Perencanaan
Milenial Jago Atur Duit, Caranya?
Investasi bisa menjadi satu cara untuk mengatur keuangan dan menyisihkan pendapatan.
Felicia Putri Tjiaksa sudah paham cara mengelola uang sejak usia 16 tahun atau tepatnya di kelas 10 SMA. Ketika itu guru mata pelajaran Ekonomi telah membuatnya masuk ke dalam dunia investasi sejak dini.
Saat itu ia diajak untuk ikut Olimpiade Pasar Modal Nasional. Lantaran ketika itu kata 'olimpiade' terdengar keren, akhirnya ia mau ikut. “Aku kan dari Pontianak, jadi pas lomba itu aku lolos dari antarprovinsi lalu ke Jakarta, ke Bursa Efek Indonesia. Itu kan keren banget. Jadi dari situ mulai suka dan jatuh cinta. Sejak SMA itu aku seperti sudah tahu mau berkariernya di sini,” ungkap Felicia dalam Podcast bersama Raditya Dika pada Juni lalu.
Selanjutnya, saat sudah punya KTP, tepat di usia 17 tahun, ia membuka rekening saham lalu membeli saham. “Saham pertama aku itu ingat banget. Soalnya pas lomba itu paling sering disebut gitu sih, itu aku beli Astra,” papar dia lagi.
Waktu itu harganya masih Rp 7.000 per saham, tepatnya pada 2013. Namun dari pengalamannya, ia tidak menyarankan untuk menjadikan saham sebagai pilihan investasi untuk pemula. Untuk yang ingin mengawali dengan modal kecil, bisa sembari belajar cukup autodidak.
“Tapi kalau mau lebih besar lagi modalnya, pengetahuannya juga harus lebih besar juga. Harus berbanding lurus, karena banyak banget juga hanya dengar-dengar saja dan tanpa tahu keputusan untuk beli atau tidak,” ujar Felicia lagi.
Saat ini Felicia tercatat sebagai seorang pendiri ternakuang.id yang merupakan perusahaan rintisan yang bertujuan untuk meningkatkan literasi finansial seluruh masyarakat dan punya misi mencetak 10 juta investor di Indonesia.
Untuk para pemula, Felicia menyarankan agar memahami dunia investasi sejak dini, jangan sampai bilang ‘ogah’ atau sampai takut ditipu. Felicia mulai mencoba masuk ke dunia reksadana pada 2015, dan mulai membelinya secara daring. Namun ia sudah tahu dulu proses dan lain-lainnya karena ia juga sudah bekerja di sekuritas.
“Aku selalu bilang, kalau nggak percaya, masukin saja dulu Rp 100 ribu dan kita lihat. Tidak usah gede-gede, nggak usah di top-up juga nggak apa-apa, lihat saja dulu. Karena aku kadang malas kalau menjelaskan panjang lebar terus masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Mending coba saja langsung,” ungkap dia lagi.
Bagi dia, investasi bukan hanya soal angka dan data, tapi juga cerita dan konteks. Dunia investasi ini pun sebenarnya ditemui setiap hari dalam kegiatan sehari-hari.
Investasi pun sebenarnya bisa menjadi salah satu cara milenial juga untuk mengatur keuangan dan menyisihkan pendapatan. Banyak milenial sekarang lebih mengandalkan gaji mereka saja, dan tunjangan-tunjangan dari kantor. Jadi uang mereka hanya berputar di situ-situ saja.
Dulu saat pertama mulai reksadana di 2015, setiap bulannya ia benar-benar investasi sekitar 60-70 persen dari gajinya. Padahal gaji dia saat itu tidak terlalu besar, selama 1,5 tahun gajinya itu ia alokasikan setiap bulannya ke reksadana, lalu ada juga yang di saham. Dan selama itu juga ia cari tahu dan belajar soal dunia investasi.
