Ketua KPK Firli Bahuri (tengah) bersama Sekjen KPK Cahya Hardianto (kiri) dan Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan konferensi pers usai melantik pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Pelantikan Pegawai KPK Tetap Digelar

Ketua KPK Firli Bahuri bersikeras melantik pegawai KPK meski ada keberatan wakil ketua.

JAKARTA – Alih status sebanyak 1.271 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) secara resmi dilakukan melalui pelantikan pada Selasa (1/6). Permohonan penundaan yang dilayangkan ratusan pegawai sebelumnya diabaikan.

Sebagian besar pegawai mengikuti pelantikan kemarin secara daring. Dalam pidatonya pada pelantikan tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan sejumlah retorika mengenai pemberantasan korupsi.

"Dengan menjadi manusia yang adil dan beradab, insya Allah sila ketiga Persatuan Indonesia akan menjadi kekuatan segenap bangsa Indonesia dalam ‘Perang Badar’ melawan korupsi," kata Firli.

Firli juga meminta para pegawainya memperkuat integritas seusai dilantik menjadi ASN. Ia meminta independensi pegawai tidak tergerus hanya karena perubahan status. "Kita segenap insan KPK wajib menjiwai Pancasila dalam menjalankan setiap kewajiban." 

Pelantikan kemarin sempat mendapat penolakan lebih dari 600 pegawai KPK dari berbagai direktorat. Mereka meminta penundaan pelantikan hingga ada penyelesaian atas polemik pemberhentian 51 pegawai KPK dan pembinaan 24 lainnya yang diputuskan tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status.

Mereka menilai pemberhentian itu melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi dan perintah Presiden Joko Widodo. Di antara yang diketahui tak lolos adalah penyidik senior Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono, dan Kasatgas KPK Harun Al Rasyid.

Novel selama ini diketahui kerap memimpin penindakan kasus-kasus kakap. Peran itu membuatnya mendapatkan serangan air asam pada 2017 hingga mengalami cacat di mata kirinya. Sementara itu, Yudi Purnomo ikut memimpin penolakan internal terhadap revisi UU KPK dan kerap mengkritisi pimpinan KPK terkini.

Harun Al Rasyid merupakan salah satu ujung tombak operasi tangkap tangan (OTT) di KPK, prestasi yang melambungkan nama Firli Bahuri saat menjabat sebagai deputi penindakan. Sedangkan, Giri Suprapdiono telah bekerja selama 16 tahun di KPK dan ironisnya kerap mengajar tentang wawasan kebangsaan di berbagai sekolah, kampus, hingga lembaga negara.

photo
Pegawai KPK bersiap untuk dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (1/6/2021). - (Republika/Putra M. Akbar)

Hingga menjelang pelantikan, sejumlah pihak juga masih menyatakan keberatan terhadap TWK yang dinilai hanya dalih untuk menyingkirkan pegawai-pegawai tertentu di KPK. "Dalam hal KPK, misalnya, kami Muhammadiyah secara tegas menyampaikan bahwa problem tes wawasan kebangsaan ini dimulai dari materi dan prosesnya yang bias, reduksi, dan juga tidak berstandar," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir sehari sebelum pelantikan.

Salah satu pegawai KPK yang lolos asesmen TWK mengeklaim, sejumlah pegawai terpaksa ikut menjalani pelantikan kemarin. "Pegawai terpaksa mengikuti pelantikan karena sudah diterbitkan surat perintah," kata Wahyu Prestianto, salah seorang penyidik yang lolos TWK.

Giri Suprapdiono yang masuk dalam daftar 75 pegawai yang tak lolos mengaku belum mendapatkan surat pemberhentian secara resmi dari KPK hingga pelantikan digelar kemarin. Yudi Purnomo juga mengungkapkan hal yang sama.

Yudi mengatakan, pegawai hanya diinformasikan kalau mereka tidak lolos TWK. "Bahwa sampai dengan hari ini kami sama sekali belum pernah mendapatkan hasil tes wawasan kebangsaan seperti apa, hanya diberitahukan tidak memenuhi syarat," kata Yudi.

Yudi mengatakan, dengan dasar tersebut maka para pegawai yang tidak memenuhi syarat (TMS) harus menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan. Hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK) Tahun 2021 tentang Hasil Asesmen TWK.

Yudi melanjutkan, para pegawai TMS hingga saat ini tidak bisa lagi menangani tugas pokok dan tanggung jawab mereka. Begitu juga dengan para kepala satuan tugas (kasatgas) dan penyidik yang tidak bisa melanjutkan pekerjaan atas perkara yang tengah mereka tangani. "Tentu bagi kami ini sangat mengganggu upaya-upaya pemberantasan korupsi karena kerja-kerja kami terganggu," ujarnya.

Mengenai belum adanya pemberitahuan resmi, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan, para pegawai yang TMS masih bisa bekerja di KPK sampai 31 Oktober 2021. "Mereka kan masih diberi kesempatan bekerja sampai 31 Oktober 2021. Diberhentikan per 1 November 2021. Itu pun kalau mereka mau. Kalau tidak mau, ya, tidak apa-apa juga," ujar Bima saat dihubungi Republika, Selasa (1/6).

