
Opini
Pengasuhan Alternatif Berbasis Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat pengasuhan ideal bagi anak.
IBNU TSANI, Sekretaris Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Dalam situasi pandemi dan nonpandemi, hak anak melekat pada diri setiap anak. Karena melekat, pemerintah, orang tua, dan masyarakat memiliki kewajiban kolektif agar hak itu terpenuhi. Dan pandemi Covid-19 saat ini melahirkan persoalan ekonomi hingga sosial.
Salah satunya, anak kehilangan satu dan atau kedua orang tua akibat Covid -19. Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 yang dimuat laman Kementerian Sosial, per 20 Juli 2021, sebanyak 11.045 anak berstatus yatim, piatu, dan yatim piatu.
Bukan tak mungkin angka itu terus naik karena kita belum bisa memastikan kapan Indonesia bebas dari Covid -19. Dari data itu, sudah saatnya membicarakan pula pemenuhan hak anak, termasuk mendapatkan layanan pengasuhan alternatif berbasis keluarga.
Peraturan perundangan-undangan tentang perlindungan dan pengasuhan anak menyatakan, pengasuhan anak adalah tanggung jawab orang tua.
Peraturan perundangan-undangan tentang perlindungan dan pengasuhan anak menyatakan, pengasuhan anak adalah tanggung jawab orang tua.
Pada situasi tertentu, tanggung jawab orang tua mengasuh anak dan hak setiap anak diasuh orang tua bisa beralih dan dialihkan ke anggota lingkungan keluarga besar anak, yang masih memiliki pertalian dan atau ke keluarga yang tak memiliki pertalian darah.
Dengan catatan, seluruh tahapan pengalihan pengasuhan terhadap anak, prapenempatan, penempatan, dan pascapenempatan sesuai prosedur yang berlaku. Hal itu agar anak terlindungi dan orang tua atau keluarga yang mengasuh mendapatkan perlindungan hukum.
Uraian di atas merupakan fondasi dalam memahami pengasuhan alternatif berbasis keluarga. Dikatakan pengasuhan alternatif berbasis keluarga karena pengasuhan utama anak dilakukan orang tua.
Jika orang tua tak mampu atau anak kehilangan kedua atau salah satu orang tua dan karena kehilangan atau ketidakmampuan anak berpotensi tidak mendapatkan pengasuhan layak, terbuka peluang alternatif. Anak diasuh di lingkungan keluarga pengganti.
Peluang dan tantangan
Gerakan pengasuhan alternatif berbasis keluarga pada era pandemi Covid-19 bukan hal mustahil. Dari sisi regulasi, Indonesia memiliki paket komplet kebijakan, mulai soal pengasuhan oleh keluarga sedarah, orang tua asuh, perwalian, dan pengangkatan anak.
Dari sisi filantropi, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki budaya berlomba dalam kebaikan yang diakui dunia.
Dari sisi filantropi, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki budaya berlomba dalam kebaikan yang diakui dunia.
Dari sisi agama, konsep pengasuhan dalam Islam lebih dekat dengan pengasuhan berbasis keluarga. Islam menyatakan, pengasuhan anak tanggung jawab orang tua. Islam pun memberikan rujukan praktik pengasuhan alternatif berbasis keluarga.
Pengasuhan oleh keluarga sedarah pernah dialami Nabi Muhammad. Saat ibunya meninggal, Muhammad diasuh kakeknya, Abdul Mutalib. Nabi pun pernah diasuh pamannya, Abu Talib.
Pengasuhan oleh bukan keluarga sedarah pun pernah dialami Nabi, di antaranya, diasuh dan disusui Halimah Sa’diyah. Bahkan, Muhammad menyandang status orang tua angkat dan memiliki anak angkat bernama Zaid bin Haritsah.
Praktik pengangkatan anak oleh Nabi dengan prinsip tidak mengubah nasab. Prinsip ini diakomodasi pemerintah dalam peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak. Selain itu, agama calon orang tua angkat harus sama dengan agama calon anak angkat.
Meski demikian, ada sejumlah tantangan, di antaranya dominannya panti asuhan dan penyempitan makna orang tua asuh.
Selama ini ketika berbicara pengasuhan alternatif, pilihan utama publik, terutama orang tua, donatur, dan pengelola layanan pengasuhan adalah pengasuhan berbasis institusi (panti asuhan).
Pengasuhan oleh keluarga sedarah pernah dialami Nabi Muhammad. Saat ibunya meninggal, Muhammad diasuh kakeknya, Abdul Mutalib. Nabi pun pernah diasuh pamannya, Abu Talib.
Ini tak salah karena peraturan perundang-undangan memberikan peluang untuk itu. Namun, pengasuhan di panti asuhan merupakan alternatif terakhir setelah ikhtiar merujuk anak pada pengasuhan alternatif berbasis keluarga tak mungkin dilakukan.
Selain itu, terjadi penyempitan makna orang tua asuh dan layanan orang tua asuh. Orang tua asuh oleh publik, termasuk lembaga zakat, infak, dan sedekah dimaknai sebatas gerakan menghimpun donasi dari donatur untuk anak penerima donasi.
Padahal lebih dari itu, dalam layanan orang tua asuh, anak tinggal dan diasuh keluarga pengganti. Mereka memastikan anak terpenuhi kebutuhan dasarnya, dan dilarang memutus silaturahim anak dengan orang tua kandung atau keluarga besarnya.
Lantas, jika pengasuhan alternatif berbasis keluarga dikampanyekan masif plus dijadikan arus utama, akankah panti asuhan termarginalkan dan otomatis ditutup? Jawabannya, tidak.
Sebagai contoh, dalam akses layanan orang tua asuh, panti asuhan bisa naik status melalui perluasan layanan, dengan memfasilitasi calon orang tua asuh dan calon anak asuh.
Peraturan Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, memberikan ruang dan peluang panti asuhan menjadi penyelenggara layanan orang tua asuh.
Tantangan bisa diminimalisasi melalui diseminasi akses informasi dan edukasi. Meski harus diakui, mengubah cara pandang tak bisa instan, ikhtiar mesti tetap digerakkan demi kepentingan anak. Lingkungan keluarga merupakan tempat pengasuhan ideal bagi anak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.