Tuntunan
Andai Kita Jadi Orang Palestina
Menjadi warga kelas dua seperti yang dialami orang-orang Palestina amat sulit.
OLEH ACHMAD SYALABY ICHSAN
“… Tanah itu adalah hak umat Islam! Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka ….”
Menjadi warga kelas dua seperti yang dialami orang-orang Palestina amat sulit. Namun, bangsa Indonesia pernah merasakannya saat menderita akibat penjajahan kolonial Belanda.
Dulu, Belanda membuat tiga kelas dalam struktur masyarakat kita. Peringkat pertama adalah orang Eropa asli alias kulit putih. Warga kelas dua yakni mereka yang berstatus sebagai peranakan dan orang keturunan baik Tionghoa atau Arab. Orang asli Indonesia ada di level paling bawah, yakni pribumi atau inlander. Saking rasialnya Belanda, ada pengumuman di tempat-tempat pertemuan: “Pribumi dan Anjing Dilarang Masuk.”
Jika perlakuan diskriminatif ala kolonial itu sudah menjadi cerita lalu, coba simak bagaimana orang-orang Palestina diperlakukan sekarang. Sebagai contoh, di Israel ada sekitar 20 persen warga Arab.
Mereka adalah warga yang memutuskan tidak ikut mengungsi setelah pendudukan pada 1948. Meski bisa masuk ke dalam gelanggang politik, mereka telah lama mengalami diskriminasi dari sisi pendidikan, kesehatan, dan perumahan. Dalam UU Negara Bangsa Yahudi yang disahkan pada 2018, Israel bahkan hanya mendaulat Yahudi sebagai bangsa yang berhak menentukan nasib sendiri di negara itu.
Meski bisa masuk ke dalam gelanggang politik, mereka telah lama mengalami diskriminasi dari sisi pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Itu cerita mereka yang memutuskan menjadi warga Israel. Bagi mereka yang memilih untuk menjadi warga Palestina, ceritanya lebih pilu.
Bagi yang tinggal di Jalur Gaza, mereka seolah harus hidup di penjara terpadat di dunia dengan populasi mencapai 2 juta jiwa. Ruang gerak mereka dibatasi. Untuk keluar dari perbatasan, mereka harus dibelenggu terlebih dahulu. Kebutuhan dasar, seperti listrik dan air bersih, sulit mereka penuhi.
Tidak jauh berbeda dengan mereka yang tinggal di Tepi Barat. Tanah mereka rentan diserobot para pemukim Yahudi. Warga di Sheikh Jarrah menjadi contoh kezaliman yang paling nyata.
Saudara kita
Berbeda dengan orang-orang Yahudi yang menganut rasialisme dalam sistem keagamaan mereka, Islam justru lebih terbuka. Setiap warga bangsa bisa menjadi pemeluk agama ini. Apakah dia berasal dari bangsa Arab, Melayu, Cina, Eropa, bahkan dari keturunan Yahudi sekali pun bisa memeluk Islam. Kebinekaan ini disampaikan Allah SWT dalam Alquran.
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS al-Hujuraat: 13).
Rasulullah pun memperjelas makna ayat tersebut. "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian juga satu (yaitu Adam). Ketahuilah, tidak ada kemuliaan orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan tidak pula orang Ajam atas orang Arab. Begitu pula orang berkulit merah (tidaklah lebih mulia) atas yang berkulit hitam dan tidak pula yang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah, kecuali dengan takwa." (HR Ahmad dan al-Bazzar).
Jika seseorang memutuskan untuk bersyahadat menjadi Muslim, kebangsaan dan warna kulit tak akan membuat mereka lebih mulia daripada Muslim lainnya.
Karena itu, jika seseorang memutuskan untuk bersyahadat menjadi Muslim, kebangsaan dan warna kulit tak akan membuat mereka lebih mulia daripada Muslim lainnya. Di antara mereka pun terjalin satu persaudaraan yang erat. Persaudaraan karena iman. “… Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara …” (QS al-Hujurat ayat 10).
Rasulullah SAW bersabda jika orang Muslim dilarang untuk menzalimi saudara Muslim lainnya. Seorang Muslim juga tak boleh menyerahkan saudara Muslimnya kepada orang yang zalim. Allah SWT pun akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.
Rasulullah SAW membuat suatu perumpamaan yang indah mengenai hubungan antara orang-orang mukmin. Mereka layaknya satu tubuh. Jika salah satu anggota mengeluh sakit maka seluruh tubuh turut merasakan demam dan sulit tidur.
Dalam hadis lainnya, hubungan orang mukmin diibaratkan sebagai satu bangunan yang menguatkan bangunan lainnya. Untuk mendeskripsikannya, Rasulullah memasukkan jari-jemari beliau ke jemari tangan lainnya.
Menjadi Palestina
Dengan demikian, sudah selayaknya kita memberi dukungan terbaik kepada warga Palestina yang sedang menghadapi gempuran negara teroris-Zionis Israel. Sakit mereka menjadi sakit kita. Perih mereka menjadi perih kita. Pilu mereka menjadi pilu kita.
Jika kita masih bisa menjenguk hijaunya pepohonan dan warna-warni bunga dari bilik jendela sambil menikmati sarapan pagi, mereka melongok pemandangan berbeda. Rumah dan bangunan yang lantak akibat rudal-rudal pasukan negara teroris Israel.
Seorang ayah asal Gaza, Arwa Ibrahim, bahkan mengaku melakukan sesuatu yang di luar nalar sebagai upaya menyelamatkan keturunannya. Dia menukar dua anaknya dengan dua anak saudaranya. Jika sewaktu-waktu rumahnya dibom, keturunannya masih bisa hidup. Demikian dengan saudaranya.
Karena itu, menjadi penting untuk membangun kesadaran jika Palestina dan Masjidil Aqsha adalah hak umat Islam sejak Khalifah Umar bin Khattab menaklukkannya. Kecintaan umat kepada Palestina menjadi bukti kecintaannya kepada Allah SWT.
Kita patut membangun izzah seperti apa yang dilakukan Sultan Abdul Hamid 2 saat menolak sogokan Theodorl Herzl untuk tanah Palestina. “… Tanah itu adalah hak umat Islam! Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah ini dan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka. Yahudi silakan menyimpan harta mereka.”
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.