Kabar Utama
Kemenkumham Dalami Hasil KLB Demokrat
Kemenkumham lebih kerap memenangkan kubu pendukung pemerintah dalam sengketa parpol.
JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly memastikan, pihaknya sudah menerima dokumen hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deli Serdang, Sumatra Utara. Artinya, babak mendatang konflik internal partai tersebut kini bergantung pada keputusan pemerintah.
Yasonna menegaskan, pihaknya akan bekerja sesuai hukum dalam memverifikasi dokumen tersebut. "Kalau itu betul-betul tidak sesuai hukum, tidak sesuai AD/ART, kita mengambil keputusan itu (menolak pengesahan). Tapi kalau sesuai pula, bagaimanalah aku mengambil keputusannya lagi?" ujar Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (17/3)
Saat ini, Kemenkumham masih melakukan pendalaman atas hasil KLB Partai Demokrat. Menurut Yasonna, setiap dokumen akan diperiksa secara mendetail oleh pihaknya. "Ini kami baru satu hari sudah di tim kita, dokumennya cukup kita harus cek satu per satu. Misal pengurus, benar nggak ini pengurusnya. Karena kita diberikan surat juga oleh dari pihak AHY, nanti kita crosscheck aja dari SK-SK yang ada," ujar Yasonna.
Usai rapat, Yasonna menegaskan bahwa Kemenkumham akan mengambil keputusan terkait polemik Partai Demokrat. Namun sebelum itu, pihaknya akan menelaah dokumen sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Diterimanya hasil KLB Deli Serdang juga ditegaskan Yasonna bukan merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap kubu tertentu. Sebaliknya, ia mengeklaim hal itu merupakan bentuk komitmen Kemenkumham untuk bersikap objektif. "Kalau sudah saya ambil keputusan masih berselisih lagi ya mereka yang bertempur di pengadilan, kan begitu mekanismenya," ujar Yasonna.
Partai Demokrat yang diketuai oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyerahkan hasil KLB Deli Serdang kepada Kemenkumham pada Senin (15/3). Penyerahan berkas sebelumnya sempat ditolak karena masih kurangnya sejumlah kelengkapan.
Sepanjang masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, perpecahan parpol sudah beberapa kali terjadi. Dalam sebagian besar kejadian, Kemenkumham selalu memenangkan klaim dan mengesahkan kepengurusan kubu yang mendukung atau berbalik mendukung pemerintahan.
Pada akhir 2014, misalnya, sejumlah kader Golkar menggelar munas tandingan di Ancol, Jakarta dan menunjuk Agung Laksono sebegi ketua umum serta mendeklarasikan dukungan ke Jokowi-Jusuf Kalla. Kemenkumham kemudian mengesahkan munas tersebut pada Maret 2015.
PPP juga sempat mengalami dualisme terkait dukungan politik pada 2014. Kemenkumham kemudian mengesahkan PPP kubu Romahurmuziy yang mendukung pemerintah pada 2016. Pengesahan itu dinilai melawan putusan MA yang sempat memenangkan kubu Djan Faridz pada 2015. Kendati demikian, dalam rangkaian sidang seterusnya, kubu Romahurmuziy kemudian dimenangkan.
Munaslub Partai Hanura pada Januari 2018 memutuskan memecat ketua umum Oesman Sapta Odang (OSO). Meski begitu, Kemenkumham mengesahkan kepengurusan kubu OSO pada 1 Februari 2018. kedua kubu di Hanura kala itu sama-sama pendukung Jokowi.
Sejumlah kader Partai Berkarya juga menggelar Munaslub pada 12 Juli 2020 dan menunjuk mantan jenderal pendukung Jokowi, Muchdi PR sebagai ketua umum. Kemenkumham mengesahkan munaslub tersebut 15 hari kemudian.
Yang terkini, sejumlah kader Partai Demokrat menggelar KLB di Deli Serdang dan menunjuk KSP Moeldoko sebagai ketua umum. KLB tersebut sudah diwanti-wanti pengurus Demokrat yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyebut akan ada kudeta kepengurusan Demokrat yang didalangi Moeldoko. Moeldoko sempat menyangkal tudingan itu namun kemudian tak menolak saat ditunjuk melalui KLB.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra menyatakan pihaknya meyakini yakin, tak akan mengesahkan kepengurusan versi KLB Deli Serdang. "Pak Yasonna, beliau kan sangat berintegritas lah, kami yakin dan timnya juga sangat cerdas. Kami sangat yakin dan publik juga bisa menilai lah nanti," ujar Herzaky, Rabu (17/3).
