Kabar Utama
Pasukan Khusus Buru MIT
Korban pembunuhan oleh MIT berasal dari berbagai latar belakang agama.
JAKARTA -- Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan memberangkatkan pasukan khusus ke Sulawesi Tengah terkait penanganan kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur (MIT) sehubungan terjadinya pembunuhan dan pembakaran rumah di Kabupaten Sigi. Pemberangkatan pasukan itu akan dilaksanakan Selasa (1/12) ini.
"Dalam hal ini TNI akan mendukung Polri. Besok pagi akan diberangkatkan paskus (pasukan khusus) dari Halim (Perdanakusuma) menuju Palu dan ditugaskan di Poso untuk memperkuat pasukan yang sudah ada sebelumnya di Poso," kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Senin (30/11).
Ia mengatakan, pengiriman pasukan itu bertujuan memperkuat operasi pengejaran. Dengan demikian, kelompok MIT yang belakangan dianggap bertanggung jawab dalam aksi teror di Sigi dapat segera ditumpas.
"Saya mohon doa agar operasi ini bisa berjalan dengan lancar. Dukungan-dukungan operasi sudah kita kirim secara bertahap. Dengan dukungan operasi tersebut, saya yakin kelompok MIT yang melakukan kejahatan atas penduduk yang tak berdosa segera tertangkap," ujar Hadi menegaskan.
Sebelumnya, kelompok MIT disebut melakukan pembunuhan sadis terhadap empat warga Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, pada Jumat (27/11) sekitar pukul 09.00 WITA. Selain pembunuhan, sejumlah rumah, termasuk salah satunya yang kerap digunakan beribadat umat Kristiani setempat, dibakar. Para pembunuh yang disebut berjumlah 10 orang juga merampok beras dan bahan pokok dari rumah warga.
Seusai kejadian itu, sebanyak tujuh orang yang diduga teroris ditangkap Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri di Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Mereka ditangkap di dua kecamatan yang berbeda, Randangan dan Buntulia. Diduga sejak lama keberadaan terduga teroris ini telah diintai tim Densus 88.
TNI-Polri sudah melakukan operasi penumpasan di pedalaman Sulawesi Tengah sejak awal 2015 lalu melalui Operasi Camar Maleo yang melibatkan seribu lebih personel. Kala itu, pasukan MIT dipimpin Santoso dengan kekuatan sekitar 60 orang.
Pada awal 2016, nama operasi diganti menjadi Tinombala. Operasi yang kemudian melibatkan 3.000-an personel itu berhasil menewaskan Santoso yang kemudian digantikan posisinya oleh Ali Kalora. Jumlah pasukan MIT fluktuatif seiring keluar masuknya anggota dan saat ini disebut tinggal belasan orang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengutuk keras aksi para pelaku pembantaian. “Saya mengutuk keras tindakan-tindakan yang di luar batas kemanusiaan dan tidak beradab,” kata Jokowi.
Menurut Jokowi, tindakan biadab itu jelas bertujuan untuk menciptakan provokasi dan teror di masyarakat. Jokowi telah menginstruksikan kepolisian untuk mengusut kasus pembantaian tersebut.
“Saya sudah memerintahkan kapolri untuk mengusut tuntas jaringan-jaringan pelaku dan membongkar jaringan itu sampai akar-akarnya,” ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/11).
Presiden juga berpesan agar seluruh masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air tetap waspada dan tenang menyikapi situasi ini. “Kita semua harus bersatu melawan terorisme,” ujar dia.
Sementara, Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) Kombes Didik Supranoto mengatakan, sampai saat ini Satgas Tinombala TNI dan Polri masih melakukan pencarian terhadap kelompok MIT hingga tiga kabupaten di Sulteng.
"Saat ini Satgas Tinombala TNI dan Polri masih melakukan pengejaran di wilayah penghubungan Kabupaten Sigi, Parigi Moutong, dan Poso serta melakukan penyekatan di titik yang diduga sebagai lintasan pergerakan MIT," katanya saat dihubungi Republika, Senin (30/11).
Kadiv Humas Polri Irjen Prabowo Argo Yuwono membenarkan, Satgas Tinombala telah diterjunkan untuk mengusut kasus pembunuhan di Desa Lembantongoa. “Masyarakat tidak perlu khawatir dan tetap tenang karena TNI dan Polri akan ikut patroli dan akan bersama-sama dengan masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Ahad (29/11).
Kemudian, dia melanjutkan, hingga saat ini pihaknya sedang melakukan tahapan selanjutnya untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Harapannya semoga tidak terjadi lagi kejadian seperti ini mengingat sebentar lagi juga akan dilaksanakan pilkada," kata dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga menyatakan bahwa pemerintah memerintahkan kepada aparat keamanan untuk memperkuat dan memperketat penjagaan serta pengamanan di Sigi.
"Itu bukan gerakan keagamaan, melainkan gerakan kejahatan terhadap sebuah keluarga di Sigi, Sulteng, yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka," kata Mahfud, kemarin. Menurut dia, perwakilan pemerintah juga telah bertemu dengan keluarga korban dan melakukan langkah-langkah untuk pemulihan atau trauma healing.
