Sehat
Jangan Lupa Perhatikan Gizi Anak
Periode emas pertumbuhan anak sangat terkait dengan asupan gizi.
Seiring pertumbuhan buah hati, tiap ibu boleh jadi dihadapkan dengan berbagai macam tantangan seperti perubahan fisik, hormon hingga emosional. Tuntutan lingkungan terdekat terhadap konsep pola asuh hingga derasnya berbagai informasi yang ada perlu disaring sesuai kebutuhan diri.
Di saat bersamaan, ibu juga perlu menjaga kesehatan mentalnya melalui psikoedukasi pola asuh (parenting) dalam mengasuh si kecil, agar kualitas ikatan batin antara ibu dan anak menjadi optimal. Inilah yang perlu diperhatikan selama 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) anak.
Seorang digital content creator dan ibu satu anak, Acha Sinaga merasakan tantangan tersendiri sejak kehamilan pertama. Dia dan suami sepakat untuk gigih dalam mencari informasi untuk mengoptimalkan 1.000 HPK sang buah hati.
Tantangan yang dihadapinya adalah munculnya berbagai opini baru tentang cara yang benar dalam mengasuh anak yang mempengaruhi sisi emosional dia sehingga semakin sulit untuk menyerap informasi penting.
Selain itu, peran ayah sebagai sistem dukungan bagi ibu juga tak kalah penting, agar stimulasi dapat terpenuhi secara tepat hingga kesehatan mental bagi Ibu juga terjaga. “Tapi dukungan suami itu memang sangat penting ya, aku yang kadang bisa marah-marah jadi bisa istirahat,” kata Acha.
Seribu HPK anak merupakan periode emas anak yang tidak dapat terulang. Penting untuk tetap mengoptimalkan perkembangan anak, kendati orang tua masih melakukan kerja dari rumah (WFH).
Psikolog Rumah Dandelion, Nadya Pramesrani, M.Psi. mengatakan sejak kelahiran bayi, ibu memang biasanya menghadapi stres dengan adaptasi baru. Ditambah kewajiban WFH, ini bisa seolah memberikan beban lebih bagi ibu. “WFH yang seharusnya jadi lebih mudah bagi orang tua, tapi memang jadi tidak jelas antara WFH dan mengurus anak, tapi sebaiknya diatur kapan bekerja dan mengasuh,” kata Nadya dalam webinar “Zwitsal 1000 Hari Pertama Si Kecil” yang berlangsung pada Januari lalu.
Untuk mengurangi distraksi, perlu lebih jelas antara waktu bekerja dan menemani buah hati sepenuhnya secara berkualitas. Jika tidak, tetap persiapkan diri menghadapi hal yang tidak sesuai ekspektasi. Hal yang tidak kalah penting adalah membuat kesepakatan dengan pasangan. Di sinilah pentingnya sistem dukungan dari pasangan agar lebih siap saat menghadapi konflik.
Nadya mengatakan hal yang utama bagi orang tua adalah belajar, terutama apa saja yang perlu dilakukan sehingga konsep asah, asih dan asuhnya dilakukan dengan baik. Tidak hanya belajar bagaimana mempersiapkan nutrisi dan stimulasi anak tetapi juga menyiapkan diri untuk menghadapi skenario buruk. ''Orang tua perlu mempersiapkan diri menghadapi kondisi tidak ideal saat mengasuh. Siapkan skenario buruk sehingga orang tua menjadi lebih berhari-hati,'' katanya.
Atalia Praratya Kamil, Ketua Tim Penyelenggara Sekolah Perempuan Capai Impian dan Cita-cita (Sekoci) mengatakan untuk menciptakan generasi emas dimulai dengan mempersiapkan 1000 HPK pada anak. Tumbuh kembang anak harus optimal, sehingga perlu dipersiapkan secara seimbang. Sebagai orang tua tentu saja harus bersemangat dalam kondisi apa pun termasuk pada masa pandemi Covid-19. “Tidak saja melalui pemenuhan nutrisi untuk perkembangan otak, namun pemenuhan lainnya melalui asah-asih-asuh,” ujarnya.
Maulani Affandi, Head of Skin Cleansing and Baby Unilever Indonesia mengatakan konsep asah-asih-asuh akan menjadi pilar utama program 1.000 HPK Zwitsal yang juga sejalan dengan program pemerintah dalam menjalankan Proyek Prioritas (PRO PN) Pengasuhan 1.000 HPK bagi ibu hamil dan keluarga anak di bawah usia dua tahun.
