Anak dengan disleksia (ilustrasi) | Freepik

Keluarga

Anak Anda Alami Gangguan Belajar? Mungkin Ini Penyebabnya

Disleksia mungkin menjadi satu faktor yang memicu gangguan belajar pada anak.

Pandemi telah menimbulkan berbagai perubahan di berbagai sektor, salah satunya pendidikan. Anak-anak, orang tua, dan sekolah menghadapi kesulitan saat beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh. Selama hampir satu tahun, orang tua dituntut untuk mencari cara asuh anak yang tepat di era normal baru.

Bagi orang tua yang anak-anaknya mengalami kesulitan belajar seperti disleksia, tantangan yang dihadapi menjadi lebih berat. Mereka harus mengawasi anaknya saat bersekolah daring tanpa bantuan dari spesialis yang biasa memberikan dukungan secara langsung di sekolah.

Disleksia sendiri merupakan kesulitan dalam membaca, menulis, dan atau mengeja. Anak-anak dengan disleksia seringkali mengalami hambatan dalam proses mempelajari tata bahasa, memori, dan mengurutkan suatu rangkaian termasuk kesulitan membedakan huruf yang mirip.

Data Dyslexia Association of Singapore (DAS), organisasi layanan sosial yang aktif menyediakan beragam layanan untuk individu yang menyandang disleksia di Singapura dan kawasan sekitarnya, menyatakan bahwa sekitar 10 persen dari total populasi dunia menderita disleksia.

Meski begitu, disleksia tidak memengaruhi tingkat kecerdasan seseorang. Seperti anak-anak lain, anak-anak dengan disleksia memiliki kekuatan dan kelemahan yang unik. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam pengembangan tata bahasa tetapi sangat berbakat di bidang lainnya. Sebagai contoh, seorang anak dengan disleksia dapat memiliki kesulitan untuk menulis dan membaca kata-kata sederhana, namun di saat yang sama sangat pandai dalam musik, olahraga atau seni.

Edmen Leong, Director of Specialised Educational Services of DAS mengatakan bahwa dengan lingkungan inklusif dan campur tangan ahli pendidikan yang tepat, anak-anak tersebut dapat meraih keberhasilan dalam akademik dan berkontribusi di masyarakat dengan bakat mereka. "Kita harus percaya bahwa setiap anak dengan disleksia memiliki potensi unik yang seringkali luput dari perhatian karena kurangnya pemahaman tentang disleksia," kata Edmen dalam keterangan tertulis kepada Republika pada Februari lalu.

Salah satu alasan lain mengapa banyak dari anak-anak dengan disleksia tidak dapat berkembang adalah karena mereka merasa prestasinya lebih buruk dibandingkan orang lain. Akibatnya, anak-anak penyandang disleksia tidak memiliki motivasi dan dorongan untuk berkembang. Itulah mengapa sangat penting bagi orang tua dan pendidik untuk mendorong dan membantu anak-anak tersebut.

Sedangkan Presiden Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr Kristiantini Dewi menyatakan bahwa self-esteem atau penghargaan pada diri sendiri adalah sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan oleh orang tua dan para profesional. Karenanya orang tua perlu memperhatikan apa saja kesulitan serta kegemaran dan bakat mereka. "Orang tua harus menempatkan diri pada posisi anak mereka sehingga mereka tahu apa yang anak itu alami dan apa yang dibutuhkannya. Jadi anak-anak tersebut akan merasa bahwa ada orang lain yang mengetahui perasaannya," ucap Kristiantini.

Hal penting lain yang harus dilakukan orang tua adalah upaya untuk membantu proses membaca dan mengeja sang anak sejak dini. Keduanya sangat penting untuk membantu anak-anak dengan disleksia bisa melanjutkan pembelajaran ke jenjang berikutnya.

 

 

 

Orang tua harus menempatkan diri pada posisi anak mereka sehingga mereka tahu apa yang anak itu alami dan apa yang dibutuhkannya. Jadi anak-anak tersebut akan merasa bahwa ada orang lain yang mengetahui perasaannya.

dr Kristiantini Dewi
 

 

Organisasi pendukung

Organisasi-organisasi seperti DAS dan ADI secara terus-menerus mendukung proses belajar tersebut.  DAS dan ADI merupakan dua organisasi berbeda yang saling mendukung satu sama lain karena mengusung satu visi yang sama. Selama masa pandemi, kedua organisasi tersebut aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti seminar, simposium, dan layanan lainnya secara daring.

Dalam upaya penjangkauan masyarakat, ADI juga memiliki kelompok pendukung bagi para orang tua. Kelompok tersebut diprakarsai oleh sekelompok orang tua dari anak-anak penderita disleksia. Melalui kelompok itulah, para orang tua yang telah memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang disleksia berbagi ilmu dengan orang tua lain yang mengalami kondisi atau tantangan serupa. 

“Saya pikir kegiatan komunitas dan saling berbagi lebih baik dibandingkan konsultasi dengan dokter. Grup ini berkolaborasi sangat baik dengan asosiasi kami. Mereka membantu kami menjangkau komunitas,” jelas Kristiantini. ADI kini telah memiliki cabang di setiap provinsi di Indonesia dengan sekitar 250 orang tua aktif.

Disleksia bukan penyakit yang bila disembuhkan akan hilang. Untuk itu, upaya yang dilakukan DAS dan ADI bukan untuk menekan angka penderita disleksia melainkan upaya untuk mengidentifikasi kesulitan belajar anak secepat mungkin dan melakukan tindakan pencegahan secara komprehensif.

