Nasional
Pusat Ingin Potong Kompas Majelis Papua
Pemerintah mengaku sudah menggelontorkan Rp 138,65 triliun untuk Papua.
JAKARTA—Pemerintah mengusulkan agar pemekaran wilayah di Papua dapat dilakukan pemerintah pusat tanpa persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengaku hal ini bisa dilakukan jika ada perubahan pasal 76 dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pasal itu mengatur tentang ketentuan daerah otonomi baru (DOB) atau pemekaran di Papua. "Kita mengharapkan selain ayat satu, opsi satu dengan cara pemekaran melalui mekanisme MRP-DPRP, yang kedua adalah pemekaran dapat dilakukan oleh pemerintah, maksudnya pemerintah pusat," tutur Tito saat rapat kerja bersama Pansus Otsus Papua, Kamis (8/4).
Opsi kedua tersebut masuk ke Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus Papua dengan menambahkan ayat pada Pasal 76. Pasal 76 ayat 1 tetap menyebutkan, pemekaran daerah provinsi menjadi provinsi-provinsi dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.
Ditambahkan ketentuan pada ayat 2, yaitu, pemerintah dapat melakukan pemekaran daerah provinsi menjadi daerah otonom untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia dan kemampuan ekonomi, dan perkembangan di masa datang.
Kemudian, ada ayat 3 yang berbunyi, pemekaran daerah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai pemerintahan daerah.
Tito mengeklaim aspirasi pemekaran wilayah di Papua sangat tinggi. "Karena opsi di MRP-DPRP persetujuan, kalau terkunci di sana, kalau deadlock di situ maka sedangkan aspirasi pemekaran cukup tinggi kita rasakan," kata Tito.
Pemerintah telah menyusun skenario pemekaran empat provinsi baru di Papua. Keempatnya yakni Papua Selatan, Papua Tengah, Pegunungan Tengah, dan Papua Barat Daya. Namun, menurut Tito, skenario pemekaran wilayah di Papua bergantung pada kemampuan keuangan negara dan hasil revisi UU Otsus Papua.
Usulan soal DOB Papua ini sempat dikritisi MRP. Ketua MRP Timotius Murib menilai pemerintah hanya fokus pada dua pasal, soal dana alokasi umum dan pemekaran Papua.
"Dua pasal ini menurut pemerintah pusat bermasalah, sedangkan pasal-pasal lain tidak bermasalah. Saya pikir ini pemikiran sangat konyol dan bodoh, ini tidak benar," kata Timotius kepada Republika, Rabu (31/3).
Ia menyebutkan, sejumlah pasal yang selama ini dinilai belum dirasakan masyarakat Papua. Antara lain pasal 28 tentang pembentukan partai lokal atau pasal pembentukan KKR juga belum pernah terjadi.
Pengawasan dana
Di sisi lain, Kementerian Keuangan mencatat, besaran dana otsus termasuk dana tambahan infrastruktur (DTI) untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp 138,65 triliun sejak 2002 sampai 2021. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Astera Primanto mengeklaim, pemerintah pusat juga sudah menggelontorkan transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp 702,3 triliun dan belanja kementerian/lembaga Rp 251,29 triliun pada periode 2005-2021.
"Jadi untuk Papua itu dari transfer ke daerah dan dana desa, setiap orang di Papua itu bisa menikmati sekitar Rp 14,7 juta dan Papua Barat 10,2 juta," kata Astera. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan daerah pembanding, sedangkan angka nasional hanya Rp 3 juta per orang.
Sementara, anggota Pansus Otsus Papua dari Fraksi Golkar Trifena MM Tinal berharap adanya keberpihakan kepada masyarakat Papua dalam revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Termasuk, jika terealisasinya pemekaran di daerah tersebut.
"Apabila ada persiapan pemekaran wilayah di Papua agar tidak hanya ditetapkan oleh pemerintah, tetapi harus mendengar masyarakat Papua, dibahas dan disetujui oleh DPR," ujar Trifena dalam rapat kerja Pansus RUU Otsus Papua, Kamis (8/4).
Agar pembangunannya di Papua lebih berkembang dan merata, ia berharap ada pengawasan yang lebih ketat terhadap dana Otsus Papua. Sebab selama ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi adanya penyalahgunaan dana tersebut.
"Berharap dapat mendorong perbaikan mekanisme pengawasan dan mampu menjawab persoalan kesenjangan di Provinsi Papua dan Papua Barat agar lebih mengikat dan kuat secara hukum," ujar Trifena.
Di samping itu, ia mengharapkan penggunaan dana Otsus Papua tak hanya ditujukan pada pembangunan fisik. Namun juga perlu menyasar sektor lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan ekonomi.
"Khususnya terkait dengan kesejahteraan dan kemiskinan yang bersumber dari pembangunan yang belum maksimal dan merata," ujar Trifena yang merupakan legsilatro dari daerah pemilihan (Dapil) Papua itu.
Provinsi Papua Selatan: Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, Boven Digoel, dan Pegunungan Bintang
Provinsi Pegunungan Tengah: Kabupaten Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Nduga, Puncak Jaya, Yalimo, Yahukimo, Membramo Tengah, dan Puncak
Provinsi Papua Tengah: Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Nabire, Intan Jaya, Paniai, dan Mimika
Provinsi Papua Barat Daya: Raja Ampat, Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Tambrauw, dan Kota Sorong.
Provinsi Papua Barat: Manokwari, Pegunungan Arfak, Manokwari Barat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama, Fak Fak, dan Kaimana.
Provinsi Papua: Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Keerom, Sarmi, Mamberamo Raya, Biak Numfor, Supiori, Kepulaun Yapen, dan Waropen.
Sumber: Rapat Pansus Otsus Papua
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.