Cek tekanan darah (ilustrasi) | Agung Supriyanto/Republika

Sehat

Waspadalah, Ada 'Pembunuh Senyap' di Sisi Anda

Tekanan darah tinggi sering kali hadir tanpa gejala.

Pembunuh senyap alias ‘silent killer’ itu bernama hipertensi. Tidak sedikit yang sama sekali tidak menyadari bahwa si pembunuh itu telah bersemayam dalam tubuhnya. Maklum saja, tekanan darah tinggi sering kali hadir tanpa gejala.

Sekitar 26 persen populasi dunia atau sekitar 972 juta orang pada tahun 2000 menderita hipertensi dan prevalensinya diperkirakan akan meningkat menjadi 29 persen pada 2025. Di Indonesia prevalensi hipertensi pada tahun 2018 berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia lebih dari 18 tahun, jumlahnya sebesar 34,1 persen.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko terhadap kerusakan organ penting seperti otak, jantung, ginjal, mata, pembuluh darah besar (aorta) dan pembuluh darah tepi. Salah satunya yang harus diwaspadai adalah terjadinya gagal jantung yang berujung pada kematian.

Spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) menjelaskan, gagal jantung merupakan kondisi kronis dan progresif jangka panjang yang cenderung memburuk secara bertahap yang disebabkan oleh hipertensi. Hipertensi menyebabkan pembuluh darah menyempit dan mengakibatkan beban kerja jantung bertambah berat.

“Penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah yang disebabkan oleh hipertensi tersebut akan menyebabkan dinding ruang pompa jantung menebal dan dalam jangka panjang akan meningkatkan risiko gagal jantung,” papar Dokter Ario dalam ajang bincang virtual pada November lalu.

Untuk memompa darah melawan tekanan yang lebih tinggi di pembuluh, jantung harus bekerja lebih keras sehingga terjadi penyempitan arteri dan darah lebih sulit mengalir dengan lancar ke seluruh tubuh. Dengan demikian, hipertensi membuat kerja jantung menjadi berlebihan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi, sehingga pada akhirnya jatuh ke kondisi gagal jantung.

Seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg. Artinya, bila tekanan darah mencapai angka 140/90 itu saat periksa di rumah sakit atau klinik, maka itu sudah hipertensi.

Tapi kalau melakukan cek di rumah yakni home blood pressure monitoring (HBPM), ambang batas angkanya 135/85 karena kalau periksa di rumah lebih tenang dan tidak melibatkan emosi. “Jadi memang ini merupakan acuan kita, untuk melihat dan menjelaskan, bahwa tekanan darah sifatnya fluktuatif. Kalau tekanan darah kita tinggi pada saat datang ke fasilitas kesehatan, belum tentu hipertensi. Karena mungkin tegang melihat rumah sakit atau kliniknya, jadi pastikan cek di rumah,” kata Ario lagi.

 

 
Kalau tekanan darah kita tinggi pada saat datang ke fasilitas kesehatan, belum tentu hipertensi.
Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K)
 

 

Hindari stres

Berpikir terlalu berat juga seringkali dikaitkan dengan tekanan darah, yang artinya mampu meningkatkan tensi sehingga menyebabkan penyakit hipertensi. Dari hipertensi itulah menyebar ke berbagai penyebab sakit lainnya. Pikiran terlalu berat inilah yang merupakan penyebab awal kerusakan pembuluh darah di tubuh.

“Memang selalu ada pengaruh antara proses emosi berpikir orang terhadap tekanan darah. Itu wajar, natural /banget/,” ujar Spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, Dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) dalam ajang yang sama.

Jadi, jika ketika melakukan pemeriksaan tekanan darah, ada yang namanya irama tekanan darah yang akan terlihat. Itulah yang berpengaruh saat manusia melakukan aktivitas sehari-hari, dari mulai bangun tidur, berangkat kerja, pasti ada proses berpikir juga, maka tensi pun akan naik.

Tekanan darah dari pagi hingga siang akan lebih tinggi jika dibanding sore hari saat istirahat, apalagi pada saat tidur. Artinya pada saat melakukan proses berpikir atau komunikasi dengan orang, maka tekanan darah akan mengalami fluktuasi.

“Sehingga dari sini ada kaitan antara status atau kondisi dari emosi seseorang, terhadap tekanan darah. Nah mereka yang stres berat, secara konstan tekanan darah akan tinggi terus karena emosi, marah, dan lain sebagainya. Mau tidak mau tekanan darah akan terpapar relatif lebih tinggi daripada kondisi normal,” papar Dr. Ario.

Apabila emosi tidak dikelola dengan baik, maka pola makan jadi tidak teratur, pola hidup jadi berantakan, dan tidak akan terpikir untuk berolahraga. Alhasil, ini akan menimbulkan penyakit lain yang berisiko pada jantung, kegemukan, hingga kolesterol yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah.

“Jadi awalnya kondisi stres ditambah kondisi lain, jadi mengalami kerusakan walaupun tidak secara langsung. Cara menghilangkan stres banyak ya caranya. Baca buku atau sekarang lebih tenang nonton YouTube barangkali. Cara lain bisa juga seperti meditasi, masing-masing orang berbeda,” kata dia mengakhiri.

photo
Hipertensi - (yourlawyer.com)

Atur Pola Hidup

Hipertensi dapat dikelola dengan baik agar mencapai tekanan darah yang sesuai target, yaitu dengan mengatur pola hidup. Bagaimana caranya?

Caranya seperti membatasi konsumsi garam, perubahan pola makan, penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, olahraga teratur, berhenti merokok, kepatuhan dalam menjalani pengobatan, pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala.

Pasien jantung harus pula mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak terjadi gagal jantung dan kematian. Sesuai dengan konsensus penatalaksanaan hipertensi, dokter akan merekomendasikan pemakaian obat pengendali darah tinggi secara kombinasi sejak awal pengobatan, untuk mencapai tekanan darah sesuai target.

Konsensus Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) menunjukkan, beberapa golongan obat dapat menjadi pilihan pertama, seperti golongan CCB, ACEi / ARB dan diuretik. Namun obat yang ideal bukan hanya mencapai target yang dinginkan, tetapi juga mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam waktu 24 jam.

 

Pengelolaan tekanan darah 24 jam sangat penting dalam mengurangi risiko kardiovaskular. Peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik di pagi hari, akan meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat