Hikmah
Memakan Harta Korupsi
Makanan halal dan baik bisa menjadi buruk bila cara mendapatkannya buruk, misalnya dari korupsi.
Oleh FAJAR KURNIANTO
OLEH FAJAR KURNIANTO
Allah Mahabaik dan menyukai yang halal dan baik. Oleh karena itu, Dia memerintahkan orang beriman untuk memakan yang halal dan baik, dari hasil yang halal dan baik juga.
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (QS al-Baqarah [2]: 172).
Makanan yang halal dan baik tak hanya dari substansi makanan itu sendiri, tetapi juga dari bagaimana orang mendapatkannya atau cara memperolehnya. Makanan yang halal dan baik bisa jadi menjadi buruk bila cara mendapatkannya buruk, misalnya dengan mencuri, menipu, merampok, suap, dan korupsi.
Nabi pernah berpesan kepada Ka’ab bin Ujrah, “Wahai Ka’ab, sesungguhnya daging badan yang tumbuh berkembang dari sesuatu yang haram lebih berhak dibakar dalam api neraka.” (HR at-Tirmidzi).
Korupsi adalah bentuk pencurian, bahkan perampokan. Namun, berbeda dengan pencurian konvensional, pencuri mengambil barang secara sembunyi-sembunyi tanpa sepengetahuan yang punya barang, koruptor terkadang mengambilnya secara terang-terangan. Misalnya, dengan melakukan mark-up atau meminta jatah sekian persen dari nilai proyek.
Berbeda juga dengan perampokan konvensional, perampok memaksa pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ancaman senjata tajam. Sedangkan, koruptor merampok dengan ancaman halus, misalnya, tidak akan memenangkannya dalam tender atau memberinya proyek bila tak diberi jatah sekian persen.
Pencurian dan perampokan dalam Islam sangat dilarang, maka korupsi yang mengandung dua unsur itu, sudah pasti juga dilarang. Dalam hadis disebutkan, “Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia dipotong tangannya karena mencuri seutas tali.” (HR al-Bukhari).
Bisa dibayangkan, mencuri sebutir telur saja dilaknat oleh Allah, dan mencuri seutas tali diancam hukuman potong tangan, lalu bagaimana dengan besarnya laknat Allah dan ancaman hukuman yang berat bagi koruptor yang mencuri harta ratusan juta hingga miliaran rupiah?
Secara hukum, koruptor adalah jenis kejahatan yang perlu dihukum berat mengingat nilainya yang sangat besar dan merugikan banyak orang. Itu hukum di dunia. Hukum di akhirat sudah pasti lebih berat karena orang yang dilaknat oleh Allah itu berarti orang yang sangat hina-dina kedudukannya.
Di dunia bisa jadi ia selamat dari hukum manusia, atau minimal ringan hukumannya. Namun, di akhirat, koruptor mesti mempertanggungjawabkan dua hal sekaligus: dosa terhadap Allah dan dosa terhadap manusia yang hak-haknya diambil. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Kehidupan koruptor di dunia bisa jadi bergelimang harta dan bisa jalan-jalan ke mana-mana serta membeli barang-barang mewah dengan hasil korupsinya. Namun, sesungguhnya itu adalah harta batil karena didapatkan dengan cara-cara yang batil.
Seperti kata Nabi di atas, daging yang tumbuh dari mengonsumsi makanan yang haram, dari hasil korupsi, mencuri, merampok, dan sejenisnya, hanya layak dibakar api neraka di akhirat.
Selain itu, harta seperti itu sesungguhnya sama sekali tidak membawa berkah, malah membuat dirinya tersiksa karena terus dihantui perasaan waswas dan takut akan ketahuan aparat penegak hukum. Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.