Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menunjukkan barang bukti saat rilis kasus pemalsuan surat swab PCR COVID-19 di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (7/1/2021). Subdit Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya berhasil mengungkap k | Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

Jakarta

Sindikat Surat Tes Usap Palsu Diungkap

Pengguna surat tes usap palsu juga bisa menjadi tersangka.

JAKARTA -- Polda Metro Jaya kembali membongkar kasus jual beli surat palsu hasil swab test atau tes usap antigen dan polymerase chain reaction atau PCR yang dijual melalui media sosial Facebook. Dari pengungkapan itu, jajaran Polda Metro Jaya telah menangkap delapan tersangka, yaitu RSH (20 tahun), RHM (22), IS (23), MA (25), SP (38), MA (20), Y (23), dan DM yang masih di bawah umur.

"(Tersangka) yang kita amankan dengan peran masing-masing. Bahkan, ada beberapa tersangka ini yang memang kerjanya adalah pegawai di situ, di lab," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (25/1).

Kemudian, peran kedelapan tersangka tersebut adalah, RSH berperan menawarkan surat hasil swab antigen Covid-19 melalui Facebook. Membuat surat hasil swab antigen Covid-19 palsu juga perantara pembelian Surat Hasil Swab PCR Covid-19 palsu dengan mendapat keuntungan. Tersangka, RHM bersama RSH membuat surat hasil swab antigen Covid-19 palsu.

"Tersangka IS berperan memesan, membeli, dan menggunakan surat hasil swab antigen Covid-19 palsu dari RSH. Tersangka DM, Laki-laki, membeli surat dan juga menggunakan surat hasil swab Antigen Covid-19 palsu," kata Yusri.

Selanjutnya, tersangka MA, berperan memesan surat hasil swab PCR Covid-19 palsu. Tersangka SP menyuruh MA untuk memesan dan membayar surat hasil swab PCR palsu. Kemudian, tersangka MA, menyuruh Y membuat surat hasil swab PCR Covid-19 palsu dan mendapat keuntungan. Terakhir tersangka Y membuat surat hasil swab PCR palsu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Humas Polda Metro Jaya (humas.pmj)

"Secara totalnya kita masih mendalami karena pengakuannya baru mengeluarkan 11 surat. Kalau antigen ini Rp 75 ribu sampai PCR itu Rp 900 ribu, tanpa melakukan uji tes, cukup dengan surat saja bisa terbang," ujar dia.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menegaskan, tidak hanya penjual atau pembuat surat palsu hasil tes antigen dan PCR yang ditindak, tapi juga pembeli atau penggunanya. Dalam pasal 263 ayat 2 KUHP bisa untuk menindak orang yang menggunakan.

“Apakah yang di belakang ini adalah yang membuat saja? Tidak, tadi sudah disampaikan yang membuat kena, yang menyuruh melakukan kena, yang menggunakan kena," kata Tubagus.

Oleh karena itu, lanjut Tubagus dalam pengungkapan kasus jual beli surat palsu hasil tes PCR atau Antigen diteruskan dengan tindakan tracing. Kemudian, dilakukan pendalaman siapa saja yang membeli atau menggunakan surat palsu tersebut. Karena harus dipastikan apakah yang menggunakan surat palsu tersebut benar-benar negatif Covid-19 atau tidak.

"Apakah itu bisa diterapkan dikenakan pasal hukum? Jawabannya bisa dan sangat bisa. Contohnya di belakang (para tersangka) yang memesan dan menggunakan surat palsu," kata Tubagus.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal Tindak Pidana pemalsuan dan atau pemalsuan surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHP dan atau pasal 268 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. Juga dikenakan Pasal 51 UU RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Infomasi Transaksi Elektronik (ITE) sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang Infomasi Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Ditutup

Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta menutup permanen operasional penginapan AVA OYO yang berlokasi di Kompleks Ruko Permata Ancol, Jalan Budi Mulya, Kelurahan Pademangan Barat, Pademangan, Jakarta Utara, Senin (25/1). Sebab, pemilik hotel tidak mengantongi izin operasional dan juga terindikasi digunakan sebagai lokasi asusila.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta Arifin mengatakan, penutupan permanen operasional ini merupakan tindakan tegas bagi pemilik penginapan AVA OYO yang mengabaikan perizinan operasional dari Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta.

Terlebih, lanjut dia, operasional penginapan itu juga tidak mengindahkan protokol kesehatan yang semestinya dijalankan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Provinsi DKI Jakarta.

"Ini satu tindakan secara tegas kepada pihak-pihak yang mengabaikan perizinan, yang seharusnya dilakukan. Bahwa tempat ini OYO sudah beberapa kali mendapatkan keluhan dari masyarakat bahwa tempat ini sering kali menimbulkan kerumunan," kata Arifin.

 
Bahwa tempat ini OYO sudah beberapa kali mendapatkan keluhan dari masyarakat bahwa tempat ini sering kali menimbulkan kerumunan.
 
 

Petugas tingkat kecamatan sebelumnya telah melayangkan surat teguran kepada pengelola penginapan tersebut. Sanksi penutupan sementara 3x24 jam juga sudah dijatuhkan pada akhir 2020 lalu. Namun, pengelola tetap saja tak mengurus perizinannya.

Camat Pademangan Mumu Mujtahid menyebut, penginapan itu terindikasi sebagai lokasi asusila. Petugas sudah mendapatkan sejumlah bukti-bukti. Salah satunya, sejumlah pelanggan kedapatan masih berusia remaja dan belum memiliki ikatan suami-istri.

"Kita sebelum Natal antara tanggal 23 atau 24 Desember 2020 adakan tindakan, dan itu memang ketangkap basah. Yang menginap di bawah umur. Beberapa kali juga ada laporan warga juga begitu. Kemudian, kalau malam ramai," kata Mumu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Satpol PP DKI Jakarta (satpolpp.dki)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat