Kisah Mancanegara
Militer Myanmar Melawan Dunia
Sejumlah negara Barat telah mengecam kudeta militer Myanmar.
OLEH YEYEN ROSTIYANI
Pada Sabtu (20/3), pemimpin kudeta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing mengunjungi Kepulauan Coco, sekitar 400 kilometer dari Yangon, Myanmar.
Kepulauan Coco adalah lokasi terluar Myanmar paling strategis, dekat sejumlah rute pelayaran internasional. Di sana menjadi lokasi persaingan kekuatan antara Cina dan India. Kedua negara itu belum berkomentar tegas tentang kudeta dan kekerasan Myanmar.
Dalam kunjungannnya ke Kepulauan Coco, Min Aung Hlaing mengingatkan personel militer Myanmar bahwa mereka berkewajiban menjaga negara dari ancaman eksternal.
Media Pemerintah Myanmar, Kyemon, menampilkan kutipan Jenderal Aung San, pahlawan Myanmar yang juga ayah dari Aung San Suu Kyi. Kutipan Jenderal Aung San pada 1947 itu berbunyi, "Sudah menjadi kewajiban setiap orang untuk mengorbankan hidup mereka dan membela serta melawan hinaan negara asing".
Sejumlah negara Barat telah mengecam kudeta militer Myanmar. Sedangkan sejumlah tetangga di Asia akhirnya bersuara setelah sebelumnya menahan diri untuk tidak mengritik.
Komentar keras datang dari Presiden Indonesia Joko Widodo. Ia menyerukan agar kekerasan dihentikan segera dan Myanmar memulihkan demokrasi. Kritik juga datang dari Singapura dan Malaysia.
Militer Myanmar melakukan kudeta pada 1 Februari dengan alasan telah terjadi kecurangan dalam pemilihan umum pada 8 November lalu. Militer menahan Suu Kyi, pemimpin partai pemenang pemilu, National League for Democracy (NLD). Militer juga menahan Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah petinggi lain.
Kudeta itu menggelorakan unjuk rasa di Myanmar dan sejumlah negara negara lain. Unjuk rasa terlihat antara lain di Tokyo, Taipeh, dan New York City.
Protes fajar
Saat fajar menjelang, Ahad (21/3), ratusan orang berpakaian putih terlihat di jalanan Kota Mandalay, Myanmar. Mereka adalah dokter, perawat, mahasiswa kedokteran, dan apoteker yang ikut bersuara menentang kudeta militer.
"Rezim militer gagal, ini alasan kami, ini alasan kami... Demokrasi federal, ini alasan kami, ini alasan kami," seru massa dalam video yang diunggah portal berita Mizzima. Jalanan masih sepi.
Langit baru mulai terlihat terang dan burung-burung pagi masih bertengger di pepohonan. Tak heran jika aksi itu disebut "protes fajar".
Unjuk rasa kian berbahaya di Myanmar. Itu menjadi alasan para tenaga medis ini menggelar aksi pada pagi buta. Mereka ingin menghindari bentrok dengan aparat keamanan.
Sedangkan para ahli teknik di Mandalay menggelar aksi "mogok tanpa manusia", Ahad. Taktik yang kian populer di Myanmar ini dilakukan dengan memasang papan berjajar di jalanan atau tempat umum lainnya. Papan-papan itu mewakili kehadiran para pengunjuk rasa.
Polisi menembak dalam aksi di Monywa pada Ahad siang. "Penembak jitu, ada penembak jitu," teriak orang-orang dalam video. Seorang pria ditembak di kepala dan rentetan tembakan berikut masih terdengar.
Juru bicara junta militer masih belum berbicara ketika dihubungi media. Namun, sebelumnya junta militer mengatakan pasukan keamanan akan menggunakan kekerasan saat diperlukan.
Data Organisasi independen Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Ahad menyebutkan, memverifikasi sekurangnya 248 orang tewas sejak unjuk rasa dimulai 1 Februari 2021. Angka sebenarnya tidak diketahui, termasuk pada sejumlah kasus kematian yang sulit diverifikasi. AAPP mengatakan, angka sebenarnya bisa lebih tinggi.
Orang-orang yang tewas sejak kudeta adalah korban penembakan. Sebagian besar dari mereka ditembak di kepala. AAPP juga mengatakan 2,345 orang dipenjara atau didakwa, sedangkan 1,994 orang masih ditahan atau menanti putusan pengadilan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.