Nasional
Komnas: KIPI Vaksin Astrazeneca Ringan
Kepala Dinas Kesehatan Gorontalo Utara menolak penggunaan Astrazeneca di daerahnya.
JAKARTA – Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) telah melakukan investigasi dan review mengenai KIPI yang terjadi di Sulawesi Utara (Sulut) beberapa waktu lalu. Komnas menyimpulkan, KIPI di Sulut bersifat ringan dan merekomendasikan program vaksinasi Covid-19 Astrazeneca bisa dilanjutkan.
“Ada empat orang yang diobservasi dan ternyata KIPI terkait dengan kecemasan. Jadi, bukan kandungan vaksinnya, melainkan kecemasan,” kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan saat konferensi virtual, Selasa (30/3).
Hindra mengatakan, fenomena KIPI tidak selalu berkaitan dengan kandungan vaksin namun juga bisa berkaitan dengan kecemasan atau faktor biopsikososial. Kini, kata dia, hampir semua orang divaksin yang dilaporkan mengalami KIPI sudah sembuh.
Menurut Hindra, awalnya Komnas KIPI menerima laporan ini dari Komisi Daerah (Komda) KIPI Sulut tentang adanya subyek yang mengalami demam, menggigil, hingga pegal. Kemudian, ada surat dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulut untuk menghentikan sementara pemberian vaksin di provinsi ini.
Setelah data investigasi terkumpul, Komnas KIPI bersama Komda, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) di bidang imunisasi dan surveilans bidang terkait, bahkan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) hingga Unicef melakukan pengkajian. Dia menegaskan, prosedur pelaporan ini sudah baku.
“Dari data yang masuk dan setelah kami pelajari satu persatu, ternyata reaksi KIPI termasuk ringan,” kata Hindra. Hasil review ini telah dilaporkan ke Menkes Budi Gunadi Sadikin dan Wamenkes Dante Saksono Harbuwono.
Kendati Komnas KIPI menyatakan KIPI di Sulut ringan dan merekomendasikan vaksinasi dilanjutkan, Kepala Dinas Kesehatan Gorontalo Utara, Rizal Yusuf Kune, menyatakan penolakannya terhadap penggunaan vaksin Astrazeneca untuk vaksinasi Covid-19 di daerah itu.
“Sejauh ini, kita konsisten menggunakan vaksin Sinovac, dan tegas secara pribadi saya menolak Astrazeneca,” kata dia di Gorontalo.
Penolakan tersebut, kata dia, karena belajar dari Sulawesi Utara dalam penggunaan vaksin Astrazeneca berdampak pada tingginya KIPI. Dengan penggunaan vaksin Sinovac, kondisi itu tidak ditemukan di kabupaten ini selain banyak peserta vaksinasi yang takut alias phobia pada jarum suntik.
Rizal mengaku tidak ingin ada KIPI menonjol, maka vaksinasi Covid-19 di daerah itu aman dan halal hanya menggunakan vaksin Sinovac. Namun, menurut Rizal, belum ada vaksin merk lain yang masuk ke daerah itu selain Sinovac.
Dia berharap, tidak ada pendapat atau pandangan menyimpang terhadap maksudnya yang melakukan penolakan vaksin Astrazeneca. Sebab, kata Rizal, pemerintah daerah sangat mendukung pelaksanaan program vaksinasi Covid-19 yang terus berlangsung di seluruh puskesmas dan rumah sakit.
Perlu diperhatikan
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) angkat bicara mengenai KIPI Vaksin Astrazeneca di Sulut. ITAGI menilai, KIPI Astrazeneca perlu diperhatikan namun tetap bisa diberikan, terutama pada kelompok sasaran umur di atas 18 tahun.
Ketua ITAGI Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, vaksin Astrazeneca merupakan platform baru yang akan dipergunakan di Indonesia. Sehingga, pihaknya mengusulkan kepada Komnas KIPI untuk penguatan surveilans KIPI dari vaksin Covid-19 platform non-replicating viral vector.
“Pemantauan keamanan perlu mendapatkan perhatian dan koordinasi antara Komisi Nasional Pengurus Pusat-KIPI dengan Kemenkes serta BPOM untuk isu setiap KIPI vaksin Covid-19 Astrazeneca,” kata Sri.
Kendati demikian, pihaknya menyimpulkan bahwa vaksin Astrazeneca dapat diberikan pada usia di atas 18 tahun. Rekomendasi ini sesuai dengan izin edar darurat (EUA) yang telah diperbaiki pada interval dosis kedua menjadi empat hingga delapan pekan atau delapan hingga 12 pekan.
ITAGI meminta perlunya kehati-hatian saat memberikan vaksin Astrazeneca untuk usia lanjut usia (lansia), terutama yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) dengan memperhatikan skrining menurut kriteria renta.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.