Narasi
Sipil-Polisi-Militer di Tengah Pagebluk (Bagian 1)
Program vaksinasi massal hingga penyaluran bansos saat PPKM digencarkan TNI dan Polri.
OLEH RONGGO ASTUNGKORO
Hampir semua upaya pengendalian Covid-19 di berbagai tingkat kini ‘dipegang’ TNI dan Polri. Dari atas, pengendalian penularan melalui intervensi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di bawah kendali Luhut Binsar Pandjaitan.
Selama lebih dari dua pekan terakhir, purnawirawan jenderal TNI AD itu menjadi komandan PPKM Darurat Jawa-Bali. Dominasi militer dalam upaya pengendalian Covid-19 di Tanah Air menjadi kian ‘absah’ ketika Presiden Joko Widodo menugaskan TNI sebagai penyalur paket obat Covid-19 untuk pasien isolasi mandiri (isoman).
Ujung tombak dari kebijakan ini adalah Bintara Pembina Desa (Babinsa). Personel tentara ini ditugaskan untuk memberikan obat langsung ke pasien isoman.
Meski prosedur administratif seorang pasien mendapatkan obat harus melalui puskesmas dan resep dokter, penyaluran obatnya tetap dilakukan tentara, dalam hal ini Babinsa. Bukan saja petugas penyalur obat, penyimpanan paket obat ini pun diletakkan di markas komando distrik militer (kodim). Artinya, militer berperan sangat besar dalam hal ini.
Tak hanya itu, program vaksinasi massal hingga penyaluran bantuan sosial (bansos) bagi warga terdampak akibat PPKM Darurat pun digencarkan TNI dan Polri. Kedua pucuk pemimpin tertinggi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun terjun langsung ke lapangan. Keduanya berkeliling ke berbagai daerah bersama-sama.
Pesan sekaligus instruksi yang khas dari keduanya kepada jajarannya itu pun sering terlihat di berbagai media massa. “Percepat vaksinasi”, atau “percepat penyaluran bansos”. Target Presiden Jokowi untuk satu juta dosis sehari pun tercapai dalam beberapa waktu lalu. Tentu memang tak hanya TNI dan Polri yang melakukannya. Tapi sulit untuk tidak diakui, bahwa keterlibatan dua institusi itu menggenjot capaian secara signifikan.
View this post on Instagram
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai, meningkatnya peran TNI dalam pengendalian Covid-19 tak menjadi masalah dalam situasi darurat seperti saat ini. Militer, menurut Fahmi, memang didesain salah satunya untuk penanganan keadaan darurat.
“Dari sisi itu tak ada masalah. TNI dan Polri memiliki instrumen yang bisa menjangkau warga hingga di lingkungan terkecil yaitu RT/RW,” kata dia kepada Republika, Selasa (20/7).
Namun, kata Fahmi, yang menjadi masalah ialah pada pelaksanaannya di lapangan. Dia melihat, di sejumlah daerah vaksinasi massal yang digelar ternyata cenderung seremonial dan menimbulkan kerumunan. Di sisi lain, pelaksanaan vaksinasi itu pun ternyata masih melibatkan perangkat pelayanan kesehatan di daerah.
Menurut Fahmi, dengan demikian tujuan pelibatan aparat agar perangkat pelayanan kesehatan bisa lebih fokus menangani yang sakit dan yang meninggal, akhirnya tidak tercapai. Hal itu menjadi tidak efektif, tidak efisien. Atas dasar itu, ia berharap pelibatan itu dibenahi agar kehadiran TNI dalam penanganan pandemi menjadi lebih bermakna.
Sehingga, TNI yang terlibat dalam vaksinasi massal maupun pendistribusian obat-obatan dari pemerintah tidak terkesan hanya meramaikan ‘panggung’. “Seperti yang kita lihat pada kegiatan evakuasi, perawatan darurat, dan distribusi logistik maupun penegakan disiplin prokes. Bukan sekadar untuk menghadirkan kepatuhan instan, sekadar ikut ‘manggung’,” kata Fahmi.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.