Tajuk
Momentum Vaksinasi dan Stok Vaksin
Masalah stok vaksin sebagai celah menguatkan dukungan produksi vaksin Merah Putih.
Kekhawatiran soal distribusi vaksin Covid-19 yang adil mulai terlihat. Kekhawatiran ini, awalnya, didengungkan oleh Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) dan sejumlah organisasi pegiat kesehatan internasional sejak akhir tahun lalu.
WHO dan para pegiat, pada waktu itu, menduga akan terjadi saling serobot stok vaksin, yang mengakibatkan negara-negara miskin, atau yang tidak memiliki akses langsung, akan tertinggal mendapatkan vaksin Covid-19.
Sepanjang Januari-Maret 2021 berita internasional memperlihatkan situasi tersebut. Dua pekan lalu, Italia mencegat vaksin yang harusnya dikirim ke Australia, dengan dalih kebutuhan dalam negeri. Sejak Januari, Afrika Selatan dan Uganda membayar per dosis vaksinnya lebih mahal, sekitar dua kali lebih tinggi, daripada negara-negara di Eropa. Negara-negara kecil lainnya belum terdeteksi, apakah pengadaan vaksin mereka juga demikian.
Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah belum memperlihatkan secara terbuka soal masalah ini. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin belum menyiratkan soal kemungkinan Indonesia harus membayar lebih mahal soal pasokan vaksinnya pada masa mendatang.
Namun, tampaknya masalah Indonesia lebih dekat kepada kasus Italia versus Australia, yakni ketersediaan dan keamanan pasokan vaksin secara jangka menengah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin belum menyiratkan soal kemungkinan Indonesia harus membayar lebih mahal soal pasokan vaksinnya pada masa mendatang.
Indonesia intensif menggelar vaksinasi sejak Januari. Perlahan tapi pasti, jumlah orang yang divaksinasi terus meningkat. Saat ini sudah mendekati 5 juta orang yang divaksinasi tahap pertama. Presiden Joko Widodo memberi target ambisius menggelar sejuta vaksinasi per hari untuk rakyat. Target ini tampaknya belum akan terwujud dalam waktu dekat. Masalah utamanya ada di dua hal: Stok vaksin dan kesiapan infrastruktur vaksinasi.
Menkes dalam tiga pekan terakhir terlihat berkali-kali menekankan soal stok vaksin. Khususnya, untuk vaksinasi periode Juli-Desember. Kemarin, dalam rapat kerja dengan Komisi Kesehatan DPR RI, Menkes Budi kembali menyoroti situasi itu. Vaksinasi Januari-Juli bisa dipastikan aman stok dan penyelenggaraannya. Namun setelah itu, Kemenkes terlihat gamang.
Pemerintah agaknya belum sepenuhnya mengamankan pasokan vaksin jangka menengah dan jangka panjang. Indonesia membutuhkan lebih dari 300 juta dosis vaksin untuk bisa mencapai situasi kekebalan komunitas. Stok riil yang ada sekarang baru mencapai sekitar 10 persen dari itu. Jelas masih kurang banyak. Stok vaksin pemerintah didapat dari dua jalur.
Pertama, pembelian vaksin secara langsung ke produsen vaksinnya, seperti Sinovac, Sinopharm, Pfizer, Astrazeneca, dan lainnya. Kedua, pembelian vaksin secara bulk dari Sinovac, dan diproduksi di dalam negeri oleh Bio Farma.
Pemerintah agaknya belum sepenuhnya mengamankan pasokan vaksin jangka menengah dan jangka panjang.
Kita mendesak Presiden Joko Widodo dan Kemenkes tidak menutup-tutupi situasi ini. Jelaskan kepada publik situasi stok vaksin terkini dan yang akan datang. Termasuk jelaskan komitmen pengadaan vaksin tersebut. Apakah Indonesia sudah benar-benar mengamankan pasokan vaksinnya, atau kita tetap harus harap-harap cemas, pasokan itu bisa diserobot negara lain atau belakangan produsen meminta kenaikan harga.
Di sini kemudian pentingnya safari vaksin yang beberapa bulan lalu, digelar intensif oleh Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir. Safari ini selain mencari kesepakatan pasokan, juga harus didukung oleh tim lobi yang baik. Pendekatan yang pada akhirnya tak bisa business as usual, tapi hubungan baik antarnegara, antarpersona.
Momentum vaksinasi jangan sampai terganggu oleh persoalan ini. Sekarang antusiasme publik sedang tinggi-tingginya terhadap vaksinasi. Berbagai pihak tak sabar menggulung lengan baju dan menyiapkan lengannya untuk disuntik. Kita tidak ingin ini malah mereda pada semester depan.
Di sisi lain, masalah stok vaksin ini juga harus dilihat sebagai celah untuk menguatkan dukungan bagi produksi vaksin Merah Putih. Tercatat ada enam institusi yang tengah menyiapkan vaksin lokal. Yang terdepan, sejauh ini, adalah Lembaga Eijkman. Dengan estimasi produksi tahun depan.
Kita tentu mendorong pemerintah via Kementerian Riset dan Teknologi serta Kemenkes tidak kendor mendorong para institusi ini menelurkan vaksin lokal. Maksudnya: Jangan perhatian khusus justru kita arahkan kepada vaksin impor, dan melupakan atau menelantarkan vaksin lokal. Keduanya, kita meminta, berjalan beriringan, atau kalau perlu, totalitas pada vaksin lokal. Dengan demikian, kemandirian vaksin bisa terwujud.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.