Nasional
HRS Dituntut 10 Bulan
Sidang HRS sedianya hanya pemeriksaan saksi ahli dari terdakwa dan penasihat hukum.
JAKARTA -- Habib Rizieq Shihab (HRS) dituntut 10 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan dalam perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat dan Megamendung, Kabupaten Bogor. Amar tuntutan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Senin (17/5).
Jaksa meyakini HRS melakukan tindakan tidak patuh protokol kesehatan dan menghalang-halangi petugas Covid-19 saat mendatangi pondok pesantren miliknya di kawasan Megamendung, Bogor. Jaksa menjerat HRS dengan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Rizieq bin Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq berupa pidana penjara selama 10 bulan dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar jaksa.
Dalam menyusun amar tuntutan terdapat beberapa hal dan pertimbangan. Untuk hal yang memberatkan, HRS pernah dihukum dua kali, dalam perkara 160 KUHP pada 2003 dan perkara 170 KUHP pada 2008.
"Kedua, perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam percepatan pencegahan Covid-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan masyarakat. Ketiga, perbuatan terdakwa mengganggu ketertiban umum serta mengakibatkan keresahan masyarakat," ujar jaksa. Sementara hal yang meringankan, jaksa berharap HRS dapat memperbaiki diri pada masa yang akan datang.
HRS menjadi terdakwa dalam kasus kerumunan di Petamburan dengan nomor perkara 221. Sementara lima terdakwa lain untuk kasus serupa, yaitu Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus Al Habsyi, dan Maman Suryadi terdaftar di berkas perkara nomor 222. HRS juga menjadi terdakwa tunggal untuk kasus kerumunan di Megamendung dengan nomor perkara 226.
Sidang kemarin sedianya hanya beragendakan pemeriksaan saksi ahli dari terdakwa dan penasihat hukum. Namun, Majelis Hakim PN Jakarta Timur yang diketuai Suparman Nyompa meminta JPU langsung membacakan tuntutannya.
Hal itu dilakukan karena pemeriksaan tiga saksi ahli berjalan cepat. "Jadi, kalau hari ini dibacakan tuntutan ada waktu untuk menyiapkan pembelaan lebih lama," kata Suparman, kemarin.
Tim penasihat hukum HRS sempat mengajukan pertanyaan agar menggelar sidang tuntutan sesuai dengan yang telah dijadwalkan pada 18 Mei 2021. "Sebenarnya kita keberatan, tapi kita maklumi majelis hakim juga ada agenda besok yang tidak bisa ditinggalkan. Kita menghormati," ujar Aziz Yanuar, salah satu kuasa hukum HRS.
Sementara, dalam pemeriksaan ahli, HRS sempat mempertanyakan perbedaan arti dari kata "hasutan" dan "undangan". Pendiri Front Pembela Islam (FPI) itu bertanya kepada saksi ahli bahasa Frans Asisi Datang mengenai undangan kegiatan keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang dalam dakwaan jaksa disebut bentuk hasutan.
Menurut Frans Asisi, merujuk pada Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI), kata "hasutan" dan "undangan" adalah dua hal yang memiliki makna berbeda. "'Undangan" itu mengundang supaya datang, mempersilahkan hadir, perjamuan dan sebagainya," ujar Frans. Sementara kata "hasutan" adalah sesuatu yang berkonotasi negatif dan dapat membuat seseorang marah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.