Menurut Bima, batas waktu pemberhentian pegawai KPK yang tidak dialihkan menjadi aparatur sipil negara (ASN) diatur berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang merupakan revisi UU terdahulu. "Jadi, per 1 November, seluruh pegawai KPK sudah harus berstatus ASN. Yang bukan ASN, tidak bisa bekerja lagi di KPK," kata Bima.

Ngotot pelantikan

Sedangkan penyelidik senior KPK Harun Al Rasyid mengungkap bahwa Ketua KPK Firli Bahuri bersikeras melantik 1.271 pegawai lembaga antirasuah menjadi ASN. Padahal, ada permohonan penundaan dari sejumlah pimpinan KPK lainnya.

"Teman-teman yang memenuhi syarat (sekitar 600 orang) juga sudah mengajukan untuk menunda pelantikan tersebut. Dua pimpinan berdasarkan cerita ke kami juga sudah ngotot untuk tidak melantik terburu-buru sampai persoalan dan polemik TWK ini selesai, tapi Firli Bahuri tetap bergeming," ujar Harun kepada wartawan, Selasa (1/6).

Harun memandang tindakan Firli itu menandakan telah hilangnya kolektif kolegial pada pimpinan KPK. Harun merupakan satu dari 75 pegawai yang tak lulus TWK. "Jadi sebenarnya sudah tidak ada kolektif kolegial di tubuh pimpinan KPK," kata Harun.

Senada dengan Harun, penyidik senior KPK Novel Baswedan juga mengungkap kegigihan Firli Bahuri melantik para pegawai KPK. Atas dasar itu, Novel menduga Firli Bahuri memiliki kepentingan lain dengan dilantiknya para pegawai.

"Setahu saya yang memaksakan diri untuk dilakukan pelantikan pada hari ini adalah Pak Firli Bahuri. Hal ini menambah keyakinan bahwa ada suatu kepentingan Firli Bahuri untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK yang bekerja baik," kata Novel, 

Novel menduga tindakan Firli melantik 1.271 pegawai lulus TWK ini untuk membuat 75 pegawai tak lulus TWK putus asa. "Tapi saya yakin tidak terjadi demikian, karena komitmen kawan-kawan (75 orang) ini benar-benar untuk menjaga harapan agar tetap bisa berbuat dalam upaya memberantas korupsi, walaupun dihadang dengan sedemikian rupa," kata Novel.

Dikonfirmasi ihwal kengototannya tersebut, Firli menegaskan pimpinan KPK telah bertemu dengan 700 pegawai KPK yang meminta penundaan pelantikan pada Senin (31/5). Dalam pertemuan tersebut disepakati para pegawai yang lolos TWK dan memenuhi syarat alih status kepegawaian dilantik secara resmi menjadi ASN pada Selasa (1/6). 

"Ada 700 orang yang memenuhi syarat, yang minta penundaan kami bertemu perwakilan, Alhamdulillah kami sampaikan proses pelantikan ini dilakukan karena proses sangat panjang dan kita hargai 1.271. Karena dia punya istri yang perlu kita hargai HAM-nya dan kepastian hukumnya dan status kepegawaian mereka dan 1.271 pegawai yang lolos itu semua hadir dalam pelantikan," tutur Firli. 

Perihal 75 pegawai yang tidak lolos TWK, Firli mengaku pimpinan KPK telah banyak berjuang. Namun, ia tidak menerangkan secara jelas perjuangan yang telah dilakukannya. "Pimpinan KPK banyak berjuangnya. Hari ini kita selesaikan 1 271. Bagaimana 75? Tentu jadi PR kita bersama, " ujar Firli. 

Ia pun membantah bila TWK disebut sebagai alat untuk menyingkirkan para pegawai KPK yang tidak disukai oleh para pimpinan. "Saya heran kalau ada kalimat begitu karena instrumen tes ini semua sama, ada 1.271 yang memenuhi syarat dan ada 75 yang tidak memenuhi syarat. Semua dilakukan sesuai prosedur," kata Firli. 

Sementara, sebelum pelantikan kemarin, Koalisi Guru Besar Antikorupsi sempat mendesak Presiden Joko Widodo campur tangan menghentikannya. "Karena terdapat sejumlah persoalan hukum yang belum terselesaikan (Pasal 3 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil)," kata salah satu perwakilan Koalisi Guru Besar Antikorupsi sekaligus guru besar Fakultas Hukum Unpad Atip Latipulhayat dalam keterangan tertulis, Selasa (1/6) pagi.

Ia menjelaskan ada tiga permasalahan yang akan timbul pasca pemberhentian 51 pegawai KPK. Pertama, mayoritas pegawai yang diberhentikan berprofesi sebagai penyelidik dan penyidik yang sedang menangani sejumlah perkara. Mulai dari suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, suap benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan, korupsi KTP-Elektronik, suap di Direktorat Pajak dan lain sebagainya. 

"Tentu konsekuensi logis dari hasil penyelenggaraan TWK, para penyelidik dan penyidik tersebut tidak bisa menangani perkara itu. Selain itu, terdapat pula singgungan praktik menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dari pimpinan KPK," kata dia.

Kedua, citra kelembagaan KPK akan semakin menurun di mata masyarakat. Ketiga, permasalahan di internal KPK akan memicu kembali menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia. "Maka dari itu, Presiden Jokowi harus bertindak," kata dia. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat