Hikmah
Tawadhu
Kita hendaknya bersikap rendah hati, salah satu akhlak mulia seorang Muslim, yaitu tawadhu.
Oleh SIGIT INDRIJONO
OLEH SIGIT INDRIJONO
Allah SWT berfirman, “Kami-lah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat agar mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain.” (QS az-Zukhruf [43] : 32).
Menurut Tafsir Ibnu Katsir untuk ayat di atas, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, Allah SWT membedakan karunia-Nya kepada hamba-Nya berupa harta, rezeki, akal, dan pengetahuan serta pemberian lainnya.
Kedua, agar sebagian yang lain dapat memanfaatkan yang lain untuk melakukan pekerjaan. Dengan menyadari dua hal tersebut, tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain dan menganggap memiliki kelebihan dari orang lain, sehingga kita hendaknya bersikap rendah hati, merupakan perwujudan dari salah satu akhlak mulia seorang Muslim, yaitu tawadhu.
“Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, ‘salam’.” (QS al-Furqan [25] : 63). “Dan, berendah hatilah engkau terhadap orang yang beriman.” (QS al-Hijr [15] : 88).
Dua ayat di atas menerangkan tentang keutamaan dari salah satu akhlak mulia, yaitu tawadhu, yang berupa sikap rendah hati. Orang yang tawadhu tidak akan menganggap diri lebih dari orang lain. Untuk hal yang bersifat duniawi, seperti ilmu, kedudukan, harta, atau wujud fisik dan juga untuk hal yang bersifat ruhiyah, seperti ketakwaan atau kesalehan.
Dengan bersikap tawadhu, maka akan diperoleh dua keutamaan. Pertama, diangkat derajatnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, ”Dan tidaklah seorang yang bersikap tawadhu karena Allah, kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim).
Kedua, dihindarkan dari sikap membanggakan dan berbuat zalim terhadap orang lain. Baliau SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu hingga seseorang tidak membanggakan diri terhadap yang lain dan seseorang tidak berbuat zalim terhadap yang lain." (HR Muslim).
Rasulullah SAW sebagai teladan bagi kita bersikap tawadhu dalam kehidupan sehari-hari. Seperti disampaikan oleh Aisyah RA ketika ditanya mengenai apa yang dilakukan oleh beliau di rumah, “Beliau itu melakukan pekerjaan keluarganya, membantu istrinya dan jika telah masuk waktu shalat beliau segera keluar rumah untuk menuju tempat shalat.” (HR Bukhari).
Rasulullah SAW juga melarang kepada umatnya agar tidak berlebihan menghormati beliau, “Janganlah kalian menyanjungku sebagaimana orang Nasrani menyanjung Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba Tuhan. Maka, sebut saja aku sebagai hamba-Nya dan utusan-Nya." (HR Bukhari).
Ibnu Athailah as-Sakandari dalam Kitab Al Hikam mengatakan, barang siapa yang mengakui dirinya tawadhu atau terlintas di benaknya bahwa dia telah bersikap tawadhu, maka sebenarnya telah bersikap takabur. Dan, barang siapa yang melihat bahwa dirinya memiliki nilai dan derajat, maka dia belum bersikap tawadhu.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.