Kabar Utama
Sistem Kesehatan Gaza Kewalahan
Sistem kesehatan di Gaza melemah secara signifikan.
GAZA --Sistem kesehatan di Gaza kewalahan dengan gelombang korban tewas dan terluka akibat pemboman Israel. Mereka kekurangan obat-obatan penting dan bahan bakar untuk menjaga aliran listrik.
Dua dari dokter paling terkemuka di Gaza gugur ketika rumah mereka hancur dalam serangan Israel 10 hari lalu. Saat Gaza telah keluar dari gelombang kedua infeksi virus Covid-19, satu-satunya laboratorium pengujian virus rusak oleh serangan udara dan telah ditutup.
Pejabat kesehatan khawatir pandemi virus Covid-19 akan menyebar di antara puluhan ribu penduduk yang berdesakan di tempat penampungan darurat, setelah melarikan diri dari serangan besar-besaran.
Penasihat media untuk UNRWA, Adnan Abu Hasna mengatakan, infrastruktur kesehatan Jalur Gaza sudah runtuh sebelum terjadi serangan pada 10 Mei. Sektor ini telah terpukul oleh tiga perang sebelumnya antara Israel dan kelompok Hamas di Gaza.
Dalam setiap pertempuran, rumah sakit dan klinik dirusak atau dihancurkan militer Israel, serta personel medis gugur. Setelah pertempuran pihak berwenang harus membangun kembali sistem kesehatan yang terhambat oleh blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir sejak Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007.
Dalam setiap pertempuran, rumah sakit dan klinik dirusak atau dihancurkan militer Israel
Gejolak lain juga telah membebani sistem kesehatan Gaza. Lebih dari dua tahun aksi protes mingguan di perbatasan Israel terus menerus menuai korban. Lebih dari 35 ribu orang terluka, banyak yang cacat semur hidup, dan 100 orang lainnya masih menunggu operasi rekonstruksi dan amputasi.
Sekarang fasilitas kesehatan berjuang untuk menangani korban perang dan kebutuhan sehari-hari dari 2 juta warga Gaza. “Ini adalah krisis lapis demi lapis. Dan tidak pernah ada cukup waktu di antara setiap krisis untuk membangun kembali. Sistem (perawatan kesehatan) secara bertahap melemah secara signifikan. Saya tidak akan mengatakan itu berlutut, tetapi semakin dekat," ujar Direktur Operasional UNRWA di Gaza, Matthias Schmale.
Ini adalah krisis lapis demi lapis. Dan tidak pernah ada cukup waktu di antara setiap krisis untuk membangun kembali.MATTHIAS SCHMALE, Direktur Operasional UNRWA
Sejak serangan terbaru dimulai pada 10 Mei, Israel menyatakan bahwa mereka mencoba melumpuhkan Hamas yang sebelumnya telah menembakkan ratusan roket. Hamas menembakkan roket sebagai tanggapan atas perampasan hak warga Palestina untuk beribadah selama bulan Ramadhan di Masjid al-Aqsa. Hak warga Palestina juga dirampas dalam pengusiran secara paksa oleh Israel di wilayah Sheikh Jarrah.
Pejabat kesehatan Gaza mengatakan, setidaknya 230 orang Palestina gugur sejauh ini. Dari jumlah itu 65 merupakan anak-anak. Sementara lebih dari 1.600 lainnya mengalami luka-luka. Pengeboman itu telah membuat 71 ribu warga Gaza melarikan diri dari rumah mereka.
Ribua warga yang melarikan diri saat ini berada di 59 sekolah yang diubah menjadi tempat penampungan dan dikelola oleh UNRWA. Badan PBB tersebut memberi mereka air dan perlengkapan kebersihan dasar, termasuk masker untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Sejauh ini, serangan Israel tidak merusak fasilitas kesehatan secara langsung seperti gempuran pada 2014. Ketika itu banyak rumah sakit dan klinik terkena serangan langsung dari pemboman Israel.
Serangan Israel kali ini telah merusak sedikitnya 18 rumah sakit dan klinik, di mana tiga pusat perawatan kesehatan di Gaza telah rata dengan tanah. Hampir separuh dari persediaan obat yang esensial telah habis.
Kepala Pencegahan Medis di Kementerian Kesehatan Majdi Dhair mengatakan, di antara situs yang rusak adalah klinik perawatan kesehatan yang dapat menguji Covid-19. Akibatnya pengujan virus korona saat ini harus berhenti.
“Ini seperti bom waktu karena orang tidak diuji, dan mereka yang terinfeksi tidak akan tahu bahwa mereka terinfeksi,” kata Dhair.
Hingga Senin (17/5), ketika klinik itu rusak, Gaza telah mencatat lebih dari 105 ribu infeksi virus korona, termasuk 986 kematian. Sekitar 80 orang berada dalam kondisi kritis karena virus tersebut. Pertempuran juga telah membuat upaya vaksinasi Covid-19 di Gaza menjadi terhenti.
Hanya sekitar setengah dari pusat perawatan primer yang dijalankan pemerintah yang beroperasi. Enam belas dari 22 pusat perawatan kesehatan UNRWA beroperasi pada hari Rabu (18/5).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat sekitar 40 obat-obatan utama yang dibutuhkan oleh rumah sakit di Gaza. Diantaranya anestesi, antibiotik, jahitan, dan kantong darah. Kebutuhan lainnya adalah bahan bakar untuk memastikan listrik tetap menyala.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.