Teman dan sejawat menunjukkan simbol tiga jari saar menghadiri pemakaman Khant Nyar Hein, seorang pelajar kedokteran berusia 18 tahun yang gugur dalam aksi unjuk rasa di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021). | STRINGER/EPA

Kabar Utama

WNI di Myanmar Mulai Mengungsi 

Sudah 14 WNI yang berada di penampungan sekolah RI di Yangon

YANGON -- Kondisi Myanmar kini kian tak kondusif menyusul terus bertambahnya korban jiwa terkait gelombang protes melawan kudeta militer yang telah berjalan hampir 50 hari. Pengungsian bagi warga negara Indonesia (WNI) di negara itu disiapkan sehubungan kondisi tersebut.

Duta Besar RI untuk Myanmar Iza Fadri menuturkan bahwa Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan penampungan bagi WNI yang khawatir akan situasi yang kian membara di Myanmar. "Kita siapkan penampungan di sekolah Indonesia di Yangon bagi WNI yang merasa tidak aman," ujar Dubes Iza ketika dihubungi Republika, Selasa (16/3). 

Menurut pantauannya, sudah 14 WNI yang berada di penampungan sekolah RI di Yangon, sementara tiga lainnya sudah kembali ke rumah masing-masing. Dubes Iza juga mengatakan, bahwa pihak Kedutaan Besar RI (KBRI) di Yangon akan membantu pemulangan mandiri bagi WNI yang menginginkan kembali ke Tanah Air. "Kita juga bantu repatriasi mandiri bagi yang ingin pulang," tutur dia.

Sejauh ini, sudah sekitar 52 WNI kembali ke Tanah Air menggunakan penerbangan khusus. Sebanyak 17 WNI juga melapor akan pulang menggunakan Singapore Airlines dan Myanmar Airlines. Sebelum kudeta militer pada 1 Februari lalu, Kementerian Luar Negeri RI mencatat sedikitnya da 500 WNI di Myanmar.

"Bagi WNI yang tidak memiliki keperluan esensial di Myanmar diimbau agar mempertimbangkan untuk pulang ke Indonesia melalui penerbangan khusus yang masih tersedia yaitu Singapore Airlines dan Myanmar Airlines," demikian keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, kemarin.

Kendati demikian, dengan mempertimbangkan situasi terakhir yang mana diberlakukannya darurat militer di sejumlah wilayah di Myanmar, pemerintah RI masih memandang bahwa belum mendesak dilakukan evakuasi seluruh WNI di Myanmar. "Kondisi WNI saat ini relatif aman," ujar Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah kepada Republika, Selasa.

Kemenlu dan KBRI Yangon juga akan membantu pengurusan charter flight jika memang opsi tersebut diminati para WNI. "Kemenlu dan KBRI terus memonitor perkembangan terakhir dan telah menyediakan akses hotline untuk membantu para WNI," ujar pernyataan Kemenlu RI.

Sedangkan lembaga medis dan kemanusiaan dari Indonesia, Mer-C menginformasikan bahwa relawan yang dikirim ke Myanmar kini sudah tidak lagi berada di sana. "Ada dua relawan kita di Myanmar, dan mereka sudah kembali ke RI sejak tahun lalu," ujar Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad kepada Republika, kemarin.

Mer-C selama ini beroperasi di Myanmar dengan kepentingan membangun rumah sakit Indonesia di Negara Bagian Rakhine. Rumah sakit itu dirancang sebagai ikhtiar perdamaian antara umat Buddha dan Muslim Rohingya di wilayah tersebut.

Aksi unjuk rasa di Myanmar terkait kudeta yang dilakukan militer Myanmar pada 1 Februari 2021. Saat itu, tentara menangkap Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Militer melakukan penangkapan setelah pemilu pada November 2020 lalu memenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi. Kemenangan itu memangkas mayopritas kursi proksi militer di parlemen Myanmar. Warga berunjuk rasa menolak kudeta itu dan meminta hasil Pemilu 2020 dijalankan.

Kelompok pemantau Myanmar, Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mencatat setidaknya 20 orang tewas dalam gelombang protes terbaru melawan kudeta militer pada Senin (15/3) waktu setempat. Aparat kian berani terus menggunakan gas air mata, peluru karet hingga peluru tajam dalam menghadapi pengunjuk rasa damai setiap harinya di seluruh negeri.

"Korban meningkat secara drastis," kata AAPP dalam pernyataan yang dikutip laman Channel News Asia, Selasa (16/3).

Sebagian besar kematian Senin adalah demonstran antikudeta yang beberapa di antaranya adalah warga sipil yang bahkan tidak berpartisipasi dalam protes. Pihaknya mencatat lebih dari 180 orang telah tewas sejak kudeta militer 1 Februari lalu.

photo
Polisi berjaga-jaga saat sejumlah aktivis HAM menggelar aksi unjuk rasa di depan Kedubes Myanmar di Kathmandu, Nepal, Senin (15/3).  - (NARENDRA SHRESTHA/EPA)

Sebagian besar pendemo tewas Senin berada di Myanmar tengah, sementara setidaknya tiga tewas di pusat perdagangan Yangon. Kematian di Yangon termasuk dua wanita di rumah mereka yang ditembak ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke jalan.

Gelombang protes hari sebelumnya yakni Ahad (14/3)  menandai satu hari paling mematikan sejak kudeta sejauh ini. The Irrawady mencatat sekurangnya 73 kematian hari itu. Kematian itu terkait tembakan yang dilepaskan militer selepas dibakarnya 32 pabrik milik perusahaan Cina di wilayah industri Hlainthaya di pinggiran Yangon.

The Irrawaddy juga mengonfirmasi 15 kematian pada Senin malam dari beberapa kota. Di antaranya, Kotapraja Aunglan Wilayah Magwe, Kotapraja Gyobingauk dan Bago Wilayah Bago, Kotapraja Monywa Wilayah Sagain, dan Kotapraja Thabeikkyin dan Myingyan Wilayah Mandalay.

Delapan kematian terkait protes lainnya dilaporkan Senin malam di Myingyan dan Thabeikkyin di wilayah Mandalay dan Dawbon dan Kota Dagon Selatan di Yangon. Di Kotapraja Dawbon Yangon, pasukan keamanan menyerang protes malam hari dan menembak satu orang hingga tewas dan melukai beberapa lainnya.

Sebuah video menunjukkan tentara menembak seorang pria, melepaskan pakaiannya dan menyeretnya pergi, sambil melepaskan tembakan ke lingkungan sekitar. Seorang pria juga ditembak mati dan sedikitnya tiga orang terluka ketika polisi dan tentara melepaskan tembakan di Kota Dagon Selatan Yangon sekitar pukul 23.00 waktu setempat pada Senin.

Bentrokan lain antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan terjadi di Kota Hlaingthaya dan Insein di Yangon, dengan tembakan di kedua tempat pada Senin malam. Junta menetapkan enam kota di Yangon di bawah darurat militer setelah kekerasan Ahad. 

Pada Selasa pagi, the Irrawaddy melansir foto-foto penduduk setempat dan imigran yang melarikan diri dari Yangon. Mereka berkerumun di atas truk bak terbuka yang terjebak di kolom lalu lintas yang meliuk-liuk.

Beberapa membawa hewan peliharaan mereka di belakang sepeda motor, sementara yang lain memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas di atas tuk-tuk. "Kami bisa melihat orang-orang di jalan sejauh mata memandang," tulis Democratic Voice of Burma. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat