Konsultasi Syariah
Terpapar Covid-19, Haruskah Tetap Berpuasa?
Berpuasa itu memberikan efek positif karena saat puasa sistem imun sedang diperbaiki.
OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI
Saat pandemi Covid-19 yang bertepatan dengan Ramadhan 1442 H, tidak sedikit masyarakat Muslim yang terpapar Covid-19. Sebagian harus melakukan isolasi mandiri (isoman), baik di rumah maupun di hotel dan sebagian lagi harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
Seorang pasien Covid-19, baik yang isolasi mandiri maupun rawat inap, apakah harus tetap puasa pada Ramadhan ini ataukah disarankan/boleh berbuka menurut syariah? Hal ini harus merujuk kepada tim medis atau kedokteran sebagai pihak yang berkompeten.
Setelah saya melakukan wawancara dan pendalaman dengan beberapa dokter spesialis, bisa dibedakan dalam dua kondisi berikut.
Kondisi pertama, bagi orang yang positif Covid-19 tanpa gejala (OTG) atau bergejala ringan (sesuai hasil pemeriksaan dokter) itu tetap berpuasa karena pada umumnya berpuasa tidak berisiko terhadap kesehatannya. Bahkan, dengan berpuasa itu memberikan efek positif karena saat puasa sistem imun sedang diperbaiki sehingga menguntungkan penderita.
Beberapa dokter menyimpulkan, isolasi mandiri orang tanpa gejala (OTG) itu sama dengan yang sehat, tapi perlu diwaspadai dengan meningkatkan imunitas tubuh lebih dari orang tidak terpapar Covid-19. Orang yang bergejala ringan biasanya butuh treatment obat-obatan dan suplemen.
Setiap orang yang bergejala ringan berbeda-beda dalam penerimaannya. Ada yang sampai mengganggu aktivitas dan ada yang hanya hilang rasa penciumannya.
Kondisi kedua, saat pasien Covid-19 itu dirawat inap di rumah sakit dengan gejala sedang atau berat, disarankan untuk tidak berpuasa karena berisiko terhadap kesehatannya. Selain berisiko terhadap kesehatannya, juga ada beberapa tindakan, seperti infus, terlebih bagi sebagian penderita yang mengalami gejala sesak napas dan sejenisnya.
Kondisi khusus
Di luar dua kondisi tersebut, mungkin terjadi kondisi khusus seperti pasien yang sedang melakukan isolasi mandiri, tetapi dengan gejala klinis yang sedang atau contoh lainnya yang tidak memenuhi kriteria kondisi pertama dan kedua tersebut, penjelasan medis itu menjadi rujukan, apakah tetap berpuasa atau tidak berpuasa.
Dari sisi syariah, hal ini merujuk pada ketentuan dalam fikih bahwa dalam kondisi sakit, di mana bisa menunaikan puasa, tetapi dengan masyaqqah atau jika berpuasa akan memperparah atau menambah sakitnya, diperkenankan untuk berbuka. Namun, orang ini berkewajiban untuk mengganti puasa pada hari lain ketika sudah sembuh dan mampu berpuasa.
Sebagaimana firman Allah SWT: “...Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain ....” (QS Al-Baqarah: 184).
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.