Hikmah
Menyambut Ramadhan
Ramadhan adalah sekolah untuk menggembleng spiritualitas.
Oleh ABDILLAH
OLEH ABDILLAH
Sebentar lagi bulan mulia itu akan tiba. Satu bulan yang penuh dengan rahmat dan keberkahan sehingga di dalamnya ada pengampunan dan doa dikabulkan. Pada bulan ini juga ada jaminan pembebasan dari api neraka bagi mereka yang mengisi bulan suci dengan penuh keikhlasan.
Ramadhan adalah bulan istimewa sehingga ibadah puasa menjadi milik Sang Penguasa Alam Semesta. Rasulullah SAW bersabda, “Semua amal manusia adalah miliknya kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya.” (HR Bukhari).
Saking istimewanya, tidak mengherankan jika Nabi SAW selalu menampakkan kerinduan terhadap Ramadhan dengan melantunkan sebuah doa ketika memasuki bulan Rajab. “Duhai Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban, dan sampaikanlah (pertemukanlah) kami dengan bulan Ramadhan.” Rasulullah sungguh merindukan bulan Ramadhan.
Beliau tidak hanya memohon keberkahan bulan Rajab dan Sya’ban saja, tapi juga memohon supaya bisa berjumpa dengan Ramadhan. Bahkan, Rasulullah selalu melakukan persiapan khusus, yakni dengan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.
Sebagai Muslim, sambutlah Ramadhan dengan sukacita. Persiapkan jasmani dan rohani. Mantapkan keimanan serta luruskan niat. Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengingatkan umat Islam untuk menyambut bulan Ramadhan dengan terlebih dahulu menyucikan diri dari dosa dan bertobat dari semua kesalahan masa lalu.
Bersihkan hati sebelum bertemu dengan bulan suci. Dengan begitu, Ramadhan tidak hanya menjadi sarana untuk meningkatkan kuantitas ibadah, tapi juga kualitas penghambaan kita kepada Allah SWT.
Ramadhan adalah sekolah untuk menggembleng spiritualitas. Ibadah puasa menjadi sarana untuk meningkatkan religiositas. Pencapaian akhir yang diharapkan adalah ketakwaan kepada Allah SWT. Berkaitan dengan itu, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah:183).
Buah dari puasa adalah takwa. Derajat takwa tidak akan bisa dicapai jika hanya mengandalkan puasa jasmani semata. Puasa yang dimensinya hanya ritual formal saja. Puasa semacam ini disebut Imam al-Ghazali sebagai puasa awam.
Barangkali puasa seperti inilah yang diwanti-wanti oleh Rasulullah SAW, “Banyak orang berpuasa, tetapi ia tidak mendapatkan apa pun dari puasanya kecuali rasa lapar saja.” (HR Imam Ahmad).
Dalam berpuasa, kita tidak hanya berfokus pada dimensi ritual formal saja, tetapi juga harus memperhatikan dimensi spiritual. Dalam berpuasa, kita harus mampu menahan lapar, dahaga, nafsu, pancaindra, dan juga menghindari apa saja yang dilarang hati nurani. Di tahap itulah akal dan pikiran kita juga mesti ikut berpuasa.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.