|

Khazanah

Bolehkah Akikah untuk Diri Sendiri?

Akikah merupakan ibadah sunnah yang merupakan tanda kesyukuran.

OLEH UMAR MUKHTAR 

Bagi sebagian Muslim, melaksanakan akikah untuk anak mereka yang baru lahir, bukan hal yang mudah atau ringan. Bahkan, bisa menjadi berat, mengingat keterbatasan ekonomi. Karena itu, mereka tidak mengakikahi anaknya di hari ketujuh setelah kelahiran.  

Lantas, bagaimana jika saat dewasa anak tersebut mengakikahi dirinya sendiri? Apa hukumnya dan bagaimana Islam memandang perkara ini? 

Pakar ushul fikih dari Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Situbondo, Jawa Timur, KH Afifuddin Muhajir, menjelaskan, akikah itu berarti hewan, dalam hal ini kambing, yang disembelih pada hari ketujuh setelah kelahiran seorang anak. “Jadi, pada dasarnya akikah itu dilaksanakan pada hari ketujuh dari hari kelahiran,” ujar Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kepada Republika, Senin (1/3).

Namun, Kiai Afifuddin memahami, sering kali ada orang yang tidak sempat melaksanakan akikah pada hari ketujuh tersebut karena keterbatasan dana. Jika keadaan ini yang terjadi sehingga akikah tidak bisa digelar di hari ketujuh, tidak ada persoalan atas hal tersebut.

Meski begitu, Kiai Afifuddin mengatakan, diharapkan akikah dapat dilaksanakan pada 40 hari setelah kelahiran. “Bagaimana kalau setelah 40 hari kelahiran masih tidak sempat akikahan karena berbagai alasan? Tidak apa-apa juga,” kata penerima gelar doktor honoris causa dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang itu.

Kendati demikian, Kiai Afifuddin mengingatkan, orang tua tetap perlu berupaya melakukan akikah selama anaknya masih di usia tamyiz. Batas usia tamyiz, yakni sekitar tujuh tahun. Lalu, bagaimana jika masih juga tidak sanggup menggelar akikah? Dia menyampaikan, akikah masih bisa dilaksanakan, tetapi usahakan sebelum anaknya mencapai baligh.

photo
Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa (tengah), Ketua MUI Jember KH Halim Soebahar (kanan), Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Banyuputih, Situbondo KH Afifuddin Muhajir (kiri), Pengurus Cabang NU KH Misbahus Salam (kedua kanan), Pengelola City Forest and Farm Arum Sabil (kedua kiri), memperlihatkan buku saat silaturrahmi Khofifah dengan relawan dan pendukung di City Forest and Farm, Sumbersari, Jember, Jawa Timur, Selasa (17/7/2019) sebelum pandemi Covid-19. - (ANTARA FOTO)

“Karena kalau sudah aqil baligh, maka sudah bukan tanggungan orang tua untuk mengakikahi anaknya. Jadi terserah pada yang bersangkutan (si anak). Jadi, kalau sudah baligh, dan dulu oleh orang tua tidak diakikahi, tidak masalah akikah sendiri,”ujar pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo ini.

Lebih lanjut, Kiai Afifuddin menyampaikan, hukum melakukan akikah memang tidak wajib tetapi sunah. Walau demikian, Rasulullah SAW menganjurkan untuk melaksanakan akikah tidak hanya melalui lisan, tetapi juga praktik.

Rasulullah SAW mengakikahi kedua cucunya, Hasan dan Husein, di hari ketujuh setelah kelahiran. Dalam hadis Ibnu Abbas, Rasulullah SAW menyembelih kambing untuk Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi SAW.

Dalam hadis riwayat Samurah bin Jundab, Rasulullah SAW bersabda bahwa semua anak bayi tergadaikan dengan akikahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama, dan dicukur rambutnya. 

“Artinya orang tua itu sangat dianjurkan untuk mengakikahi, dengan niat utama adalah mengikuti sunah Nabi. Niat kedua adalah demi kesehatan rohani dan jasmani anak yang diakikahi itu. Jadi, boleh saja (mengakikahi diri sendiri), tetapi tetap dianjurkan (akikah oleh orang tua) karena di dalam akikah ada unsur sedekahnya,” kata Kiai Afifuddin.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat