Nasional
Pejabat Publik Disarankan Hindari WhatsApp
Kementerian Kominfo mendorong WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region untuk menjawab dan memberikan penjelasan.
JAKARTA -- Communication and Information System Security Research Center (Cissrec) menyarankan agar pejabat publik menghindari pemakaian aplikasi WhatsApp untuk keamanan negara. Hal ini terkait kebijakan baru dari aplikasi tersebut yang akan diterapkan mulai 8 Februari mendatang. Berdasarkan informasi pemberitahuan resmi dari WhatsApp (WA), seluruh pengguna diwajibkan mengeklik tombol persetujuan perbaruan aplikasi.
Jika hal tersebut tidak dilakukan maka pengguna tak dapat mengakses WA. Pembaruan WA diantaranya tentang layanan dan caranya memproses data, cara bisnis menggunakan layanan yang di-hosting oleh Facebook untuk menyimpan dan mengelola chat WhatsApp dan cara WhatsApp bermitra untuk menawarkan integrasi produk.
Peneliti CISSReC Ibnu Dwi Cahyo mengaku mengkhawatirkan terungkapnya data penting negara dari pejabat publik yang menggunakan WA. Ia memperkirakan sebagian masyarakat umum bakal sulit melepas pemakaian WA karena sudah menjadi kebiasaan.
"Saya yakin masyarakat umum masa bodo tetap pakai WA, cuma imbauan kami ke pejabat negara jangan pakai aplikasi yang servernya ada di Amerika seperti WA," kata Ibnu pada Republika, Selasa (12/1).
Ibnu menjelaskan sepanjang suatu perusahaan ada di Amerika Serikat maka selalu ada kemungkinan data diintip Pemerintahan Amerika. Sebab Negeri Paman Sam punya regulasi pemantauan demi keamanan dalam negerinya. "Nanti kalau CIA, NSA mau intip data di server WA, Facebook tentu harus dibuka oleh mereka," ujar Ibnu.
Selain itu, Ibnu mewanti-wanti akan bahaya malware jenis pegasus buatan Israel yang digunakan sebagian negara Timur Tengah untuk fungsi pengawasan oposisi. Malware tersebut dapat masuk dari WA untuk kemudian melakukan penyadapan semua data target.
"Kembali pakai telepon dan SMS saja atau Threema, Signal, relatif aman. Tapi kalau pemakai terlalu banyak bisa tersendat. Telegram juga bagus," ujar Ibnu.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengaku pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region terkait pembaruan kebijakan privasi platform tersebut. “Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, Kementerian Kominfo menekankan agar WhatsApp/Facebook serta pihak-pihak terkait melakukan beberapa hal,” ujarnya.
Johnny mengatakan, Kementerian Kominfo mendorong WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region untuk menjawab dan memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia mengenai kekhawatiran yang tengah berkembang mengenai, tujuan dan dasar kepentingan pemrosesan data pribadi.
Serta mekanisme yang tersedia bagi pengguna untuk melaksanakan hak-haknya. Termasuk hak untuk menarik persetujuan serta hak-hak lain, yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hal-hal lain yang menjadi perhatian publik.
“Disampaikan secara lengkap, transparan, jelas, mudah dipahami dan dapat diakses oleh publik terkait pembaruan kebijakan privasi Whatsapp, khususnya terkait kekhawatiran masyarakat tadi,” kata Johnny.
Kominfo juga mendorong WhatsApp/Facebook Asia Pacific Region untuk meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-perundangan. Terutama yang mengatur tentang pelindungan data pribadi di Indonesia. Ia juga meminta masyarakat untuk semakin waspada dan bijak dalam menentukan pilihan media sosial.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.