Nasional
Kawal Revisi PP Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan merujuk kepada UU Sistem Pendidikan Nasional 2003.
JAKARTA — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan akan segera direvisi. Hal itu agar tidak ada kesalahan persepsi dalam PP yang meniadakan pendidikan Pancasila dan bahasa Indonesia dalam Sistem Pendidikan Nasional.
Nadiem menegaskan, Pancasila dan bahasa Indonesia akan selalu menjadi muatan wajib dalam sistem pendidikan di Indonesia. Menurut dia, hal itu sudah terlihat dalam program Merdeka Belajar yang menggunakan profil pelajar Pancasila sebagai tujuan akhir transformasi pendidikan. Ia mengatakan, PP SNP yang tidak mencantumkan Pancasila dan bahasa Indonesia merujuk kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
PP tersebut menjelaskan dan mengulang substansi kurikulum wajib, sama seperti UU. "Nah, ini adalah mispersepsi yang akan segera kita luruskan. Kami di Kemendikbud akan segera mengajukan revisi daripada PP SNP ini terkait substansi kurikulum wajib agar tidak ada mispersepsi lagi," kata Nadiem, dalam video resmi dari Kemendikbud yang diterima Republika, Ahad (18/4).
Menurut dia, yang menjadi masalah adalah di dalam PP tersebut tidak secara eksplisit menuliskan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mengatur soal mata kuliah wajib Pancasila dan bahasa Indonesia. Kemendikbud mengeklaim tidak bermaksud mengubah muatan wajib ataupun mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
"Jadi, malah pengenalan Pancasila, pemahaman, dan aplikasi daripada Pancasila menjadi pilar utama daripada transformasi pendidikan kita," kata dia.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menilai, pendidikan Pancasila merupakan hal penting dalam pembentukan karakter siswa. Selain itu, penanaman nilai Pancasila juga untuk mencegah siswa maupun mahasiswa terpapar beragam ideologi. "Khusus di usia mahasiswa, anak sangat rentan untuk terpapar beragam ideologi, terlebih jika mereka kuliah jauh dari orang tua. Di sini kampus harus berperan dan melakukan edukasi yang lebih matang terkait Pancasila," ungkapnya.
Politikus Partai Golkar ini mendorong Pemerintah segera revisi PP tersebut. Ia mengatakan, meski fokus PP tersebut bukan ke arah tersebut. "Ini sebenarnya ada kesalahpahaman, fokus PP ini sebenarnya bukan kesana. Namun, jika ini dibiarkan bisa menyebabkan interpretasi yang berbeda di lapangan," ujarnya.
Pakar Pendidikan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Jember, Zainal Abidin, mengatakan, revisi PP SNP perlu dikawal bersama. Ia juga menyarankan, selain merevisi PP, pemerintah sebaiknya juga merevisi UU 20/2003 agar pendidikan Pancasila lebih mudah diperjuangkan.
"Tentu pertama-tama mengawal adanya revisi UU Nomor 20 Tahun 2003, sebab ini menjadi payung akan PP yang menjadi turunannya. Kalau UU Nomor 20 Tahun 2003 ini belum direvisi maka sebagian besar akan sulit kita perjuangkan masuknya pendidikan Pancasila sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional," kata Zainal, Ahad (18/4).
Skema pendidikan
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai tidak adanya pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia di dalam PP SNP di dalam struktur pendidikan dasar dan menengah bisa dimaklumi. Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, di UU Sisdiknas hanya memuat nomenklatur pendidikan kewarganegaraan (PKn). Ia mengusulkan dua skema opsi pembelajaran pendidikan Pancasila untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Kedua skema ini tetap menempatkan pendidikan Pancasila di dalam PPKn atau memisah pendidikan Pancasila sendiri. Skema pertama muatan pendidikan Pancasila bisa secara esensial termuat di dalam struktur mata pelajaran PPKn, seperti yang ada dalam kurikulum 2013 selama ini.
"Secara filosofis dan pedagogis, cukup terang bahwa Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia berdasarkan dasar negara Pancasila, bukan ideologi lain," kata Satriwan, Ahad (18/4).
Skema selanjutnya, pendidikan Pancasila bisa dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Artinya, Pancasila menjadi struktur yang terpisah dari PPKn. "Dengan kata lain, ada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan dan ada pendidikan Pancasila. Konsekuensinya adalah akan menambah beban mata pelajaran baru bagi siswa di setiap jenjang sekolah," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.