Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 Sinovac ke tenaga kesehatan saat vaksinasi Covid-19 massal di Poltekkes Kemenkes Bandung, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Ahad (31/1). | ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA

Opini

Cara Pemberian Vaksin Covid-19

Program vaksinasi Covid-19 banyak tantangannya, tetapi kita harus berupaya hasilnya maksimal.

TJANDRA YOGA ADITAMA, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Mantan Direktur WHO SEARO

Kita kenal, vaksin Covid-19 diberikan di Indonesia dan berbagai negara lain dalam bentuk suntikan. Dua kali pemberian dengan selang 14 hari atau lebih, bergantung jenis vaksinnya. Sebenarnya, ada berbagai kemungkinan cara pemberian vaksin.

Data WHO akhir Januari 2021 menunjukkan, ada 64 kandidat vaksin Covid-19 yang sudah masuk uji klinik dalam berbagai fase. Hampir seperlimanya (19 persen-12 vaksin) sedang dalam penelitian untuk suntikan hanya satu kali, dosis tunggal, tidak dua kali penyuntikan.

Bahkan, ada dua kandidat vaksin (tiga persen dari total) yang sedang dalam penelitian untuk diberikan dalam bentuk oral, diminum tanpa harus disuntikkan. Tentu, amat memudahkan penggunaannya di lapangan kalau memang nanti tersedia.

Kelebihan dan tantangan

Vaksin dosis tunggal memiliki setidaknya lima kelebihan, dalam arti kata lain, juga tantangan bagi penyuntikan vaksin dua kali yang harus diantisipasi. Pertama, efek proteksi vaksin tunggal sudah akan timbul sesudah suntikan yang hanya satu kali itu, tidak harus menunggu sampai setelah suntikan kedua seperti yang sekarang digunakan. 

 
Katakanlah, kalau vaksin harus diberikan di satu desa terpencil, yang harus beberapa jam naik perahu dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 
 
 

Kedua, angka kepatuhan masyarakat untuk divaksin meningkat. Kalau harus disuntik dua kali, mungkin pada jadwal untuk suntikan kedua seseorang lupa atau luput disuntik, misalnya karena sibuk dengan pekerjaan atau banyak aktivitas lain, atau kebetulan sedang kena sakit lain, atau kebetulan tekanan darahnya sedang tinggi. Akibatnya, suntikan kedua luput sehingga efek proteksi kekebalan tak optimal. 

Ketiga, aspek operasional di lapangan. Katakanlah, kalau vaksin harus diberikan di satu desa terpencil, yang harus beberapa jam naik perahu dari fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. 

Maka itu, petugas pada suatu tanggal harus berangkat ke desa itu, menyuntik semua warga desa dan kembali lagi ke pusat pelayanan kesehatannya. Nanti 14 hari sesudahnya, petugas harus naik kapal lagi ke desa itu untuk suntikan kedua. Kalau, misalnya saat jadwal kunjungan kedua, ombak sedang tinggi, perahu rusak, atau pengemudi perahu sakit, penyuntikan kedua tidak jadi dilakukan. 

Keempat, dari sudut masyarakat yang tinggal di daerah terpencil. Katakanlah mereka harus jalan kaki turun gunung beberapa jam untuk ke puskesmas terdekat untuk divaksin, maka kunjungan pertama dia dapat saja datang dengan baik.

Namun, saat harus kunjungan untuk suntikan vaksin kedua kebetulan hujan lebat, sungai banjir, atau halangan lain, dia tak dapat datang ke puskesmas sehingga suntikan kedua gagal diterima. 

Kelima, aspek penyimpanan. Sebagian besar vaksin harus disimpan pada temperatur tertentu agar mutunya terjaga baik. Kalau vaksin hanya satu kali diberikan, penyimpanan relatif lebih singkat sehingga rantai distribusi jadi lebih mudah dikendalikan.

 
Pada waktu mendatang, mungkin ada vaksin-vaksin Covid-19 lain yang juga hanya perlu satu kali suntikan.
 
 

Berbagai pertimbangan

Jadi, secara umum memang suntikan hanya satu kali tentu lebih memudahkan daripada harus disuntik dua kali. Namun, tentu berbagai faktor lain perlu dikaji juga. Contohnya, vaksin Johnson & Johnson yang hanya satu kali suntik yang diumumkan hasil ujinya di AS pada 30 Januari 2021. Efikasinya secara global 66 persen dan hasil uji klinik di AS 72 persen.

Kedua angka efikasi itu lebih rendah daripada vaksin Pfizer dan Moderna, yang kini digunakan luas di AS yang efikasinya sampai sekitar 95 persen sehingga ada pihak-pihak di AS, yang mempertanyakan, apakah akan menggunakan vaksin ini atau tidak.

Harus disadari, keberhasilan vaksinasi Covid-19 bergantung akseptabilitas masyarakat untuk divaksin. Pada waktu mendatang, mungkin ada vaksin-vaksin Covid-19 lain yang juga hanya perlu satu kali suntikan.

Apalagi, kalau kelak ada yang hanya perlu diminum. Kalau uji kliniknya berhasil, tentu masyarakat lebih senang mendapat vaksin minum daripada suntik. Di sisi lain, pemerintah sudah punya rencana perinci penahapan pemberian vaksin sepanjang 2021 ini.

 
Program vaksinasi Covid-19 memang banyak tantangannya, tetapi kita harus berupaya hasilnya maksimal.
 
 

Kalau nanti ada perkembangan baru dalam cara pemberian vaksin seperti dibahas di atas, sebaiknya rencana yang sudah dibuat dapat disesuaikan. Karena itu, akan baik kalau rencana program vaksinasi bersifat “living document”, tidak terlalu kaku.

Hal lain yang tetap jadi pertimbangan adalah ketersediaan vaksin di pasar dunia. Mungkin, memang akan ada berbagai teknik baru pemberian vaksin, tetapi kalau sukses akan banyak negara peminatnya sementara produksi di awal pasti masih terbatas.

Program vaksinasi Covid-19 memang banyak tantangannya, tetapi kita harus berupaya hasilnya maksimal. Dalam hal ini, harus ditekankan, pandemi tak hilang hanya dengan vaksinasi, melakukan 3M, juga tak akan hilang dengan melakukan 3T saja.

Semua kegiatan harus berjalan bersama secara maksimal, yang tentu mempermudah masyarakat. Dengan begitu, tak sedikit yang akan memilih vaksinasi satu kali suntikan saja daripada yang dua kali. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat