Nasional
Survei: Tren Korupsi Naik
Responden menilai sektor sumber daya alam lebih tinggi penyebaran korupsinya.
JAKARTA – Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan sebanyak 60 persen responden menilai tren korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir. Direktur Ekekutif LSI Djayadi Hanan bahkan menyebut persepsi korupsi meningkat juga terjadi dalam sebulan terakhir.
Dari 53 persen pada Juni menjadi 60 persen pada Juli 2021. "Mayoritas publik (60 persen) menilai tingkat korupsi di Indonesia saat ini meningkat dalam dua tahun terakhir. Dalam sebulan terakhir, persepsi korupsi cenderung meningkat," ujar Djayadi Hanan dalam rilis hasil survei secara daring, Ahad (8/8).
Survei dilakukan melalui sambungan telepon dengan ukuran sampel basis sebanyak 1.200 responden dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Survei menggunakan metode simple random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of error) kurang lebih 2,88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Djayadi menerangkan, publik dengan usia lebih muda, etnis Madura dan Betawi, pekerjaan kerah putih, pendidikan dan pendapatan menengah cenderung lebih memersepsikan peningkatan korupsi. Publik di wilayah perkotaan, terutama di Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, memiliki persepsi peningkatan korupsi yang lebih tinggi.
Selain itu, beberapa bidang di sektor sumber daya alam (SDA) dinilai lebih tinggi penyebaran korupsinya. Masyarakat menilai penyebaran korupsi sangat luas di bidang penangkapan ikan oleh kapal asing serta pertambangan yang dikelola perusahaan asing dan BUMN/BUMD.
Berdasarkan temuan survei ini, terlihat bahwa korupsi dan masalah lingkungan masih menjadi keprihatinan publik. Meski, masalah ekonomi masih mengundang perhatian yang lebih besar saat ini, korupsi di berbagai bidang SDA seperti pertambangan, perkebunan, dan perikanan, juga dipersepsikan luas penyebarannya. Pada ketiga sektor tersebut, publik memiliki pendapat yang cukup kritis meski bervariasi pula antarwilayah.
Kepatuhan perusahaan pengelola SDA masih mendapat catatan negatif dari publik karena banyak yang menilai kepatuhan perusahaan tersebut rendah. "Publik juga melihat bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki hubungan dengan elite politik di pusat maupun daerah. Namun, publik masih menilai bahwa manfaat ekonomi dari adanya usaha SDA itu merupakan keuntungan," kata Djayadi.
Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengaku tidak kaget atas hasil survei yang menunjukkan anggapan masyarakat terhadap tren kenaikan korupsi di Tanah Air. Ia mengatakan, sebelumnya Transparency International Indonesia (TII) juga menyampaikan indeks persepsi korupsi pada 2020 berada di angka 37.
"Jadi masyarakat berpikiran, menganggap bahwa korupsi meningkat dua tahun terakhir. Sebenarnya itu tidak perlu kita kaget," ujar Laode dalam acara rilis hasil survei LSI secara daring, Ahad.
Menurut Laode, indeks persepsi korupsi pada 2020 menurun dibandingkan 2019 dengan angka 40. Persepsi terhadap tren korupsi seharusnya bukan dilihat dari banyaknya penangkapan pelaku korupsi, tetapi memang berdasarkan pengalaman pribadi masyarakat.
Dia mengeklaim, penangkapan para koruptor di zaman kepemimpinannya terbilang cukup banyak. Hal ini dapat memberikan persepsi masyarakat bahwa hukum bekerja untuk menindak pelaku korupsi di Indonesia.
Sebelumnya, TII juga merilis data indeks persepsi korupsi atau corruption perception index (CPI) Indonesia pada 2020. Hasil riset mendapat bahwa skor indeks persepsi korupsi di Indonesia menurunan tiga poin dibanding 2019 lalu.
"Indeks persepsi korupsi berada di angka 40 dengan peringkat 85 di 2019 tapi kini Indonesia berada di peringkat 102 dengan angka indeks persepsi 37," kata Manajer Departemen Riset TII Wawan Suyatmiko beberapa waktu lalu.
Merespons hal ini, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut menurunnya indeks persepsi korupsi Indonesia bukan merupakan tanggung jawab KPK atau penegak hukum lain saja. Menurutnya, korupsi merupakan beban seluruh bangsa Indonesia.
"Tetapi itu semua bagi KPK adalah cermin untuk menilai bahwa kerja-kerja kami tentang pemberantasan korupsi itu sudah mencapai hasil-hasilnya atau tidak," kata Ghufron.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.