Khazanah
Milenial Berperan Kembangkan Wakaf Uang
Literasi umat tentang wakaf uang masih rendah.
JAKARTA — Generasi milenial dinilai berperan besar mengembangkan wakaf uang. Sebab, mereka menguasai perkembangan teknologi dan memahami pemasaran digital yang menjadi kunci pengembangan wakaf uang.
“Dalam sejarah perkembangan Islam, fondasi peradaban dibangun oleh anak-anak muda yang terus ingin melakukan perubahan,” ucap Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Raharjo, pada Jumat (5/3).
Pihaknya mencatat saat ini realisasi wakaf uang sebesar Rp 800 miliar. Adapun realisasi tersebut mencakup wakaf uang Project Based aset fisik sebesar Rp 600 miliar dan sisanya sebesar Rp 200 miliar merupakan endowment fund atau berbasis LKS-PWU.
Sementara Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Muhammad Nuh menambahkan generasi milenial merupakan investasi masa depan ekonomi syariah dan filantropi Islam seperti wakaf di Indonesia. BWI gencar melakukan gerakan literasi dan sosialisasi kalangan anak muda, terlebih di dunia kampus.
“Langkah ini penting, untuk menyiapkan generasi yang inklusif terhadap perkembangan zaman dan teknologi dengan basis literasi perwakafan yang baik,” ucapnya.
Selama ini, kata dia, masyarakat cenderung menyalurkan wakaf melalui aset tidak bergerak (wakaf sosial) seperti pembangunan tempat ibadah (masjid, langgar, mushola), dan makam. Dengan berwakaf Nuh menyebut para pewakaf (wakif) dapat berkontribusi dalam membangun kembali perekonomian yang terdampak pandemi, dan manfaatnya akan terus mengalir dan memberikan kebahagiaan bagi sesama.
“Untuk membantu literasi dan sosialisasi Wakaf, sudah saatnya melakukan migrasi transformasi digital system untuk perkembangan perwakafan nasional guna meningkatkan kepercayaan masyarakat dan akuntabilitas Nazhir,” ucapnya.
Wakaf uang memiliki manfaat yang sangat luas bagi masyarakat. Sayangnya, pengetahuan atau literasi masyarakat tentang wakaf uang masih rendah sehingga harus ditingkatkan.
Wakaf uang, menurut Komisioner Badan Wakaf Indonesia (BWI) Susono Yusuf, juga aman. Sebab, Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWU) selalu terkait dengan program yang sudah didesain sedemikian rupa.
“Artinya, tidak akan pernah ada gerakan wakaf uang sebelum programnya jelas,” ujar Susono kepada Republika.
Dia menerangkan, GWU yang sedang digencarkan ada yang disalurkan ke program Wakaf Peduli Indonesia (Kalisa), Gerakan Wakaf Indonesia, dan Wakaf Bangun Negeri (Akbari). Selain itu, ada cash waqf linked sukuk (CWLS) yang sifatnya investasi sementara atau selamanya.
"Itu semua produk program (GWU), begitu program sudah didesain sedemikian rupa baru diluncurkan (gerakan wakafnya). Jadi, masyarakat yang mau wakaf uang itu tinggal pilih mau masuk ke program apa," ujar Susono.
Ia juga mengatakan, manfaat atau keuntungan yang diperoleh masyarakat dari wakaf uang sangat luas bergantung pada programnya.
"Kalau ditanya manfaat hasil wakaf, kalau dari aspek kesehatan untuk memberikan pengobatan gratis, penanganan medis secara gratis kepada masyarakat (mauqufalaih)," ujarnya.
Hasil dari wakaf produktif juga bisa untuk pendampingan kewirausahaan masyarakat. Selain itu, hasil wakaf produktif bisa untuk beasiswa atau layanan pendidikan. Bahkan, saat pandemi Covid-19, BWI menyalurkan alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis dari hasil wakaf.
"Jadi, itu (hasil wakaf) sangat elastis dan dimensinya sangat luas,’’ ujar dia.
Namun, ia menyayangkan karena baru sebagian kecil masyarakat Muslim yang memberikan respons positif terhadap GWU. Sebagian besar masyarakat belum memiliki literasi wakaf yang cukup karena wakaf belum seperti zakat.
"Kalau teman-teman BWI tidak bergerak, tidak akan berkembang pemahaman dan literasi masyarakat tentang wakaf. Sebab orang sering kali tidak mengerti bedanya antara wakaf, infak, sedekah, dan zakat," katanya.
Sebelumnya, Wakil Presiden (Wapres) KH Ma'ruf Amin mengimbau masyarakat tidak ragu berwakaf dengan menggunakan uang. Ia memastikan, wakaf uang yang akan terhimpun bukan uang secara fisik, melainkan nilai.
“Nilai ini yang kemudian diinvestasikan di berbagai portofolio yang aman dan menguntungkan, lalu manfaatnya akan diberikan kepada penerima wakaf (wakif),” kata Wapres dalam webinar bertajuk “Potensi Wakaf Besar Tapi Literasinya Rendah”, Kamis (4/3).
Pemerintah, kata Wapres, hanya memfasilitasi di bawah koordinasi BWI. Ia menegaskan, pengelolaan wakaf uang terjamin melalui lembaga penerima wakaf berupa bank. Setelah melalui bank, nantinya wakaf dikembangkan agar nilainya tidak berkurang atau hilang, tapi menguntungkan.
"Nah, hasilnya itu nanti dikembalikan kepada nazir sesuai niat si pemberi wakaf untuk apa? Untuk dibuat pendidikan? Untuk sosial? Untuk beasiswa? Atau untuk misalnya pengembangan ekonomi masyarakat? Nanti itu semua bisa disalurkan sesuai keinginan pemberi wakaf itu," ujar Wapres.
Pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono, menilai, rendahnya kampanye dan literasi gerakan wakaf uang menjadi faktor rendahnya penghimpunan. Meski belum ada data konkret penghimpunan wakaf uang, dia juga melihat minimnya antusiasme umat.
Menurut Yusuf, rendahnya antusiasme masyarakat Muslim tersebut disebabkan adanya sejumlah isu yang berkaitan antara umat dengan pemerintah. Artinya, kata dia, penyandaran ikon GWU sendiri lebih cenderung dimaknai atas pemerintah dibandingkan BWI.
“Inilah yang dinilai membuat sikap skeptis yang tumbuh di kalangan umat,” ujar dia.
Untuk itu, ia mengimbau BWI untuk lebih tampil dan menjelaskan bahwa institusi itu adalah nazir yang ditunjuk dalam GWU. Tampilnya BWI sebagai nazir perlu dikenali umat Islam agar keraguan terhadap wakaf uang bisa diminimalisasi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.