Ketua PP Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman. | Wihdan Hidayat/ Republika

Wawasan

Pegiat Kebenaran Harus Memproduksi Informasi yang Benar

Kita harus memberikan informasi dan literasi yang benar mengenai Covid-19.

 

 

Di tengah kondisi kritis akibat wabah Covid-19, masih ada saja narasi yang meragukan wabah ini muncul di tengah masyarakat. Narasi tersebut dibumbui oleh berita hoaks yang dikutip dari sumber tidak jelas. Padahal, kabar duka muncul setiap hari. 

Badai hoaks tersebut mesti dilawan oleh semua stakeholder umat. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai strategi membangkitkan literasi seputar wabah Covid-19, Wartawati Republika Imas Damayanti mewawancarai Ketua PP Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman yang juga merupakan ahli kesehatan melalui sambungan telepon, Rabu (7/7). Berikut kutipannya.

Bagaimana cara melawan narasi kaum anti Covid-19?

Yang pertama, narasi bahwa Covid-19 itu konspirasi, vaksin berbahaya, dan lainnya itu adalah harus dilawan secara bersama-sama oleh sejumlah elemen. Maka pegiat kebenaran harus memproduksi informasi yang benar.

Selain media mainstream seperti Republika, misalnya, media baru seperti media sosial juga harus diisi dengan informasi-informasi yang meng-counter itu. Narasi tentang konspirasi Covid-19 dan bahaya vaksin, ternyata itu kan video yang dipakai itu asal camat-comot dari sana sini. Maka, kita yang mempercayai Covid-19 ini harus memberikan informasi dan literasi yang benar.

Kedua, bagi kita umat Islam, maka peran tokoh agama itu sangat penting untuk disimak. Tapi ingat, kita harus ingat pedomannya bahwa Allah SWT dalam Alquran itu kan nyebutin, wa laa taqfu maa laysa laka bihi ilmin (Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya).

 
Bagi kita umat Islam, maka peran tokoh agama itu sangat penting untuk disimak.
 
 

Tokoh agama itu juga punya spesialisasinya sendiri-sendiri, ada bidang-bidang ilmu yang mereka kuasai. Maka kalau kita nggak punya ilmu tentang itu, lebih baik kita tidak menyebarkan informasi yang nggak kita pahami. Misalnya, saya ini kan dokter, lalu saya berbicara tentang ilmu membuat sepeda, jelas perkataan saya itu tidak boleh diikuti, karena saya bukan ahlinya.

Seberapa strategis peran tokoh agama dalam melawan narasi anti-Covid-19?

Tokoh-tokoh agama ini sangat strategis perannya. Ingat ketika dahulu program KB (Keluarga Berencana) baru dimulai, itu susah sekali masyarakat mempercayainya. Tapi pada akhirnya tokoh agama turun tangan, ikut serta menyosialisasikan, dan pada akhirnya diterima.

Tapi tentu saja perihal Covid-19, jangan sampai tokoh agama menyampaikan sesuatu bukan dari hal yang tidak diketahuinya. Wong dokter saja, itu ada spesialisasi dan kualifikasi keilmuannya. Misalnya spesialis virus, itu ada lagi cabang-cabangnya, jadi ya tidak asal dokter.

Bagaimana peran masyarakat dalam menghadapi arus informasi dari beragam arah yang terkadang menyesatkan?

Bagi masyarakat maka harus hati-hati dalam memilah informasi yang harus dipercaya. Seperti orang yang belajar hadis, itu di dalam hadis kan kita tahu bahwa ketika ada perkataan yang membawa-bawa atau menisbatkannya ke Nabi Muhammad, maka harus kita kroscek perkataan itu dibawa oleh siapa, orangnya itu bertemu Nabi di mana dalam momen apa, dan apakah orang yang membawa informasi itu kredibel atau tidak.

Kalau dia (pembawa informasi yang menisbatkan pernyataannya ke Nabi) itu tidak dhabit, maka perkataannya juga tidak bisa diterima. Oleh karena itu, di masa pandemi yang semakin darurat ini kondisinya, kita harus hati-hati dalam memilah informasi.

Seberapa jauh peran ormas Islam dalam melawan narasi anticovid ini?

Sejak awal, kita (Muhammadiyah) sudah menyadari bahwa pandemi ini masalah besar, maka butuh seluruh elemen untuk kerja sama. Tidak bisa hanya pemerintah yang mengerjakan. Maka perlu keterlibatan lembaga ormas, sebab ormas punya peran penting menghadapi pandemi ini. Ormas Islam, ormas lintas-agama, maupun ormas lainnya.

Di negara lain juga banyak ormas yang berbeda pendapat tentang sesuatu, tapi soal kesehatan, ormas-ormas itu pada sepakat. Soal kebencanaan pun mereka sepakat bersama. Maka, ormas-ormas di Indonesia harus terlibat luar biasa. Jangan semua problem itu dilarikan ke ranah politik, saya yakin jika semua sudah terlibat, ormas dilibatkan dengan baik, maka pandemi ini dapat kita lalui nantinya.

Dan pesan saya, kalau sudah nyata begini, mosok masih ada saja yang bilang Covid-19 itu tidak ada. Apalagi saat ini di mana-mana orang selalu memohon dua hal: Mohon dukungan kesembuhan, dan mohon doa atas kabar duka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat