Kabar Utama
Ponpes Perlu Diprioritaskan Vaksinasi Gratis
Presiden menjanjikan vaksinasi gratis tak hanya untuk peserta BPJS.
JAKARTA – Pondok pesantren (ponpes) menjadi salah satu klaster penularan Covid-19 pada masa pandemi ini. Sejumlah pihak meminta agar lembaga pendidikan tersebut diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi gratis.
“Sangat perlu, saya rasa (pesantren diprioritaskan untuk vaksinasi gratis),” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) KH Abdul Ghaffar Rozin saat dihubungi Republika, Jumat (18/12).
Gus Rozin, sapaan akrabnya, menjabarkan, alasan vaksinasi gratis ke kalangan pesantren perlu diprioritaskan karena klaster pesantren memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Ia mencontohkan, selama masa pandemi ini, Indonesia telah kehilangan lebih dari 200 orang kiai dan nyai pengurus ponpes. Meski tak seluruhnya terkonfirmasi akibat Covid-19, menurut Gus Rozin, angka kematian itu jauh lebih tinggi daripada angka pada tahun sebelumnya. Di sisi lain, ia juga mengimbau, vaksinasi terhadap pesantren juga perlu memperhatikan keamanan dan kehalalan vaksin.
Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) KH Aceng Zakaria juga menyatakan, setelah keamanan dan kehalalan vaksin terjamin, dia berharap pesantren dimasukkan dalam daftar prioritas vaksinasi Covid-19. "Tapi, uji coba dulu di beberapa pesantren karena pesantren juga butuh penanganan kesehatan asal betul-betul dapat diterima masyarakat dan tidak meragukan masyarakat," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Persis Ustaz Jeje Zaenudin menambahkan, vaksinasi sebaiknya diprioritaskan bagi kalangan yang menuntut interaksi lebih intens. “Seperti dokter, paramedis, dosen, guru, termasuk para ustaz dan santri pesantren jika proses pembelajaran sudah akan dilakukan secara tatap muka langsung," kata dia.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Waryono Abdul Ghafur menjanjikan akan berupaya agar ada prioritas vaksinasi gratis bagi kalangan pondok pesantren. "Saya akan komunikasi dengan Kementerian Kesehatan, apakah ada afirmasi untuk vaksin pesantren. Saya secara pribadi dan institusi, kalau ada vaksinasi gratis untuk pesantren, saya sangat mendukung," tutur dia kepada Republika, Jumat (18/12).
Meski begitu, Waryono mengakui, jika melihat jumlah dosis vaksin tahap pertama yang hanya 3 juta, sulit bagi santri yang jumlahnya hampir 5 juta jiwa untuk diprioritaskan. "Jika jumlahnya banyak dan ada afirmasi, tentu saya responsif," katanya.
Terlepas dari vaksinasi gratis, Waryono menilai yang dibutuhkan kalangan pondok pesantren adalah penyediaan infrastruktur atau fasilitas untuk mencegah penyebaran Covid-19. "Ini lebih penting, menurut saya, untuk pesantren. Misalnya pemenuhan masker, hand sanitizer, dan disinfektan," kata dia.
Kementerian Agama mencatat, sebanyak 6.279 santri tertular Covid-19 di 81 ponpes di 52 kabupaten/kota sejak awal pandemi hingga 13 Desember lalu. Dari jumlah itu, sebanyak 6.237 berhasil sembuh. Kendati demikian, klaster-klaster penularan di ponpes hingga saat ini masih terus bermunculan.
Wakil Ketua Bidang Penguatan Tanggap Darurat dan Pemulihan Jaringan Persyarikatan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Arif Jamali Muis menyebutkan, vaksin bukan solusi utama menangkal klaster di pesantren. "Tracing dan treatment ini yang masih harus dilakukan agar pesantren bisa aman bagi anak-anak untuk belajar," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (18/12).
