Perencanaan
Pengelola Uang Keluarga, Suami atau Istri?
Semua urusan keuangan keluarga tergantung kesepakatan suami istri.
Urusan mengatur keuangan keluarga tampaknya bukan hal mudah. Untuk pasangan suami istri yang sama-sama bekerja dan punya penghasilan boleh jadi punya strategi sendiri untuk mengatur keuangan keluarga. Biasanya, sang ibu atau istri yang menjadi tumpuan agar mampu mengelola keuangan keluarga dengan benar.
Itu pula yang dialami oleh Nurfitri Budi (28 tahun) yang sempat bingung harus mengatur keuangan keluarganya saat pandemi ini.
Lantaran lebih banyak di rumah, dia pun kaget lantaran pengeluaran keluarganya untuk jajan atau belanja makanan jadi membengkak. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya bisa mencapai hingga Rp 1 juta per bulan hanya untuk mencicipi berbagai kuliner dari aplikasi ojek daring. Sang suami pun kerap geleng-geleng kepala, jika ia dan dua anaknya melaporkan kuliner apa saja yang sudah mereka beli dalam satu hari.
“Anak saya sebenarnya tidak terlalu suka jajan, tapi saya suka beli saja. Misalnya saya beli martabak, mereka cicipi satu, saya sisanya bersama suami,” ungkap Nurfitri saat kepada Republika.
Belanja kuliner secara daring ini memang baru ia lakukan semasa pandemi, dan memang jadi menambah pengeluaran tiap bulannya. Ia mengatakan, jajan ini memang memberatkan tapi susah juga untuk direm. “Gaji suami itu saya yang atur, hasil usaha online saya pun juga saya yang kelola. Dan sekarang, khusus jajan kuliner itu jadi masuk ke dalam list pengeluaran,” kata perempuan yang juga memiliki bisnis perlengkapan bayi itu.
Gaji suami itu saya yang atur, hasil usaha online saya pun juga saya yang kelola. Dan sekarang, khusus jajan kuliner itu jadi masuk ke dalam list pengeluaran.
Ia mengira pandemi akan berakhir pada pengujung 2020, ternyata masih berlanjut dan kini ia mulai mengurangi pengeluaran jajan kuliner tersebut. “Ya lama-lama jenuh juga sih, makanya sekarang lagi mengurangi,” ucapnya.
Alasan dia senang melakukan jajan kuliner di aplikasi ojek daring lantaran pernah sekali membeli makanan dan rasanya ternyata enak. Lalu ia mencoba beli jenis makanan lain, ternyata dapat yang tidak enak.
Jajan kuliner inilah yang masih sering jadi perdebatan keduanya dalam mengelola keuangan keluarga. Dan setiap bulan, Nurfitri yang memang didaulat sebagai ‘menteri keuangan’ keluarga sudah memisahkan dana yang akan dikeluarkan.
Misalnya, ia membagi antara uang untuk kebutuhan rumah bulanan seperti sabun, sampo, odol, deterjen, sabun pencuci piring, dan lainnya. Lalu kebutuhan bulanan anak seperti popok, susu, dan perintilan lain untuk bontot, dan SPP sekolah untuk sulung.
Untuk kebutuhan makanan harian juga sudah dipisah lagi, dan juga untuk ongkos serta uang makan suami di kantornya. Ia juga menyiapkan buku untuk mencatat jika ada pengeluaran di luar kebutuhan, seperti sebelum pandemi adalah beli baju baru, atau jajan kuliner di luar.
“Dulu sebelum pandemi saya jajan keluar dan sebulan paling tiga kali makan di luar. Makanya jadi malah lebih boros pas pandemi, itu yang bikin suami marah waktu awal pandemi. Sekarang dia sudah mulai membiarkan tapi akan kita atur lagi strateginya agar tidak terlalu boros,” kata Nurfitri.
