Hikmah
Meraup Pahala di Hari Raya
Idul Fitri juga adalah memomentum mewujudkan sejumlah ibadah sosial.
Oleh AHMAD RIFAI
OLEH AHMAD RIFAI
Berakhirnya Ramadhan tak berarti ikhtiar menambah pahala ikut berhenti. Peluang meraup pahala tetap terbuka, termasuk di Hari Raya Idul Fitri.
Hari Raya Idul Fitri tidak sebatas shalat dua rakaaat. Banyak amalan lain yang telah diajarkan oleh Nabi SAW. Selain mudah diwujudkan juga menghasilkan pahala yang melimpah.
Sebagai contoh, memperindah diri di hari raya, baik secara fisik maupun pakaian. Sekilas unsur duniawinya lebih mencolok. Tapi karena Nabi SAW mencontohkannya, maka terbuka peluang untuk dikonversi menjadi amalan yang berpahala.
Dalam Shahih Bukhari dan Muslim diceritakan, Umar pernah menawarkan jubah kepada Nabi agar dikenakan pada hari raya. Nabi juga memberikan jubah kepada Umar. Assindi berkata, “Dari kisah itu dapat diketahui bahwa memperindah diri di hari raya adalah tradisi yang menetap di kalangan para sahabat dan Nabi tidak mengingkarinya sehingga bisa diketahui kesunnahannya masih tetap berlaku." (Hasyiah Assindi Alannasa’i, 3/181)
Saat berangkat ke tempat shalat juga terdapat peluang menambah pahala. Yaitu dengan memperbanyak mengumandangkan takbir. Lagi-lagi amalan ini sangat ringan. Tapi pahalanya sangat menggiurkan.
Allah berfirman yang artinya, “Hendaklah kamu mencukupkan bilangan bulan ramadan dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah: 185). Ibnu Jarir Atthobari berkata, “Dalam ayat ini terdapat perintah bertakbir setelah menyempurnakan puasa ramadan.” (Tafsir Atthobari, 3/479).
Jadi sunah bertakbir sudah bisa dimulai sejak terbitnya hilal Syawal hingga shalat Ied dilaksanakan. Adapun pelaksanaannya tidak terikat pada waktu atau tempat tertentu. Sehingga sunah bertakbir bisa dilakukan di rumah, jalan dan tempat-tempat lain.
Selain bertakbir, sunah lain yang diajarkan oleh Nabi SAW adalah makan beberapa biji kurma sebelum berangkat shalat Ied. Hikmahnya untuk memastikan bahwa pada hari itu kita telah berbuka. Anas Radhiallohu Anhu berkata, “Tidaklah Nabi shallallahu alaihi wasallam berangkat shalat Idul Fitri hingga makan kurma dan beliu mengkomsumsi dengan jumlah yang ganjil.” (Riwayat Bukhari).
Selain ibadah yang bernuansa ritual, Idul Fitri juga adalah memomentum mewujudkan sejumlah ibadah sosial. Misalnya, menyambung dan mengeratkan silaturahim dan ukhuwah. Meski ada pembatasan karena pandemi, ibadah sosial ini tetap bisa ditunaikan melalui fasilitas tehnologi yang semakin canggih.
Dengan menghadirkan amalan-amalan yang diajarkan oleh Nabi SAW, maka itu berarti kita telah mengagungkan syiar Allah. Dan itu adalah bagian dari ketakwaan hati. Allah berfirman yang artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (al-Hajj: 32).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.