Nusantara
Korban Gempa Masih Enggan Pulang
Pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi hak belajar siswa di lokasi bencana
MAMUJU -- Sejumlah warga korban gempa bumi berkekuatan 6,2 magnitudo di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, masih bertahan di sejumlah posko-posko pengungsian di daerah itu. Pantauan pada Sabtu (23/1) sore, di salah satu lokasi pengungsi di kawasan Stadion Manakarra Mamuju, terlihat tenda-tenda pengungsi masih dipenuhi warga yang tetap bertahan. Mereka mengaku masih khawatir terjadi gempa susulan.
"Saya bersama keluarga masih akan tetap bertahan di sini (Stadion Manakarra Mamuju) sampai ada pemberitahuan resmi dari pemerintah bahwa situasi betul-betul sudah aman," kata Amri, seorang pengungsi, Sabtu (23/1).
Ia mengaku, sebagian warga yang sempat mengungsi di Stadion Manakarra Mamuju, bahkan mengungsi ke luar Kota Mamuju karena belum merasa aman, seperti ke Topoyo dan Karossa Mamuju Tengah. Sebagian lagi ada yang kembali ke rumah karena merasa sudah aman.
"Ada juga yang sudah pulang dan mulai membersihkan rumahnya. Mereka masih tidak berani tidur di dalam rumah, tetapi tidur di teras rumah," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang pengungsi di Kantor Bupati Mamuju juga mengaku lebih memilih tetap menempati tenda-tenda darurat dibanding kembali ke rumahnya yang juga retak akibat diguncang gempa. Banyak relawan yang memberikan bantuan, termasuk ketersediaan air bersih di lokasi pengungsian tersebut cukup baik.
Dari pantauan di lokasi pengungsian di kawasan Kantor Bupati Mamuju terlihat, puluhan tenda-tenda darurat dirikan untuk menampung warga yang mengungsi akibat gempa. Hampir seluruh halaman kantor Bupati Mamuju, termasuk di bagian depan dan samping berdiri tenda-tenda darurat.
Pengungsi lainnya, Awal, mengaku masih enggan pulang meskipun telah diimbau pemerintah setempat. "Rumah kami rusak parah, kami mau ke mana, tidak mungkin kembali ke rumah. Kami pengungsi hanya bisa bertahan di tenda pengungsian," kata Awal, Ahad (24/1).
Ia mengatakan, saat ini butuh kejelasan dari pemerintah mengenai upaya yang dilakukan untuk penanganan dampak bencana. "Kalau kami disuruh pulang harus jelas bagaimana kami nantinya karena tidak mungkin kami menempati rumah yang hampir roboh atau tertimpa bangunan rumah tetangga yang roboh," katanya.
Ia juga mempertanyakan bagaimana dengan pengungsi yang sudah keluar daerah seperti menuju wilayah utara Kabupaten Mamuju. "Bagaimana mungkin mereka mau kembali ke pengungsian kalau permukimannya hancur, sementara pemerintah tidak jelas dalam memberikan solusi dan belum memiliki data soal kerusakan permukiman warga yang terdampak bencana," katanya.
Hak belajar
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai pemerintah pusat dan daerah harus memenuhi hak belajar siswa di lokasi bencana dengan menetapkan prioritas. Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo mengatakan siswa yang berada di kelas akhir mesti jadi prioritas.
"Dalam situasi pasca bencana seperti terjadi di Sulawesi Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Jawa Barat. Bagi peserta didik yang berada di kelas akhir pada setiap jenjang pendidikan, perlu menjadi prioritas terkait pemenuhan hak atas pembelajaran maupun ujian sekolah," kata Heru, dalam keterangannya, Sabtu (23/1).
Selain itu, FSGi juga mendorong dinas pendidikan dan sekolah untuk menggunakan kurikulum khusus dalam situasi darurat terkait kisi-kisi ujian akhir sekolah. Sebab, saat ini waktu ujian sudah semakin dekat dan dibutuhkan persiapan.
Materi ujian akhir sekolah khusus yang berada di wilayah bencana harus disesuaikan. Menurutnya, hal ini penting dan mendesak untuk dipikirkan mengenai mekanisme ujian, materi ujian, dan teknis pelaksanaannya oleh Kemendikbud dan dinas pendidikan.
Pendidikan kebencanaan juga perlu diperkuat dalam kurikulum dengan disurtai simulasi rutin di sekolah-sekolah. "Mengingat wilayah Indonesia rawan bencana, terutama gempa bumi. Dengan memberikan pendidikan kebencanaan disertai simulasi rutin, maka peserta didik dapat mewarisi kesiapan dan mitigasi bencana ke depannya," kata Heru menambahkan.
Lebih lanjut, FSGi juga mengusulkan agar para pengungsi yang berprofesi guru dan kondisinya sehat dapat membantu melakukan trauma healing pada anak-anak di pengungsian. "Tentu saja guru tersebut dapat diberdayakan dengan dilatih terlebih dulu oleh para relawan yang datang ke posko pengungsian," ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.