Kabar Utama
Menlu RI Temui Taliban
ISIS mengakui serangan bom di bandara Kabul yang merenggut 105 jiwa.
DOHA -- Meski belum secara resmi mengakui pemerintahan Taliban atas Afghanistan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia Retno LP Marsudi mulai menemui perwakilan kelompok tersebut.
Dalam pertemuan itu, Indonesia menuntut sejumlah janji terkait pemerintahan mendatang dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Menlu diketahui bertolak ke Doha, Qatar, pada Kamis (26/8).
Dalam kunjungan tersebut, Menlu Retno bertemu dengan perwakilan kantor Taliban. "Di sela-sela kunjungan saya ke Qatar, saya juga bertemu dengan Perwakilan Kantor Politik Taliban di Doha (26/08)," kata Menlu Retno melalui akun Twitter resminya, kemarin.
Menurut Menlu, dalam kesempatan itu ia menyampaikan kepada Taliban sejumlah hal. Pertama, Indonesia meminta Taliban menjalankan pemerintah inklusif di Afghanistan yang merangkul golongan lain.
Kemudian, Menlu juga meminta Taliban menghormati hak-hak perempuan. Hal ini jadi kekhawatiran banyak pihak mengingat rekam jejak Taliban saat berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001. Dalam masa itu, perempuan dibatasi pergerakannya dan tak boleh mengenyam pendidikan serta tak boleh bekerja.
On the sideline of my visit to Qatar, I also met with Representatives of the Taliban Political Office in Doha (26/08) — Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (@Menlu_RI) August 26, 2021
"Saya menekankan kepada Taliban untuk memastikan Afghanistan tidak menjadi tempat berkembang biaknya organisasi dan kegiatan teroris," ujar Menlu Retno menerangkan pesan selanjutnya. Hal ini disampaikan seturut perlindungan yang sempat diberikan Taliban kepada Alqaidah pada masa lalu.
Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah mengonfirmasi soal pertemuan Retno dengan pihak Taliban tersebut. Meski begitu, ia tak menerangkan kaitan pertemuan itu dengan rencana pengakuan Indonesia atas pemerintahan Taliban.
Pengumuman Menlu soal pertemuan itu signifikan karena sejauh ini belum ada pejabat setingkat menteri dari negara mana pun yang bertemu perwakilan Taliban sejak jatuhnya Kabul pada 15 Agustus lalu. Sejauh ini, hanya Amerika Serikat yang secara diam-diam mengirim Kepala CIA William J Burns menemui pimpinan Taliban Abdul Ghani Baradar di Kabul pada Senin (23/8).
Sebelum Taliban kembali berkuasa belakangan, kelompok-kelompok nonpemerintahan di Indonesia sudah meretas dialog dengan kelompok itu. Indonesia dipercaya menjadi juru damai karena dinilai tak memiliki kepentingan di Afghanistan.
Mantan wakil presiden Jusuf Kalla dan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi menilai Taliban saat ini sudah berbeda dan cenderung lebih moderat.
Sementara itu, Kemenlu menekankan bahwa Indonesia juga mengecam keras serangan bom di dekat bandara Kabul, Afghanistan, Kamis (26/8). Insiden tersebut menyebabkan puluhan orang menjadi korban. "Indonesia mengecam keras serangan teroris dekat bandara Kabul yang menewaskan puluhan orang dan melukai banyak orang," tulis Kementerian Luar Negeri.
Pengeboman itu terjadi di dua gerbang Bandara Internasional Ahmad Karzai, Kabul, sekitar pukul 17.50 waktu setempat. Ada dua pelaku bom bunuh diri dan satu penembak yang beraksi dalam serangan tersebut.
Sebanyak 95 warga sipil meninggal dan 13 personel pasukan Amerika Serikat gugur dalam serangan itu. Serangan dilakukan menyasar ribuan warga yang berupaya meninggalkan Afghanistan sejak Taliban menguasai Kabul.
Kelompok esktremis Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) cabang Khurasan mengeklaim bertanggung jawab atas serangan tersebut. Taliban mengecam pengeboman itu dan mengaku telah mendapat informasi dari pihak AS sehingga mampu mencegah sejumlah serangan lainnya. Sementara, Presiden AS Joe Biden berjanji akan memburu para pelaku.
Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menyatakan dalam wawancara dengan NBC News bahwa mereka tak akan mengizinkan kelompok teroris mana pun beroperasi di Afghanistan. “Sekarang kami telah memberikan janji bahwa tanah Afghanistan tidak akan digunakan untuk melawan siapa pun," kata Mujahid kepada NBC News.
Terkait yang disampaikan Menlu RI, Mujahid mengatakan, Taliban akan memberikan semua hak yang dijanjikan Islam kepada kaum perempuan. Menurutnya, mereka bisa menjadi dokter, guru, akademisi, dan bisa bekerja untuk memberi manfaat bagi masyarakat.
"Mereka adalah saudara perempuan. Kita harus menunjukkan rasa hormat kepada mereka," ujarnya.
Ia juga menyatakan, kepergian secara massal warga Afghanistan selepas kemenangan Taliban adalah pilihan masing-masing. Kendati begitu, ia masih mengimbau agar warga memilih tinggal.
"Apa pun yang mereka lakukan pada masa lalu, kami telah memberi mereka amnesti. Mereka sebaiknya tetap tinggal. Kami membutuhkan profesional muda dan terdidik untuk bangsa kami," kata dia.
Mereka sebaiknya tetap tinggal. Kami membutuhkan profesional muda dan terdidik untuk bangsa kami.
Mujahid menekankan bahwa Taliban menginginkan hubungan diplomatik yang sah dan normal dengan AS.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Teuku Rezasyah memandang positif pertemuan Menlu RI dengan perwakilan Taliban di Doha, Qatar. “Setidaknya, Taliban melihat Indonesia bukanlah negara yang memusuhi mereka, negara yang masih berharap terwujudnya rujuk nasional (di Afghanistan),” ujarnya kepada Republika, Jumat (27/8).
Adapun pengakuan terhadap pemerintahan Taliban, Teuku menilai saat ini Indonesia sedang dalam proses meyakinkan diri sendiri. Di antara halangannya sejauh ini adalah Taliban belum mempunyai cetak biru pembangunan, konstitusi belum terbentuk, keamanan di wilayah perbatasan belum jelas, dan lainnya.
Teuku menilai, persoalan-persoalan tersebut mesti disikapi terlebih dulu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.