendela sebagai tempat masuknya sinar matahari dari luar.
Warna yang mendominasi bangunan utama masjid di Australia ini ialah putih, sedangkan interior Masjid Biru diselimuti warna krem-kecokelatan. Pada bagian lengkung langit-langitnya juga terdapat selang-seling warna merah-bata dan putih.
Tampilan itu mengingatkan pengunjung pada gaya masjid-masjid klasik di Andalusia (Spanyol). Alhasil, pencampuran macam-macam corak arsitektur itu menandakan perpaduan yang harmonis pada Masjid Sunshine.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.