Pasalnya, menurut dia, hingga saat ini pemerintah masih mengacu pada AD/ART Partai Demokrat hasil Kongres V yang sudah disahkan dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. "Kepengurusan Ketum AHY dan AD/ART hasil kongres tahun 2020 sudah disahkan oleh Negara melalui SK Menhukham, dan sudah tercatat di lembar negara," ujar Herzaky.
Anggota Komisi III DPR yang juga wakil ketua umum Partai Demokrat Benny K Harman juga sempat mendoakan Yasonna Laoly dalam rapat di DPR kemarin. "Doanya supaya tetap tegak lurus dengan hukum, kan begitu. Selesaikan semua masalah dengan hukum, itu doa mereka. Masalah apa saja, ya kalau ada masalah yang berkaitan dengan kami, tentu itu juga doanya di dalamnya," ujar Benny dalam rapat kerja dengan Yasonna, Rabu (17/3).
Sedangkan kuasa hukum Partai Demokrat kubu Moeldoko, Petrus Bala Pattyona, mengungkapkan berdasarkan penjelasan kubu kliennya, ada banyak keterangan palsu dalam berkas hasil Kongres Demokrat pada 2020 yang diserahkan ke Kemenkumham. Salah satunys adalah Anggaran Dasar Partai Demokrat hasil Kongres 2020.
Ia mengatakan, anggaran dasar itu menyebutkan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu pendiri partai Demokrat. Padahal, dalam akte pendirian partai yang dibuat Notaris Aswendi Kamuli pada 9 September 2001, nama SBY tidak termasuk 99 orang pendiri partai.
"Di dalam akte 9 September 2001 yang dibuat Notaris Aswendi itu tercatat semua 99 pendiri itu dan maaf-maaf saja tidak ada pak SBY. Ini benar-benar suatu kebohongan," kata Petrus dalam keterangannya, Rabu (17/3).
Kirim PAW
Herzaky Mahendra Putra juga mengatakan, fraksinya sudah mengirimkan surat resmi pergantian antarwaktu (PAW) untuk Jhoni Allen Marbun, yang merupakan anggota Komisi V DPR. Surat dikirimkan langsung kepada pimpinan DPR.
"Surat resmi telah kami kirimkan ke pimpinan DPR RI. Selanjutnya, kami tinggal menunggu surat tersebut diteruskan ke Presiden RI, karena yang berhak memberhentikan anggota DPR RI secara resmi adalah Presiden RI, berdasarkan permintaan parpol asalnya," ujar Herzaky saat dihubungi, Rabu (17/3).
Ia menjelaskan, Jhoni diketahui masih menggugat pemecatannya dari Partai Demokrat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan begitu, masih ada waktu selama maksimal 60 hari sebelum diberhentikan dari DPR dan waktu maksimal 30 hari selama proses kasasi.
"Kami sendiri saat ini sedang memproses penggantinya. Sehingga ketika keputusan dari Presiden sudah keluar, kami sudah siap dengan penggantinya," ujar Herzaky.
Secara moral dan etika, karena sudah diberhentikan tetap dari keanggotaan Partai Demokrat, seharusnya Jhoni Allen dalam kondisi status quo.
Meski masih merupakan anggota DPR, Partai Demokrat mempertanyakan sikap Jhoni. Pasalnya, anggota Komisi V DPR itu telah diberhentikan secara tidak hormat oleh pengurus pusat partai berlambang bintang mercy itu. "Secara moral dan etika, karena sudah diberhentikan tetap dari keanggotaan Partai Demokrat, seharusnya Jhoni Allen dalam kondisi status quo, dan tidak hadir," ujar Herzaky.
Mekanisme PAW diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dalam Pasal 239 ayat 2, pemberhentian antarwaktu terhadap anggota DPR bisa diusulkan oleh partai.
Namun, Pasal 241 menjelaskan, anggota partai politik yang diberhentikan dapat mengajukan keberatan atas pemberhentian tersebut. Pasal 241 ayat 1 menjelaskan, pemberhentian yang sah terhadap Jhoni baru dapat terlaksana setelah adanya putusan pengadilan, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ditemui di Kompleks Parlemen pada Selasa (16/3), Jhoni mengatakan, dirinya memiliki komitmen dalam kerjanya sebagai anggota DPR. Pasalnya, ia dipilih sebagai anggota dewan oleh rakyat, bukan oleh Partai Demokrat. "Kita itu setia pada institusi, itu aja kita komit. Kan suami istri setia karena apa, karena adanya hubungan timbal balik, itu pun bertanggung jawab," ujar Jhoni.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.