Sasaran MIT Acak
Sementara, menurut LSM Institut Mosintuwu yang mendalami konflik di Sulawesi Tengah, MIT kerap melakukan aksi teror secara acak, tidak menyasar agama tertentu. "Terdapat dua catatan penting tentang pola kekerasan terjadi. Pertama, pembunuhan keji yang dilakukan kelompok MIT berpola acak, tanpa memandang agama atau suku," ujar Direktur Institut Mosintuwu, Lian Gogali, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (30/11).
Menurut Lian, data yang dihimpun tim media Mosintuwu menunjukkan pada periode Januari-November 2020, kelompok MIT membunuh tiga warga di Kabupaten Poso. Para korbannya pun dari berbagai pemeluk agama, mulai dari Islam, Hindu, dan Kristen.
"Pada 8 April 2020, kelompok MIT melakukan pembunuhan keji kepada Daeng Tapo dan pada 19 April 2020 membunuh Ajeng, keduanya Muslim," tutur Lian. Selanjutnya, pada 8 Agustus 2020, mereka membunuh Agus Balumba yang beragama Kristen.
Jauh sebelumnya, pada 3 September 2019, mereka juga membunuh Wayan Astika yang beragama Hindu. Terakhir, 27 November 2020 lalu, MIT secara keji membunuh Naka, Pedi, Yasa, Pinu yang keempatnya beragama Kristen.
"Seluruh korban pembunuhan MIT sepanjang 2020 adalah para petani. Pada rentang waktu yang sama, beberapa pembunuhan warga juga terjadi akibat salah tembak oleh aparat keamanan," ujar Lian.
Tim media Mosintuwu mencatat, tiga warga petani menjadi korban salah tembak aparat keamanan sepanjang 2020. Di antaranya, Qidam pada 9 April 2020, Firman dan Syarifudin pada 2 Juni 2020. Sejauh ini belum ada informasi proses pengadilan bagi aparat keamanan yang melakukan tindakan tersebut.
“Mereka martir teroris yang aksi kejinya dibenci oleh semua agama. Warga Sulawesi Tengah, terutama Poso telah belajar, bagaimana agama dipermainkan sebagai isu untuk membelah solidaritas masyarakat. Kejadian ini tidak boleh melengahkan kita kembali ke masa kelam itu lagi,” ujar Lian mengimbau.
Bagaimanapun, aksi MIT dan pengejaran oleh aparat keamanan turut membuat rasa tidak aman bagi para petani, terutama mereka yang tinggal di kebun-kebun di pinggir hutan. Akibatnya, ratusan hektare kebun di wilayah Kabupaten Poso ditinggalkan. "Para petani tidak hanya takut dicap banpol (bantuan polisi) oleh kelompok MIT, tetapi juga bisa saja dicurigai oleh polisi menjadi bagian dari MIT. Posisi petani menjadi serbasulit," kata dia.
Padahal, lanjut Lian, mereka adalah tumpuan dan garda pertama ketahanan pangan masyarakat Sulawesi Tengah. Apalagi, di tengah pandemi Covid-19 ini pangan adalah sumber utama bertahan pada masa sulit. "Peristiwa pembunuhan, baik yang dilakukan oleh kelompok MIT maupun salah tembak oleh aparat keamanan memutus harapan ini," kata Lian menegaskan.
Menurut Lian, belajar dari pengalaman sejarah kekerasan di Kabupaten Poso dan Sulawesi Tengah, pihaknya meminta semua pihak untuk menghentikan penyebaran isu penyerangan agama dan lebih mendorong penegakan hukum atas kejahatan keji kelompok MIT.
Dia mengajak semua pihak terlibat dalam aksi memperkuat solidaritas sosial tanpa batas. Dia pun mengingatkan, solidaritas kuat sempat ditunjukkan selepas pembunuhan keji serupa yang dilakukan kelompok MIT sejak 2015.
“Saat warga ketakutan tidak bisa berkebun, solidaritas ditunjukkan dengan saling berbagi bahan makanan dari halaman rumah selama berbulan-bulan, tanpa memandang suku atau agama,” kata dia.
Lian juga meminta evaluasi atas operasi keamanan di Kabupaten Poso dan Sulawesi Tengah, dengan mempertimbangkan keselamatan dan keamanan masyarakat yang menjamin para petani bisa bekerja di kebun.
Para pejabat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) bersama para tokoh agama di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, telah menggelar pertemuan terkait tragedi kemanusiaan di Desa Lembantongoa. Pertemuan yang berlangsung di Mapolres Poso pada Sabtu (28/11) itu dihadiri Bupati Poso Arfan, Kapolres Poso AKBP Rentrix R Yusuf, Ketua MUI Poso Arifin Tuamaka, tokoh masyarakat Hi Adnan Arsal, Ketua Klasis/Kristen Poso Pdt Ratna Lagonda, Ketua PHDI Poso I Nengah Pager, serta Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Poso Hi Yusuf Runa.
Pertemuan Forkompimda dan para tokoh agama di Poso itu mengajak seluruh umat beragama tidak terprovokasi dengan informasi yang beredar. "Mari kita percayakan proses penegakan hukum kepada aparat keamanan, dan bersama-sama kita bergandengan tangan, menciptakan kamtibmas yang kondusif di wilayah Kabupaten Poso," demikian pernyataan sikap tersebut.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.