Fatwa
Bolehkah Membenci Yahudi?
Sebenarnya bagaimana hukum membenci Yahudi?
OLEH ANDRIAN SAPUTRA
Dalam beberapa ayat Alquran terdapat sejumlah ayat yang menjelaskan tentang keburukan perilaku orang Yahudi dan kebenciannya terhadap orang-orang yang beriman. Semisal pada surah al-Maidah ayat 71-72 dan 82, al-Baqarah 120, dan Ali Imran ayat 100.
Banyak orang yang menggunakan ayat-ayat tersebut sebagai landasan pembenaran untuk membenci dan memusuhi Yahudi. Sebenarnya bagaimana hukum membenci Yahudi? Bolehkah orang Islam membenci kaum Yahudi?
Pakar tafsir Alquran yang juga pengasuh Pondok Pesantren Bayt Alquran-Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta, Ustaz Syahrullah Iskandar, menjelaskan dalam Alquran terdapat surah al-Isra atau disebut juga surah bani Israil. Dinamakan demikian karena sembilan ayat pada awal surat itu berisi keterangan anugerah Allah SWT kepada bani Israil.
Surah al-Isra juga menjelaskan tentang pembinasaan dan penghancuran bani Israil karena perilaku dosa dan kerusakan yang dilakukannya. Ustaz Syahrullah menjelaskan, Allah menyandingkan pemuliaan Nabi Muhammad dengan peristiwa Isra pada ayat pertama dan pada ayat kedua berupa pemuliaan kepada Nabi Musa dengan kitab Taurat yang dibawanya sebagai tuntutan bagi bani Israil dari kebodohan dan kekufuran menuju cahaya ilmu dan iman.
Alquran menjelaskan tentang terminologi bani Israil. Menurut Ustaz Syahrullah, Bani Israil dinisbahkan kepada keturunan Nabi Yakub yang dinamai Israil. Sebagaimana dalam surah Maryam ayat 58 jelas menyebut Nabi Yakub sebagai Israil.
Bani Israil dinisbahkan kepada keturunan Nabi Yakub yang dinamai Israil.
Ustaz Syahrullah menerangkan, keturunan Nabi Yakub adalah Nabi Yusuf, Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, Nabi Ayyub, Nabi Zakariya, Nabi Yahya, dan Nabi Isa.
Dengan begitu, dia menjelaskan, bani Israil mencakup para nabi yang disebutkan tersebut yang wajib diimani umat Islam. Bani Israil juga sering disebut Israiliyun kerena pengikut atau keturunan Nabi Yakub.
Dua belas anak Nabi Ya’qub AS inilah nantinya yang berkembang menjadi 12 suku bani Israil. Israil berasal dari kata berbahasa Ibrani, isra berarti ‘hamba’ dan il atau iyl adalah ‘Allah’, dalam bahasa Arab sepadan dengan makna Abdullah yang berarti hamba Allah. Menurut Ustaz Syahrullah, bani Israil juga disebut inraniyyun yang berarti cucu Nabi Ibrahim karena dinisbahkan kepada Nabi Ibrahim.
Muhammad Sayyid Thanthawi dalam bukunya, Banu Isra’il fi al-Qur’an menyebut alasan lain bahwa sejarah bani Israil adalah berpindah-pindah dari satu wilayah ke wilayah lain untuk mencari penghidupan. Awalnya mereka bermukim di Padang Sahara, kemudian berpindah.
Ibariniyyun dari kata abara yang berarti melintasi satu wilayah ke wilayah lain. Begitu gambaran awal dari bani Israil. Persoalannya, apakah Negara Israel sekarang ini adalah yang disebutkan oleh Alquran atau bukan?
Persoalannya, apakah Negara Israel sekarang ini adalah yang disebutkan oleh Alquran atau bukan?
"Tentu kita harus objektif melihat persoalan ini bahwa Israel yang berkonflik dengan Palestina sekarang adalah sebuah negara bentukan beberapa puluh tahun belakangan, sedangkan bani Israil yang dibicarakan dalam Alquran itu sudah hadir jauh sebelum kenabian Muhammad SAW," ujar Ustaz Syahrullah kepada Republika, beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, bani Israil juga dinamai Yahudi yang makna bahasanya adalah tobat atau berarti kembali. Ini didasarkan pada surah al-A’raf ayat 156. Pendapat yang masyhur menyatakan bahwa kata Yahudi terambil dari nama salah seorang putra Nabi Yakub ibn Ishaq yang bernama Yahudza. Hal yang berkaitan dengan Yahudi dalam Alquran terulang sebanyak 22 kali dalam 21 ayat dan sembilan surah Alquran.