Pendampingan psikoedukasi yang dihadirkan berupa edukasi yang meningkatkan pemahaman secara holistik karena tidak saja memperhatikan tumbuh kembang anak, namun juga kesehatan mental dan psikologis para Ibu. Bentuk pendampingan lainnya seperti menghadirkan konsultasi pediatrik dan melacak imunisasi yang bisa diakses melalui aplikasi Hallo Bumil. Lewat aplikasi ini, para ibu tidak hanya bisa membaca konten terpercaya dan edukatif seputar 1.000 HPK, tetapi juga bisa berkonsultasi dengan dokter serta mencatat jadwal imunisasi anak agar tidak terlewat.
Tidak saja melalui pemenuhan nutrisi untuk perkembangan otak, namun pemenuhan lainnya melalui asah-asih-asuh.
Atalia Praratya Kamil
Jangan Membandingkan Anak
Perhitungan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak bukan dimulai sejak bayi lahir, melainkan sejak pertama kali terjadinya pembuahan, yakni terdiri atas sembilan bulan dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Penting untuk menjaga periode emas ini dengan nutrisi dan stimulasi yang tepat.
Dokter Spesialis Anak, dr Miza Afrizal, BMedSc, SpA, MKes, mengatakan kerusakan akibat tidak optimalnya periode ini juga bersifat tidak bisa diperbaiki. Sampai si anak berusia dua tahun, perkembangan otak mereka sudah mencapai sebanyak 80 persen. Apabila ada sesuatu yang salah dari nutrisi maupun stimulasi, maka itu bersifat tidak bisa diperbaiki lagi.
Selain kekurangan gizi kronis (stunting), dampak tidak terpenuhinya kebutuhan 1.000 HPK anak adalah menurunnya fungsi kognitif. Hal itu sudah jelas terbukti dari banyak penelitian bahwa fungsi kognitif atau kecerdasan anak akan menurun atau tidak mencapai potensialnya. “Bukan berarti kurang pintar, tapi potensi anak tidak tercapai maksimal. Memang kalau terlewat gangguannya tidak bisa dicapai lagi, maksimalnya,“ kata Miza.
Akan tetapi hal itu bukan berarti membuat orang tua pasrah, melainkan tetap perlu berupaya seoptimal mungkin. Kendati nantinya tidak mencapai angka maksimal, namun bisa mencapai semaksimal yang bisa dicapai.
Banyak hal yang menentukan keberhasilan 1.000 HPK, mulai dari nutrisi, stimulasi, dan tentunya ikatan perasaan yang kuat antara orang tua dan anak sejak masih dalam kandungan. Tidak hanya bermanfaat untuk tumbuh kembang, ikatan yang kuat juga diperlukan bayi untuk membuatnya tenang saat menghadapi lingkungan baru di luar kandungan. Penting bagi ibu untuk memenuhi kebutuhan dasar anak yaitu tumbuh, dicintai, dan bermain untuk tumbuh kembang yang optimal.
Miza juga menyoroti tren yang muncul di masyarakat yaitu membanding-bandingan kemampuan anak di usia tertentu. Padahal, menurut dia, setiap anak punya stimulasi yang berbeda. ‘’Saya lihat lomba pintar-pintaran, lomba usia berapa bisa duduk, lari dan lainnya, padahal stimulasi anak tidak bisa disamakan karena sifatnya itu range, jarak,” kata Miza.
Miza mencontohkan anak bisa duduk di usia 4-7 bulan, misalnya, itu tidak berarti ada anak yang kurang atau lebih pintar. Padahal, keduanya adalah waktu yang normal. Maka, dia pun menyarankan agar stimulasi tetap diberikan sesuai kemampuan. Tidak lupa pula orang tua tetap memantau perkembangan anak sesuai usia, salah satunya melalui panduan Kartu Menuju Sehat (KMS). ''Jangan sampai memaksakan anak yang belum bisa melakukannya sehingga mencederai anak,'' ujarnya.
Optimalkan Tumbuh Kembang Anak Masa Pandemi
Pada masa pandemi Covid 19, tak ayal orang tua berhadapan dengan tantangan lantaran aktivitas di luar rumah masih terbatas maupun pembelajaran jarak jauh secara digital. Peran orang tua kian penting dalam mendukung anak untuk tetap tumbuh optimal serta memiliki emosional baik di tengah pandemi Covid 19 yang belum mereda.
Lantas, bagaimana agar tumbuh kembang anak tetap optimal meski dalam kondisi pandemi seperti saat ini? Berikut rekomendasi pakar:
1. Perhatikan nutrisi untuk pencernaan anak
Nutrisi yang seimbang dapat memperkuat kesehatan pencernaan, otak, hingga emosionalnya, sehingga dapat memberikan dampak positif yang menyeluruh bagi tumbuh kembang anak.