“Jumlahnya tidak akan ditekan karena itu adalah sesuatu yang tidak dapat disembuhkan. Faktanya, kami berhasil apabila bisa melihat angkat tersebut meningkat. Artinya, kami berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat tentang disleksia,” jelas Edmen.

 

 

photo
Anak dengan disleksia (ilustrasi) - (Pixabay)

Terus Beri Pendampingan dan Dukungan

Tammy Sofardi, seorang ibu asal Bandung, harus berjuang ekstra mendampingi buah hatinya yang mengalami disleksia untuk belajar selama pandemi Covid-19. Tammy dikaruniai dua orang anak laki-laki kembar berusia 10 tahun yang keduanya berkebutuhan khusus, yaitu anak pertama merupakan penyandang disleksia dan anak kedua penyandang autis (ASD/Autism Spectrum Disorder).

Tammy mengatakan bahwa belajar di masa pandemi merupakan tantangan baru bagi setiap anak terutama anak disleksia. Sebab anak harus belajar jarak jauh lalu mendapatkan sejumlah tugas namun minim pengawasan langsung dari guru pada saat proses pengerjaan tugas-tugas tersebut.

“Jadi sudah dipastikan akan muncul penolakan-penolakan terhadap proses belajar mengajar yang kurang nyaman kurang pas untuk anak Disleksia. Itu ditandai dengan munculnya perilaku semakin agresif, penurunan tingkat kepatuhan, penurunan fungsi eksekutif, dan juga adanya peningkatan screen time dibandingkan pada sebelum masa pandemi,” kata Tammy kepada Republika pada Senin (22/2).

Untuk itulah sebagai orang tua, Tammy berusaha selalu hadir memberikan dukungan, bantuan, dalam bentuk pendampingan kepada anak saat belajar, juga memahami kesulitan yang dialami anak. Dia juga selalu menyusun strategi sendiri agar anaknya dapat belajar dengan metode tepat sehingga tercipta situasi kondusif yang nyaman bagi anak. Pemberian akomodasi sesuai dengan porsi yang diperlukan anak akan memberikan hasil yang lebih maksimal.

“Selain rajin konsultasi dengan ahli, sebagai orang tua, kita harus maksimal memberikan perhatian kepada anak, bisa menjadi teman, bisa menempatkan diri pada posisi anak sehingga tahu apa yang anak itu alami dan apa yang dibutuhkannya,” jelas Tammy.

Hal penting yang harus dihindari orang tua dalam mendampingi anak berkebutuhan khusus seperti disleksia adalah tidak boleh membanding-bandingkan anak dengan anak lain. Menurut Tammy, membandingkan anak secara tidak langsung tanpa sadar akan menjatuhkan harga diri anak nantinya.

Di Indonesia sendiri banyak orang tua dan pendidik yang belum teredukasi dengan penyakit disleksia. Karenanya banyak anak penyandang disleksia yang tidak terdeteksi sedari dini. Namun Tammy termasuk orang tua yang cekatan dan peduli akan perkembanga anak, sehingga setelah menyadari ada yang berbeda dari proses tumbuh kembang anak, ia segera berkonsultasi dan memeriksakan anak ke dokter.

“Saya periksakan anak saya ke dokter dan melakukan serangkaian observasi, sebelum akhirnya didiagnosa disleksia. Ketika itu anak saya baru naik kelas 3 SD, usia 8 tahun,” kata Tammy.

Namun demikian menurut Tammy, anaknya sudah menujukkan tanda-tanda disleksia sejak masih balita. Ketika balita, anaknya mengalami keterlambatan berbicara, susah sekali untuk fokus, duduk rapi di tempat duduk ketika belajar, sangat banyak distraksi dan juga sangat banyak mengeluh dan alasan ketika ditanyakan atau diajak untuk belajar seperti membaca, menghitung, dan menulis.

“Ketika di rumah dan diminta mengulang pelajaran dari sekolah, anak saya juga cenderung tidak bisa diam dan fokusnya pendek sekali, dan cepat lupa apa yang baru saja diajarkan. Dari situ saya mulai banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlintas namun belum mendapatkan jawabannya, hingga di usia delapan tahun itu diperiksa kembali dan didiagnosa disleksia,” kata Tammy.

Anak dengan disleksia juga perlu ditanamkan kepercayaan dirinya, sehingga anak tidak terlalu kesulitan ketika bergaul dengan teman sebayanya. Tammy juga paham akan hal itu, karenanya ia selalu memberikan pemahaman kepada anaknya bahwa setiap orang memiliki keunikan, kekurangan dan kelebihannya masing-masing.

“Saya sendiri semaksimal mungkin mempersiapkan anak agar mereka mampu menyatakan pendapat, mampu menghadapi situasi dalam pergaulan, mampu menangani tugas dengan lebih mudah dan juga agar mereka mampu mengatasi tekanan dan penolakan,” ungkap Tammy.

Perlu dipahami bahwa anak dengan disleksia mungkin kesulitan dalam hal membaca atau menulis, namun di sisi lain anak akan sangat pandai dalam bidang lain seperti musik, olahraga atau seni. Itu tercermin dari musisi kenamaan dunia John Lennon dan gitaris band Sheila On 7 yaitu Eros Chandra, yang ternyata merupakan penyandang disleksia.

Lalu bagaimana Tammy menggali potensi anaknya? Ia mengaku telah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan stimulasi dengan cara mengenalkan, memberikan contoh, memberikan motivasi, memberi tantangan dibarengi dengan pemberian fasilitas juga dapat mengenalkan profil dan semangat tokoh-tokoh sukses dalam bidangnya agar anak terus optimis semangat menemukan dan mengembangkan potensi dan talentanya.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat