Kabar Utama
Ratusan Pasien di Gaza Perlu Dievakuasi
Selama 11 hari pertempuran, belasan pusat kesehatan di Gaza termasuk pusat laboratorium Covid-19 rusak atau hancur.
JENEWA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar ratusan pasien yang membutuhkan perawatan medis di Jalur Gaza dievakuasi. Kondisi mereka terancam karena tak bisa mendapatkan perawatan maksimal, sementara akses perbatasan dari dan ke luar Gaza masih ditutup.
Juru bicara WHO Fadela Chaib mengungkapkan, sekitar 600 pasien, termasuk pasien dengan kondisi kronis, perlu dirujuk ke luar Gaza sejak pecahnya pertempuran terbaru Israel-Hamas selama 11 hari, yakni pada 10-21 Mei lalu. Namun, mereka terjebak karena perbatasan Gaza masih ditutup.
"Sangat penting bagi kami untuk membantu warga Palestina mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan, terutama membantu mereka mendapatkan perawatan di luar Jalur Gaza," kata Chaib dikutip laman Middle East Monitor, Sabtu (29/5).
Menurut laporan Reuters, selama 11 hari pertempuran, belasan pusat kesehatan di Gaza, termasuk pusat laboratorium Covid-19, rusak atau hancur. WHO memperingatkan hal itu dapat membuat sistem kesehatan di sana kewalahan dalam menangani dan merawat pasien.
“Kapasitas sistem kesehatan untuk merespons benar-benar hancur,” kata Kepala Misi Doctors Without Borders di Gaza Helen Ottens-Patterson kepada awak media awal pekan ini.
Pada 21 Mei lalu, Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata setelah terlibat pertempuran selama 11 hari yang dimulai sejak 10 Mei. Mesir memainkan peran penting dalam proses mediasi. Selama pertempuran berlangsung, setidaknya 279 warga Palestina, termasuk di dalamnya 69 anak-anak dan 40 wanita, gugur akibat serangan Israel. Lebih dari 1.900 warga Gaza lainnya mengalami luka-luka. Sementara serangan Hamas menewaskan setidaknya 12 warga Israel.
PBB sebelumnya meluncurkan seruan darurat untuk mengumpulkan dana bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza dan perbaikan infrastruktur utama yang rusak akibat serangan Israel. Penggalangan dana yang diumumkan pada Kamis (27/5) mengumpulkan donasi sebesar 95 juta dolar AS.
Serangan Israel telah menyebabkan 800 ribu warga Palestina kehilangan akses untuk mendapatkan air bersih. Lebih dari 1.000 unit rumah hancur, bersama dengan 58 sekolah dan 285 bangunan lainnya.
Lynn Hastings, koordinator kemanusiaan PBB di Gaza mengatakan, uang itu akan digunakan untuk membeli makanan dan obat-obatan dan melakukan perbaikan secepat mungkin. Dana ini juga akan difungsikan untuk membantu merawat korban yang terluka dan memberikan dukungan psikososial di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Ia memastikan dana tersebut tidak akan dialihkan ke Hamas.
Sejumlah negara telah menyatakan bakal memberikan bantuan untuk Palestina. Terbaru, Cina akan memberikan bantuan kemanusiaan ke dalam bentuk uang tunai senilai satu juta dolar AS (sekitar Rp 14,3 miliar) dan 200 ribu dosis vaksin Covid-19.
Bantuan tersebut akan disalurkan melalui Badan Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA). "Kami akan terus memberikan bantuan kepada rakyat Palestina. Cina dengan tegas mendukung tuntutan yang adil bagi rakyat Palestina dan semua upaya yang kondusif bagi terwujudnya solusi dua negara," kata Chen Xu selaku utusan tetap China di kantor PBB, Ahad (30/5).
Untuk mencegah terulangnya kembali konflik Palestina-Israel, dia mengajak masyarakat internasional mendukung upaya menggulirkan kembali pembicaraan perdamaian antara Palestina dan Israel. Pembicaraan tersebut, lanjut dia, juga untuk menyelesaikan masalah di Palestina secara komprehensif, adil, dan berkesinambungan. "Cina siap untuk terus bekerja mencapai tujuan ini," ujarnya.
Cina juga menyambut baik gencatan senjata kedua belah pihak dan berharap para pihak terkait menghentikan tindak kekerasan. "Kami mendesak Israel untuk mencabut blokade di Gaza guna memastikan hak dan kepentingan warga Palestina," kata Chen.
Meski gencatan senjata telah disepakati, Israel masih saja membunuh warga Palestina. Seorang warga Palestina di Beiya, Nablus, Tepi Barat, bernama Zakaria Hamayel, tertembak hingga meninggal dunia oleh pasukan Israel. Penembakan terjadi saat Hamayel mengikuti aksi protes bersama warga Palestina atas perluasan permukiman Israel, akhir pekan lalu.
Ratusan orang saat itu berkumpul di Jabal Sbeih, sebuah Bukit di pinggiran Beita yang dialokasikan Pemerintah Israel sebagai pembangunan permukiman baru penduduk. Dilansir Arab News, tentara Israel menembakkan peluru tajam, peluru logam berlapis karet dan gas air mata ke arah kerumunan peserta aksi protes dan setidaknya telah melukai 23 orang. Hingga saat ini, pihak berwenang Israel mengatakan masih menyelidiki adanya kematian akibat tindakan keamanan.
Hamayel dilaporkan terkena peluru tajam di bagian dada yang menyebabkan pria berusia 28 tahun ini meninggal dunia. Sebelumnya, pasukan keamanan Israel juga dilaporkan membuat warga Palestina kehilangan nyawa saat terjadi serangan di kamp pengungsi Al Amari, daerah dekat Ramallah.
Pasukan Israel juga telah melakukan penangkapan tanpa henti di seluruh wilayah Tepi Barat atas adanya aksi protes warga, menyusul ketegangan yang terjadi dan adanya pertempuran 11 hari, dengan serangan udara di Jalur Gaza. Gencatan senjata yang ditengahi Mesir menghentikan serangan sejak pekan lalu.
Meski demikian, tindakan keras otoritas Israel terhadap warga Palestina tampaknya tak kunjung terhenti. Di Tepi Barat, sejak 10 Mei telah ada lebih dari 25 warga yang kehilangan nyawa, wilayah itu menjadi target pembangunan permukiman Israel yang secara hukum internasional adalah ilegal.
Seorang anggota parlemen Irlandia, Gino Kenny mengatakan, Israel seharusnya tidak lagi bisa lolos dari pembunuhan dan harus dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah dilakukannya selama 75 tahun terhadap Palestina. “Israel harus bertanggung jawab atas kejahatan yang mereka lakukan, dan tidak hanya dalam dua pekan terakhir," kata Kenny dilansir Anadolu Agency, Sabtu (29/5).
Dia memuji sikap Irlandia tentang masalah Palestina yang baru-baru ini mengeluarkan resolusi yang menjadikannya negara Uni Eropa pertama yang mendefinisikan tindakan Israel di wilayah Palestina yang diduduki sebagai 'aneksasi de facto'. “Sekarang, kita semua tahu bahwa ini telah berlangsung selama beberapa dekade, aneksasi dan pendudukan."
Menurutnya, masalah Palestina selalu menjadi perhatian sebagian besar rakyatnya. Dan, rakyat Irlandia turut mengukuti apa yang dialami masyarakat Palestina setiap hari dan setiap pekan atas kebrutalan Israel. “Palestina memiliki hak untuk melawan pendudukan. Ini bukanlah hal baru,” ucapnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.