Khazanah
Pejabat Korupsi Dihukum Mati, Bagaimana Pandangan Islam?
Tindakan korupsi dilihat dari hukum Islam bisa digolongkan sebagai bentuk perbuatan khianat.
JAKARTA -- Penetapan tersangka tindak pidana korupsi terhadap Menteri Sosial Juliari P Batubara mengundang analisis banyak kalangan. Sebab, Juliari sebagai pejabat negara diduga melakukan korupsi terhadap dana bantuan sosial untuk pandemi Covid-19.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor membuka peluang hukuman mati bagi pelaku tindak korupsi dalam keadaan tertentu, di antaranya ketika bencana. Lantas, bagaimana Islam mengatur hal tersebut?
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat Lc MA, menjelaskan, korupsi dapat digolongkan ke dalam jenis dosa-dosa besar. Walaupun, dia mengakui, tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkannya, seperti halnya syirik, zina, dan minum khamar. "Mungkin karena pada masa Rasulullah SAW jarang atau bahkan tidak ada kasus korupsi," ujarnya dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Ahad (6/12).
Tindakan korupsi dilihat dari hukum Islam, maka bisa digolongkan sebagai bentuk perbuatan khianat. Sebab, pejabat yang korupsi sebelumnya telah diberi amanah dari rakyat untuk menjalankan tugasnya dengan anggaran yang telah ditetapkan. Namun, bukannya menjalankan amanah, pejabat itu malah merugikan rakyat dengan tindakan korupsinya.
Ustaz Ahmad menerangkan, korupsi sedikit berbeda dengan delik pencurian. Karena, ada syarat bahwa pencuri itu bukan orang yang punya akses ke tempat uang. Artinya, uang atau harta itu disimpan di tempat yang aman, lalu pencuri sengaja menjebolnya, baik merusak penga man maupun mendobraknya.
Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah: Mengambil hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah di mana barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh pemilik-nya.
Secara hukum hudud, pencuri yang sudah memenuhi syarat pencurian, wajib dipotong tangannya, sebagaimana firman Allah SWT: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barang siapa bertobat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS al-Maidah: 38)
Dalam konteks itu, apakah hukuman bagi koruptor sama dengan hukuman pencurian?
Ustaz Ahmad menjelaskan, delik hukum untuk pejabat yang korupsi sedikit berbeda dengan pencurian karena korupsi dilakukan oleh 'orang dalam'. "Namun, bahwa dosanya besar, tentu saja tidak ada yang menentangnya," katanya menjelaskan.
Dalam hukum Islam, meski tidak ada nash Alquran dan Hadis tentang bentuk hukuman bagi pejabat yang melakukan tindakan korupsi, masih ada hukum takzir. "Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap bisa menerima 'hadiah' hukuman setimpal. Bahkan, bisa dihukum mati juga," ujar Ustaz Ahmad menerangkan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.