Nasional
Cina dan AS Bersuara Soal Xinjiang
Senat AS meloloskan RUU yang melarang impor produk dari Xinjiang.
JAKARTA – Cina menganggap komunike yang dihasilkan dari pertemuan negara-negara Kelompok Tujuh (G-7) adalah fitnah. G-7 menghasilkan komunike yang menentang Cina dalam isu-isu seperti Xinjiang, Hong Kong, Taiwan, serta isu maritim.
"Komunike KTT G-7 memfitnah Cina dan mencampuri urusan dalam negeri Cina," ujar Wakil Kepala Bagian Politik Kedutaan Besar (Kedubes) Cina di Jakarta, Zang Liang, dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (15/7).
Menurut dia, kecaman terhadap Cina soal beberapa isu termasuk Xinjiang, menunjukkan niat buruk Amerika Serikat (AS) dan sejumlah kecil negara lain untuk sengaja membuat konfrontasi dan kerenggangan hingga memperluas perbedaan dan kontradiksi.
"Mereka merekayasa rumor bohong terkait Xinjiang, dengan tujuan merusak keamanan dan stabilitas Cina dan menghambat kemajuan Cina. Apa yang telah mereka lakukan adalah campur tangan terang-terangan terhadap urusan dalam negeri Cina dan pelanggaran serius terhadap kedaulatan dan kepentingan keamanan Cina," katanya.
Kemudian Liang kembali menegaskan bahwa isu Xinjiang bukan masalah hak asasi manusia (HAM), etnis, maupun agama. Pemerintah Cina menegaskan, yang terjadi di Xinjiang adalah soal melawan separatisme, terorisme, dan intervensi luar.
Liang mengeklaim, umat Islam di Cina dapat melaksanakan kegiatan agama sesuai kemauan. Mereka, kata dia, bisa membaca Alquran, shalat, dakwah, puasa, dan peringatan hari besar, baik di masjid maupun di rumah.
Dalam komunike yang dirilis pada Juni lalu, G-7 menyinggung tentang situasi HAM di Cina. Kelompok beranggotakan AS, Inggris, Kanada, Jerman, Italia, Prancis, dan Jepang itu menyerukan Negeri Tirai Bambu menghormati HAM dan kebebasan, terutama di Xinjiang yang penduduknya mayoritas adalah Muslim Uighur.
Larangan impor
Dalam perkembangan terbaru, Senat AS meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang melarang impor produk-produk dari Xinjiang, Cina. Ini langkah terbaru Washington terkait perlakuan Cina kepada masyarakat Uighur di Xinjiang dan minoritas Muslim lainnya.
RUU yang disahkan Senat dengan suara bulat ini menyerahkan beban pembuktian di tangan importir. Aturan saat ini melarang barang-barang impor masuk bila ada bukti kuat bahwa barang-barang tersebut hasil dari kerja paksa.
RUU bipartisan harus harus lolos di House of Representative sebelum dapat dikirim ke Gedung Putih untuk ditandatangani Presiden Joe Biden untuk menjadi undang-undang. Belum diketahui kapan hal tersebut mungkin akan dilakukan.
RUU ini bahkan lebih luas jangkauannya dari langkah sebelumnya. Sebelumnya AS telah mengambil langkah dalam upaya mengamankan rantai pasokan AS untuk impor produk yang dilarang seperti tomat, kapas, dan sejumlah produk tenaga surya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.