Nasional
Pemungutan Suara Ulang Meningkat
Pemungutan suara ulang diputuskan akibat pelanggaran penyelenggara Pilkada 2020.
JAKARTA—Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) pada Pilkada 2020 meningkat dibandingkan sebelumnya. Peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana menghitung, MK sudah memerintahkan PSU terhadap 13 perkara dalam putusan yang mengabulkan sebagian permohonan.
"Dibanding dengan tahun 2018 pun, Pilkada 2020 yang diputus PSU jauh lebih banyak," ujar Ihsan kepada Republika, Senin (22/3).
Ia mengatakan, pada Pilkada 2015 terdapat empat putusan berupa PSU dan satu putusan penghitungan suara ulang. Sementara, jumlah permohonan perselisihan yang diajukan ke MK tak jauh berbeda antara Pilkada 2015 dan Pilkada 2020.
Menurut Ihsan, latar belakang adanya PSU dari putusan MK ini, sebagian besar karena persoalan pelanggaraan penyelenggaraan Pilkada. Pelanggarannya beragam, mulai dari pembukaan kotak suara tanpa mematuhi aturan yang berlaku, pemilih yang memilih lebih dari satu kali, daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak logis dan valid, serta penyelenggara yang tidak profesional.
Pelanggaran ini dinilai berdampak pada hasil perolehan suara pasangan calon. Ihsan mengatakan, terjadinya pelanggaran yang menyebabkan PSU pada Pilkada 2020 tersebut karena penyelenggaraan yang tidak siap, baik dari tata cara dan prosedur pemilihan maupun persoalan hak pilih.
Namun, ia menegaskan, pandemi Covid-19 yang mewarnai pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di 270 daerah bukan menjadi alasan. Sebab, pelanggaran-pelanggaran yang terjadi saat ini pun memang kerap dilakukan pada pemilihan sebelumnya.
"Dari 10 putusan PSU, hanya dua yang berkaitan dengan pandemi, dan MK mengambil langkah untuk memutuskan PSU dan menyuruh membuat TPS khusus, selebihnya memang karena profesionalitas penyelenggara dan hak pilih," kata Ihsan.
Dalam sidang pengucapan putusan, MK memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan suara ulang di lima daerah dalam enam perkara yang dikabulkan sebagian permohonannya. Daerah yang akan menggelar PSU di sejumlah TPS antara lain, pilbup Wondama, Papua Barat; pilbup Yalimo, Papua; Morowali Utara, Sulawesi Tengah; dan pemilihan gubernur Kalimantan Selatan.
Sedangkan, MK memerintahkan KPU melaksanakan PSU di seluruh TPS di kabupaten Nabire, Papua. Dalam dua permohonan perkara yang diperiksa, MK menilai, hasil pemungutan suara Pilbup Nabire didasarkan pada DPT yang tidak valid dan tidak logis, serta pemungutan dianggap tidak sah karena tidak dilakukan dengan menggunakan sistem pencoblosan langsung.
Selain PSU, MK juga memerintahkan penghitungan suara ulang di Pilbup Sekadau, Kalimantan Barat. Hingga pukul 14.00 WIB, MK sudah selesai membacakan putusan untuk enam permohonan sengketa pilkada. Dari enam itu, empat permohonan dikabulkan sebagian oleh MK dengan memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan pemungutan suara ulang, sedangkan dua permohonan lainnya ditolak.
"Dalam pokok perkara, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman, Senin. Sementara, sidang pengucapan putusan sengketa pilkada pada Senin (22/3) masih berlangsung. Hingga pukul 17.00 WIB, MK sudah mengeluarkan tujuh putusan yang memerintahkan PSU.
Hanya dua PSU yang berkaitan dengan pandemi Covid-19.
Kesiapan PSU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku masih mengecek kesiapan anggaran PSU di sejumlah wilayah. "Mengenai anggaran masih dicek oleh masing-masing Satker (satuan kerja). Baik jumlah kebutuhan maupun untuk apa saja," ujar anggota KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi kepada Republika, Senin (22/3).
Ia mengatakan, KPU daerah harus mempersiapkan dan merencanakan penyelenggaraan PSU sesuai aturan yang berlaku, termasuk soal anggarannya. KPU memberikan supervisi melalui rapat koordinasi dengan KPU provinsi maupun KPU kabupaten/kota yang diperintahkan MK untuk menggelar PSU.
"Kami masih menunggu hasil koordinasi lebih lanjut tentang hal itu. Jika ada kendala tentu harus dicarikan jalan keluarnya," kata Raka.
Selain untuk kebutuhan logistik pelaksanaan PSU, anggaran juga dibutuhkan untuk pembayaran penyelenggara ad hoc. KPU akan merekrut kembali jajaran petugas pemilihan untuk dapat menggelar PSU, sesuai putusan MK.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.