Setiap keluarga boleh jadi punya cara sendiri untuk mengatur keuangan keluarganya. Ada suami yang menerima keuangan keluarga diatur sang istri. Namun, ada juga suami yang ingin tetap mengelola uangnya sendiri sehingga setiap bulan hanya memberi jatah uang bulanan kebutuhan yang diperlukan.
Seperti yang dilakukan salah satu warga Depok, Ambar Suhardini (28) yang mengaku uang suami, uang dirinya, dan uang bersama semuanya dikelola terpisah. Sehingga itu membuat keduanya lebih leluasa untuk memberikan uang bulanan pada orang tua dan jika ingin membantu teman yang sedang sulit.
Kalau saya, uang itu dipisah. Tapi tetap diomongin untuk apa saja uangnya, malah kalau misal saya atau suami yang kehabisan uang, ya kita saling pinjam saja.
“Jadi kalau saya, uang itu dipisah. Tapi tetap diomongin untuk apa saja uangnya, malah kalau misal saya atau suami yang kehabisan uang, ya kita saling pinjam saja. Misal uang suami sudah dipakai buat kasih saya, buat dia ongkos, lalu dia ada keperluan lain tapi tidak ada uang lagi, itu dia pinjam uang saya dulu nanti diganti,” papar dia.
Kategori uang bersama adalah uang kebutuhan hidup sehari-hari, uang untuk anak yang kini berusia 1,5 tahun, dan uang tabungan. “Uang tabungan juga dipisah lagi, ada untuk anak sekolah nanti kalau dia udah besar, ada juga untuk tabungan dana darurat,” kata perempuan yang sedang hamil anak kedua itu.
Bagaimana dengan pengelolaan keuangan keluarga Anda?
Disepakati Bersama
Perencana keuangan OneShildt Financial Planning, Agustina Fitria Aryani, menilai sosok yang bertugas menjadi manajer keuangan keluarga itu memang harus disepakati bersama.
Jika suami mempercayakan istri untuk mengelola uang, maka serahkan kepada istri. Atau jika suami merasa mampu mengurus uang sendiri dan ingin pisah pengelolaannya, maka juga dipersilakan. “Disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dalam mengelola uang,” kata Agustina saat dihubungi /Republika/.
Bisa jadi istri yang lebih pintar atau suami yang lebuh cakap dalam mengelola uang. Sebaiknya, peran manajer keuangan keluarga dipegang oleh yang lebih disiplin dan juga pandai mengelola uang, lalu terbuka serta sepakat dalam pembagian tugas.
“Termasuk pos-pos pengeluaran mana saja yang menjadi tanggung jawab dari penghasilan suami, dan pos mana yang butuh support dari penghasilan istri. Juga dibicarakan pos-pos bantuan untuk keluarga besar,” kata dia.
Sesuaikan dengan kemampuan masing-masing dalam mengelola uang.
Agustina Fitria Aryani, perencana keuangan
Misalnya sebelum menikah masing-masing sudah ada tanggungan biaya hidup orang tua atau saudara, maka setelah menikah didiskusikan secara terbuka. Lalu pos-pos untuk kesenangan atau hobi masing-masing juga dibahas.
Kesenangan keduanya harus dibicarakan agar bisa menikmati hasil jerih payah dari pekerjaan. Atau bisa juga dinikmati bersama misalkan dengan liburan bersama, atau saling bertukar kado.
“Termasuk soal utang piutang. Jika ada utang yang dimiliki sebelum pernikahan, harus dibicarakan dan buat rencana pelunasan agar tidak berkepanjangan, apalagi jika itu utang konsumtif dengan bunga yang tinggi,” ucap Agustina.
Dan jika setelah menikah ada rencana membeli sesuatu dengan utang baru, pastinya ini juga jadi hal yang harus didiskusikan. Tujuannya agar bisa diketahui apakah keuangan keluarga mampu untuk membayarnya atau tidak.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.