Kabar Utama
Polri Selidiki Dugaan Penimbunan Kedelai
Penimbunan dan permainan harga kedelai oleh spekulan diduga mengakibatkan kelangkaan.
JAKARTA -- Bareskrim Polri menyelidiki dugaan penimbunan kedelai setelah komoditas tersebut mengalami kenaikan harga. Penimbunan dan permainan harga oleh spekulan diduga mengakibatkan kelangkaan bahan baku tempe dan tahu tersebut.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit bersama Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helmy Santika menyatakan, penyelidikan dilakukan tim Satgas Pangan Polri di sejumlah wilayah Indonesia. Satgas memeriksa sejumlah gudang importir dan distributor kedelai di wilayah Cikupa, Cengkareng, dan Bekasi.
"Satgas juga telah menginstruksikan satgas kewilayahan di tiap polda untuk melakukan pengecekan harga, ketersediaan kedelai, serta sentra-sentra pengolahan, khususnya UMKM yang memproduksi tempe dan tahu," kata Sigit dalam keterangannya, Selasa (5/1).
Pada awal tahun ini terjadi kenaikan harga kedelai yang menyebabkan para perajin tahu-tempe sempat mogok produksi selama tiga hari. Pasokan tahu dan tempe pun sempat menghilang dari pasaran. Harga kedelai saat ini tercatat naik menjadi Rp 9.000 per kg dari semula sekitar Rp 7.000 per kg.
Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helmy Santika mengatakan, Polri telah memiliki data dan menganalisis ketersediaan serta kebutuhan kedelai secara nasional. "Kami telah koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan sejumlah pihak lain untuk menelusuri dugaan adanya penimbunan dan permainan harga kedelai yang melonjak sejak beberapa hari lalu," kata Helmy.
Helmy juga menyebutkan, perkembangan global pada masa pandemi Covid-19 turut memengaruhi harga kedelai di pasar dunia. Ia menjelaskan, berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), ada kenaikan harga kedelai di pasar global sebesar 6 persen pada Desember 2020. "Harga awal 435 dolar AS menjadi 461 dolar AS per ton," ucap Helmy.
Direktur Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Yaved Duma Parembang mengatakan, Satgas Pangan Polda Jabar mengantisipasi dampak lain yang mungkin timbul karena kenaikan harga kacang kedelai. Salah satu dampak itu adalah upaya penimbunan kedelai yang dapat menyebabkan kelangkaan kedelai.
"Kami sudah koordinasi dalam Satgas Pangan untuk mengantisipasi dampak lain yang mungkin timbul. Kasat Reskrim sudah mengecek ke penjual dan distributor," kata Yaved di Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Dia mengatakan, kepolisian harus ikut mengawasi hal tersebut karena gangguan stabilitas pangan dapat menimbulkan gangguan keamanan serta ketertiban di masyarakat. Berdasarkan kesepakatan, kata dia, para produsen olahan kedelai seperti tahu dan tempe bisa menaikkan harga yang tentunya diawasi oleh pemerintah. "Kesepakatannya, harga (tahu dan tempe) bisa naik sampai sekitar 30 persen," kata Yaved.
Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah Anwar Abbas meminta pemerintah bertindak secepat mungkin untuk mengatasi permasalahan kenaikan harga kedelai. Ia mengingatkan, kenaikan harga kedelai akan membuat biaya produksi dari para pembuat tempe dan tahu meningkat.
"Apabila biaya produksi mereka meningkat, tentu harga jual mereka juga harus dinaikkan," kata Anwar dalam keterangan tertulis kepada Republika, kemarin.
Menurut dia, biaya produksi akan sangat berdampak pada tingkat kesejahteraan para produsen dan para pedagang tahu-tempe. Selain itu, masyarakat juga akan terkena dampak karena kesulitan membeli bahan pokok tersebut.
Muhammadiyah, kata Anwar, berharap ada tindakan tegas jika petugas menemukan pihak-pihak yang menimbun atau memainkan harga kedelai. "Tindak mereka dengan tegas dan giring mereka ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman yang sesuai dengan besar dan dampak buruk dari kesalahannya," papar Anwar.
Harga tahu-tempe
Kenaikan harga kedelai sempat membuat para produsen tahu dan tempe mogok produksi. Aksi itu dilakukan agar pemerintah memberikan perhatian bergerak menyelesaikan lonjakan harga kedelai.
Setelah aksi mogok berakhir pada Ahad (3/1), produsen memutuskan untuk menaikkan harga tempe dan tahu. Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, harga tahu-tempe naik sekitar 18 persen. Humas Perumda Pasar Tohaga, Kabupaten Bogor, Isni Jayanti, menjelaskan, kenaikan bervariasi di setiap pasar. “Eceran tempe yang biasanya Rp 5.000 per potong, sekarang Rp 8.000-an. Bervariasi di tiap pasar,” tuturnya.
Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Musodik, mengatakan, ada kenaikan harga tahu dari para perajin. “Karena harga kedelai belum juga turun," kata Musodik.
Dia menjelaskan, kenaikan harga terjadi untuk seluruh jenis tahu. Sebab, para perajin memilih untuk menaikkan harga daripada memperkecil ukuran tahu dan tempe. “Untuk ukuran, sama. Kalau untuk tahu putih sendiri, ada kenaikan (harga) kisaran Rp 200 per buah,” ujarnya.
Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kota Depok melaporkan kenaikan harga tahu-tempe di berbagai pasar. Kepala Bidang Perdagangan Disperdagin Kota Depok Anim Mulyana mengatakan, harga tempe di Pasar Cisalak naik dari Rp 7.000 per potong menjadi Rp 9.000 per potong atau naik Rp 2.000 per potong. Sedangkan, di Pasar Agung, harga tahu yang semula Rp 3.500 per potong naik menjadi Rp 5.000 per potong.
"Terdapat beberapa pasar juga yang menjual tempe dan tahu dengan harga normal. Namun, untuk menyiasatinya, para pedagang mengurangi ukurannya," ujar Anim.
Seorang produsen tahu-tempe di Kabupaten Serang, Banten, Nasrullah, mengatakan, ia masih memproduksi dalam jumlah normal meski harga kacang kedelai belum turun. Untuk menyiasati itu, Nasrullah terpaksa menaikkan harga tahu-tempe yang diproduksinya.
"Kalau di pasar, sama saja. Yang ukuran kecil atau yang besar, harganya kita naikkan karena kita menyesuaikan dengan harga kedelai," kata dia. Ia berharap harga kedelai segera stabil agar penjual tahu-tempe di Kabupaten Serang bisa beroperasi normal.
Susun strategi
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menegaskan, produksi kedelai akan terus dipacu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sebab, kebutuhan kedelai setiap tahunnya semakin bertambah.
Syahrul mengatakan, pengembangan kedelai lokal akan dimulai dari Pulau Jawa. Ini karena konsumen produk kedelai, seperti tahu dan tempe terbanyak di Jawa sehingga perlu intervensi sesuai kewilayahan.
"Saya sedikit konsentrasi di Jawa. Ini karena di Jawa banyak konsumen tempe. Saya lagi rancang (strategi) karena ini butuh agenda bertahap dan terstruktur," kata Syahrul saat berkunjung ke kantor Republika, Selasa (5/1).
Ia mengatakan, seluruh unit teknis terkait di Kementan tengah fokus agar pengembangan kedelai dengan meningkatkan produksi lokal bisa berhasil. Menurut dia, tingginya harga kedelai impor saat ini jika direspons langsung dengan meningkatkan produksi lokal akan merugikan petani.
Pasalnya, ketika harga kedelai impor belum turun, kedelai lokal kembali tersaingi dan petani akan berada dalam situasi yang sulit. "Karena itu, dibutuhkan waktu agar produksi kedelai lokal secara perlahan bisa naik, sehingga ketergantungan impor bisa mulai dikurangi," katanya.
Pada Senin (4/1), Kementan telah memfasilitasi kerja sama antara para gabungan kelompok petani kedelai, Gabungan Pengusaha Tahu dan Tempe Indonesia (Gapoktindo), serta perusahaan integrator agar ada kerja sama dari hulu ke hilir dalam pengembangan kedelai.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Suwandi mengatakan, kemitraan antara petani dan produsen tahu tempe adalah solusi terbaik. Sebab, memberikan kepastian pasar bagi para petani kedelai yang selama ini sulit mencari pasar.
Adapun saat ini, Suwandi mengungkapkan, para petani tengah termotivasi untuk kembali menanam kedelai. Pasalnya, harga tengah meningkat hingga menyentuh Rp 8.000 per kg. "Petani sedang senang menanam kedelai ini harus didukung," kata Suwandi.
Salah satu kendala petani dalam menanam kedelai adalah rendahnya harga jugal. Salah seorang petani kedelai di Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Tata Marongge, bercerita kepada Republika mengenai tantangan menanam kedelai. Ia menuturkan, kedelai menjadi salah satu komoditas yang ia tanam pada musim kemarau. Setiap tahunnya, maksimal penanaman hanya dilakukan sekali untuk luasan tanam berkisar satu hingga tiga hektare.
Menurut Tata, kadangkala hasil dari panen kedelai hanya mampu memberikan balik modal tanpa keuntungan. Itu karena harga yang sangat murah, sementara biaya produksi yang tinggi.
"Harga jual kedelai sangat murah kalah dengan komoditas lain. Paling banter, bandar yang membeli itu sekitar Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kilogram," kata Tata, Selasa (5/1).
Produksi maksimal yang diperolehnya dalam satu hektare sebanyak 1,4 ton. Dengan kalkulasi harga jual tersebut, rata-rata pendapatan hanya Rp 7 juta - Rp 8,4 juta untuk satu hektare. Itu merupakan pendapatan maksimal jika hasil panen tidak ada gangguan.
Namun, Tata menuturkan, modal yang dikeluarkan dari kebutuhan sarana prasarana hingga biaya buruh bisa mencapai 7,8 juta. Itu sebabnya, usaha kedelai tak menarik bagi petani. "Itu kelemahan kedelai yang sudah saya alami sendiri. Bahkan, hampir setiap musim tanam," ujarnya.
Selain dari segi harga, ia mengaku, perajin tahu dan tempe juga sering membeda-bedakan antara kedelai lokal dan impor. Dia mengatakan, produsen menilai kedelai dari besaran bulir serta kandungan ampas kedelai yang bisa diperoleh. Dua patokan itu, menurut Tata, membuat kedelai impor lebih unggul.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.