Perinciannya adalah kata hadu sebanyak 10 kali, kata hudan sebanyak 3 kali, dan kata yahud terulang sebanyak 9 kali. Ketiga istilah tersebut memiliki konteks penyebutan berbeda dalam Alquran. Kata yahud lebih berkonotasi negatif yang dikecam oleh sekian banyak ayat Alquran disebabkan oleh kedurhakaan dan sikap melampaui batas.
Kata yahud lebih berkonotasi negatif yang dikecam oleh sekian banyak ayat Alquran disebabkan oleh kedurhakaan dan sikap melampaui batas.
Secara global, Alquran menggambarkan bani Israil dalam tiga konteks, yaitu memperoleh karunia, pembangkangan, dan balasan. Bani Israil memperoleh kelebihan di antaranya terselamatkan dari kekejaman Fir’aun, diutusnya banyak rasul dari golongan mereka, diturunkannya kitab Taurat melalui Nabi Musa AS, kelebihan kaumnya pada masanya, dan selainnya.
Namun, Alquran juga menggambarkan sifat buruk dari kaum Yahudi, seperti melanggar perjanjian, membunuh nabi mereka, dan selainnya.
Pada masa Rasulullah SAW, di Madinah terdapat beberapa suku yang menganut Yahudi, seperti bani Qainuqa’, bani al-Nadhr, dan bani Quraizhah. Muhammad Izzah Darwazah dalam bukunya, al-Yahudu fi al-Qur’an al-Karim, menyatakan bahwa mereka digolongkan sebagai keturunan bani Israil, bukan keturunan Arab asli. Mereka mendiami wilayah khusus dan agak terpisah dari komunitas lain dan kesehariannya menuturkan bahasa Ibrani di antara mereka dan juga piawai berbahasa Arab.
Alquran menggambarkan bani Israil dalam tiga konteks, yaitu memperoleh karunia, pembangkangan, dan balasan.
Surah al-Maidah ayat 82 menyebutkan, “Pasti akan kamu dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.”
Menurut Ustaz Syahrullah, ayat itu dipahami oleh oleh sebagian mufasir secara general, mencakup semua Yahudi. Pendapat itu dibantah oleh sebagian mufasir bahwa tidak semua Yahudi bersikap demikian kepada kaum Muslimin.
"Di masa pewahyuan, terdapat kalangan Yahudi yang tidak memusuhi kaum beriman kendati mereka taat menjalankan agamanya. Demikian halnya dengan kata nashara pada ayat itu ditafsirkan sebagai Raja Najasyi, seorang penguasa beragama Nasrani yang memberi jaminan keamanan dan menyambut baik kaum Muslimin yang berhijrah ke wilayahnya. Tentu terlalu gegabah jika menggeneralisasi cakupan ayat ini sehingga bersikap eksklusif dan tidak mengakui eksistensi Yahudi dan Nasrani," kata dia.
"Bukankah tercatat dalam Piagam Madinah betapa penganut agama lain juga hidup berdampingan dengan kaum Muslimin. Kita ingat bagaimana Rasulullah SAW memperlakukan secara adil Zaid ibn al-Samin, seorang Yahudi, ketika berperkara dengan Thu’mah ibn Ubairiq, seorang Muslim. Peristiwa ini juga terkait dengan sebab turunnya surah an-Nisa ayat 105," tambah dia.
Dalam konflik Israel-Palestina, menurut dia, semua orang harus berpihak pada kemanusiaan. Kezaliman tidak boleh ditoleransi dalam kehidupan. Dia menjelaskan, semestinya bukan agama yang dijadikan sorotan dalam konteks tersebut, melainkan kemanusiaan yang harus diutamakan.
"Ibarat tindak terorisme yang kebetulan (misalnya) pelakunya seorang Muslim, itu bukan berarti agama Islam adalah agama yang bernuansa terorisme. Terorisme bisa disematkan kepada siapa pun tanpa harus dilabeli kepada agama tertentu jika tindakannya memang bernuansa teror. Kekerasan atas nama agama adalah musuh bersama umat manusia. Demikian halnya dengan kezaliman dan kebiadaban tidak boleh dibela," tutur dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.