Selain masih belum menyelesaikan uji coba tahap ketiga, vaksin yang diterima oleh Indonesia ini juga belum mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Arif juga menilai, bukan hanya ponpes, melainkan setiap lembaga pendidikan perlu mendapatkan hak yang sama dalam hal menerima vaksin.
Semua divaksin
Presiden Joko Widodo menjanjikan seluruh masyarakat Indonesia bisa mengikuti vaksinasi Covid-19. “Dan juga tidak ada kaitannya dengan anggota BPJS. Kan ada isu ini yang divaksin yang hanya memiliki kartu BPJS, ndak. Semuanya, seluruh warga, bisa mengikuti vaksinasi,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/12).
Jokowi mengatakan, pelaksanaan vaksinasi nantinya akan diatur oleh kelurahan atau puskesmas di masing-masing daerah. “(Sebanyak) 182 juta (warga yang ditargetkan menerima vaksin), bayangkan. Banyak sekali. Memerlukan waktu sehingga sekali lagi begitu besok, misalnya, sudah divaksin itu belum keadaan bisa langsung normal, itu ndak,” ungkapnya.
Ia juga meminta masyarakat agar tak takut dan khawatir terhadap program vaksinasi Covid-19 ini. “Jadi, jangan sampai ada kekhawatiran mengenai halal dan tidak halalnya vaksin ini,” kata dia.
Sementara, Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Fajaruddin Sihombing mengatakan pemerintah harus segera menerbitkan kebijakan terkait vaksin Covid-19 yang akan secara gratis diberikan kepada masyarakat. Hal ini agar masyarakat bisa mengetahui kejelasan vaksin gratis tersebut.
"Kami ingin pemerintah segera menerbitkan aturan pelaksanaan dan juknisnya terkait vaksin Covid-19 yang diberikan secara gratis kepada masyarakat itu seperti apa," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (18/12).
Ia melanjutkan, harus ada kejelasan terkait vaksin Covid-19 secara gratis tersebut. "Jadi, dijelaskan biaya pemberian vaksin baik biaya langsung dan biaya tidak langsung termasuk biaya pendukung lainnnya itu bagaimana," kata dia.
Menurut Fajaruddin, hal yang lebih penting adalah ketersediaan vaksin Covid-19 yang mencukupi. Fasilitas kesehatan sebagai pemberi vaksin ke masyarakat juga harus bersiap sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. "Semua harus dipersiapkan dan yang paling penting pemerintah harus menjelaskan itu semua ke masyarakat," kata dia.
Sementara, juru bicara vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, potensi jenis vaksin Covid-19 di Indonesia masih bisa berkembang. Sehingga, penetapan enam jenis vaksin Covid-19 yang akan diimpor sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 9860 Tahun 2020 bisa kembali bertambah.
"(Jumlah itu) masih bisa ada pengembangan," ujar dia kepada Republika, Jumat (18/12).
Namun demikian, ia menyebut bahwa pertimbangan matang untuk mengembangkan varian baru vaksin Covid-19 ke depannya masih harus dimantapkan. Utamanya, meminta saran dari para ahli terkait.
“Harus ada pertimbangan dan masukan dari para ahli dan BPOM tentunya," tambah dia. Ketika ditanya kemungkinan ada pembayaran menyoal vaksin baru itu ia tak menjawabnya. Namun, aturan pengembangan vaksinasi ia janjikan tidak akan terlampau kaku.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kemenkes menetapkan enam vaksin virus Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia. Dalam keterangan Menkes di surat keputusan itu, jenis vaksin yang akan digunakan adalah yang diproduksi dari PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.
Ke depannya, sejumlah vaksin yang akan diedarkan ke masyarakat itu akan dilakukan setelah mendapat persetujuan penggunaan darurat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam keputusan itu, dijelaskan juga bahwa pengadaan vaksin dalam program vaksinasi itu dilakukan oleh Menkes. Namun, untuk kebutuhan pelaksanaan mandiri akan dilakukan oleh Menteri BUMN.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.