“Saya pelajari secara mendalam. Setelah 1,5 tahun, uang aku, aset aku di reksadana sudah banyak, aku juga sudah lumayan mengerti. Kalau ini naik turun, aku juga sudah mengerti kenapa, baru aku pindah ke peer to peer lending,” ucap Felicia.
Sebagai milenial, dia merasa harus pintar mengatur uang untuk menyiapkan dana pensiun atau membeli properti. Tapi jika masih memiliki orang tua, ada baiknya dipersiapkan dulu dana pensiun untuk orang tua dulu.
Agar lebih terarah pengeluaran keuangan, milenial juga harus punya target untuk masa depan, apalagi dalam berinvestasi. Maka, sangat disarankan untuk mempunyai tujuan dulu, sebelum kita memulai menyimpan uang kita untuk investasi. “Misalnya, aku mau kumpulin Rp 50 juta pertama dalam dua tahun. Jadi semoga lebih terarah,” ungkap dia.
Novia Maharani (29 tahun) mengaku gaya hidup milenial sekarang menjadi penyebab utama susahnya menabung dan mengatur keuangan. Tuntutan teknologi yang semuanya serba digital, dan sering kali melihat ‘rumput tetangga lebih subur’, membuat milenial mudah saja menghamburkan uang.
Ia menceritakan salah seorang teman sekantornya yang belum menikah, memiliki semua dompet digital yang selalu ia top-up setiap bulannya. “Bukannya top-up investasi malah top-up dompet digital atau bayar paylater. Jadi ya bagaimana uang mereka tidak habis? Boro-boro menabung,” ungkap dia saat dihubungi Republika, Juni lalu.
Novia pun melihat kebiasaan milenial yang bekerja di Jakarta sepertinya wajib memiliki dompet digital untuk beli kopi atau jajan-jajan 'lucu'. Temannya itu mengunduh sekitar lima aplikasi dompet digital ditambah lagi tiga 'paylater' yang aktif digunakan, dan mengisi kartu elektronik untuk biaya tol.
“Yang seperti itu dan baru saya lihat saja sudah ada dua orang, mereka teman dekat saya. Belum lagi pekerja lainnya, saya yakin pasti ada juga yang seperti mereka. Karena memang hal-hal itu sulit dihindarkan ya sekarang,” ucap perempuan yang juga warga Bogor itu.
Novia juga tidak bisa memungkiri bahwa faktor lingkungan juga bisa mempengaruhi keuangan tidak stabil, jadi memang harus benar-benar kuat menahan diri seperti dirinya. Ia mengaku jarang ikut jajan lantaran sudah memiliki dua anak sehingga ia lebih mengutamakan kebutuhan anak-anaknya.
Belum lagi tawaran aplikasi streaming seperti streaming musik atau film, di tengah pandemi ini pasti sangat dibutuhkan oleh milenial yang haus hiburan. Karena itu mereka tidak segan-segan untuk mengeluarkan uang demi langganan streaming. Bahkan, temannya ada yang berlangganan tiga aplikasi streaming film dan dua aplikasi streaming musik.
“Saya juga kadang bingung, gaya hidup mereka sangat tinggi, walaupun memang sih mungkin mereka kadang masih minta dengan orang tuanya. Tapi pada prinsipnya, seharusnya mengatur keuangan itu dipikirkan sejak sebelum menikah,” katanya.
Enggan terjebak dalam gaya hidup boros, Novia memiliki beberapa cara dalam mengalokasikan dananya. Pertama, ia mengikuti program tabungan deposito yang menerapkan sistem autodebet sehingga penghasilan yang diperoleh langsung masuk ke tabungan tersebut.
Kedua, bikin skala prioritas dirunut dari yang paling perlu sampai yang paling tidak perlu. Ketiga, jika mau ‘ikut-ikutan’ punya dompet digital atau berlangganan aplikasi streaming, pilih dengan bijak. "Jangan lantas semuanya diikuti," ujarnya tegas.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.