Ahli gizi dan penulis buku, Dr Rita Ramayulis mengatakan untuk mencapai pertumbuhan yang menyeluruh, orang tua dapat mulai memperhatikan nutrisi untuk pencernaan anak. “Salah satu nutrisi untuk pencernaan sehat yang dapat dikonsumsi anak adalah prebiotik atau makanan bagi bakteri baik. Sebagai contoh, prebiotik dapat ditemukan pada sayur, buah, atau susu pertumbuhan untuk anak di atas satu tahun yang diperkaya dengan prebiotik,” jelas Rita yang sudah menulis lebih dari tiga puluh buku tentang gizi.
Pencernaan juga dikenal sebagai otak kedua karena perannya yang penting untuk mendukung kerja otak dan memproduksi berbagai zat penting untuk tubuh. Saluran cerna juga saling berkomunikasi dengan otak, yang dikenal dengan gut-brain axis. Proses ini terjadi ketika mikrobiota di saluran pencernaan berkomunikasi dengan otak melalui interaksi dua arah melalui rute saraf, imunologis dan hormonal. Maka, penting bagi orang tua untuk memastikan anak tumbuh dengan pencernaan yang sehat.
2. Perhatikan perkembangan sosial-emosional anak
Beradaptasi dengan kenormalan baru dapat terasa sangat menantang bagi anak. Oleh sebab itu, orang tua perlu memberi perhatian lebih pada perkembangan sosial-emosional anak. Anda bisa menjadikan momen tahun baru untuk mempelajari lebih lanjut tentang hal-hal yang mempengaruhi mood anak, menemukan aktivitas-aktivitas seru untuk membuat anak ceria, mengajarkan empati, dan menerapkan pola asuh yang baik.
Dokter spesialis anak dan konsultan tumbuh kembang Bernie Endyarni Medise menjelaskan, perkembangan emosi adalah bagaimana anak bisa berinteraksi, mengungkapkan emosinya, memperlihatkan emosinya, mengerti emosi orang lain. "Perkembangan emosi dipengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah genetik tetapi hanya mewakili sekitar 30 persen. Kemudian yang penting itu adalah faktor nutrisi dan lingkungan," kata dia.
3. Ajak anak berbuat kebaikan
Dalam pidatonya pada awal 2021, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyampaikan pesan yang menarik tentang bagaimana kebaikan telah membantu masyarakat dunia berhasil melalui masa-masa sulit. Pesan ini juga bisa Anda jadikan inspirasi untuk mengajak si kecil semakin memiliki kebaikan hati dan mengerti pentingnya berbuat kebaikan dan peduli pada orang-orang serta lingkungan sekitarnya.
Anda bisa memulainya dengan hal-hal kecil seperti mengucapkan terima kasih, hingga yang lebih besar seperti melibatkan anak untuk berdonasi. Akan lebih baik lagi jika orang tua bisa menjadikan ajang berbuat kebaikan sebagai sebuah aktivitas yang menyenangkan, sehingga anak akan terdorong untuk melakukannya lagi di kemudian hari.
4.Latih kemampuan motorik kasar dan halus pada anak
Kemampuan motorik kasar dan halus merupakan dua hal yang bisa menjadi acuan perkembangan anak. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk terus melatihnya. Berbagai aktivitas di rumah yang bisa melatih kemampuan motorik di antaranya ialah membaca buku, olahraga, memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain, mendeteksi benda-benda di sekitar, hingga meronce.
Psikolog Nadya Pramesrani menyebutkan bahwa selain bermanfaat untuk anak, kegiatan untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar dan halus dapat menjadi momen untuk mempererat hubungan antara anak dengan orang tua. “Dengan memberikan stimulasi bagi anak, biasanya stimulasi pada aspek-aspek lain seperti sosial emosional dan bahasa juga ikut terdorong,” kata Nadya.
5. Libatkan anak dalam membuat pilihan di kehidupan sehari-hari
Melibatkan anak-anak untuk membuat pilihan akan melatih anak untuk memiliki kemampuan berpikir yang baik dan berani bertanggung jawab dengan pilihannya. Dari usia 2 tahun, orang tua dapat mulai melatih si kecil untuk membuat pilihan sendiri di kehidupan sehari-hari.
Psikolog Nadya Pramesrani mengatakan bahwa orang tua dapat mulai melatihnya dengan cara-cara sederhana seperti membiarkan anak untuk memilih makanan atau memilih baju yang ia kenakan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.