Keluarga
Mau Liburan? Siapkan Hal Penting Ini Dulu
Ada biaya tambahan untuk liburan di masa pandemi.
Meski pandemi Covid-19 masih merebak, tak sedikit orang yang mulai berani untuk berlibur ke luar kota atau sekadar staycation alias berlibur di hotel saja. Dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan pembatasan sosial, sebagian orang mulai memikirkan berlibur terutama setelah menghabiskan waktu beberapa bulan di rumah saja.
Perencana keuangan sekaligus founder Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno mengatakan, biaya liburan selama pandemi Covid-19 sudah pasti akan bertambah yang dialokasikan untuk anggaran pencegahan penularan virus. Misalnya direalisasikan untuk membeli masker, hand sanitizer, tisu beralkohol, vitamin, hingga biaya laundry selama di hotel.
Menurut Mike, biaya laundry ini yang belum banyak diperhitungkan oleh para wisatawan. Padahal adaptasi kebiasaan baru (AKB) yang selama ini telah diterapkan di rumah seperti selalu mandi dan mengganti baju seusai beraktivitas di luar, harus juga dilakukan selama liburan.
“Otomatis biaya laundry selama di hotel atau penginapan bertambah kan karena baju yang kita pakai harus langsung dibersihkan. Nggak bisa lagi tuh, pakai satu jaket untuk berhari-hari. Semua baju harus dicuci, sehingga kita juga bawa baju liburannya lebih banyak,” kata Mike saat dihubungi Republika pada awal November lalu.
Lalu berapa biaya ideal untuk berlibur? Menurut Mike, biaya berlibur akan berbeda-beda setiap individu, bergantung pada berapa lama, ke mana, dan dengan siapa. Yang pasti semua komponen tambahan untuk pencegahan penularan Covid-19 harus menjadi prioritas. Mike mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan ‘banjir’ promo tiket pesawat atau hotel.
Memang, dengan adanya promo harga pesawat dan hotel menjadi lebih murah dari pada biasanya. Namun, tetap saja ada biaya lain seperti pencegahan Covid-19 yang perlu dipersiapkan. “Yang pasti semuanya akan didorong untuk berwisata, tiket jadi murah, hotel jadi murah, hanya kita harus waspada ada pengeluaran tambahan yang harus kita keluarkan, ada biaya yang harus kita antisipasi. Jangan langsung tergiur dengan promo,” kata Mike tegas.
Menurut Mike, mereka yang masih gampang tergiur promo mencerminkan bahwa ia masih mengatur keuangan dengan emosional dan tidak bijak. Seseorang yang telah bijak dalam mengatur keuangan, idealnya telah merancang rencana liburan dan mengalokasikan biaya liburan dari jauh-jauh hari.
Biaya liburan termasuk pada anggaran keuangan masa depan, yang terbagi menjadi dua yaitu prioritas dan tidak prioritas. Anggaran masa depan prioritas akan direalisasikan untuk rumah, biaya pendidikan anak, atau ibadah haji bagi yang muslim. Sementara anggaran masa depan yang tidak terlalu prioritas termasuk liburan.
Lagi-lagi, untuk alokasi anggaran liburan setiap orang akan berbeda. Namun jika digambarkan misalnya adalah seorang pegawai dengan gaji per bulan Rp 10 juta, berencana untuk berlibur ke Thailand pada 2021.
Ia memperkirakan akan menghabiskan uang Rp 5 juta untuk berlibur selama 3 hari. Itu artinya ia harus menyisihkan misalnya lima persen dari gaji atau Rp 500 ribu selama 10 bulan untuk menyiapkan dana liburan ke Thailand. “Intinya dana liburan jangan sangat mengganggu tabungan, atau biaya-biaya prioritas. Mulailah atur keuangan secara bijak, jangan hanya andalkan emosional,” kata Mike.
Mike juga mengingatkan untuk berhenti membandingkan kemampuan finansial diri sendiri dengan orang lain. Selama ini banyak orang yang memaksakan untuk bisa berlibur ke destinasi yang tidak sesuai dengan kemampuan finansialnya.
Pola pikir tentang berlibur juga jangan sempit. Berlibur tidak harus pergi ke satu destinasi baru yang membutuhkan dana besar, liburan bisa juga dimanfaatkan untuk bersilaturahmi dengan kawan lama ataupun mengunjungi rumah saudara. Selain bisa mengisi waktu libur, Anda juga mempererat tali silaturahmi. “Jangan sekadar ingin update di Instagram atau apa. Kita harus ingat bahwa niat awal berlibur adalah untuk melepas penat, bukan menambah kepenatan,” kata Mike.
Cukup dengan Staycation
Siti Aliyah, seorang pekerja swasta di Jakarta belum lama ini memilih untuk staycation untuk melepas penat setelah berbulan-bulan bekerja dari rumah. Aliyah mengatakan bahwa dirinya cukup sering pergi staycation, entah itu pergi ke kawasan Puncak atau di sekitar Jakarta. Menurut dia, staycation bisa menjadi obat jenuh ketika pandemi Covid-19.
Aliyah biasanya memilih lokasi staycation yang menyejukkan, sehingga dia bisa lebih merasa tenang dan mendapat pengalaman baru. ''Biasanya memilih staycation di vila Puncak atau di Jakarta juga banyak sih homestay yang menyenangkan,” kata Aliyah.
Untuk jangka waktu staycation sendiri, ia mengaku tidak terlalu sering. Terhitung sejak pandemi Covid-19 dan bekerja dari rumah, Aliyah baru dua kali staycation. Adapun untuk biaya staycation ia memilih penginapan yang mematok harga di bawah Rp 500 ribu.
“Disesuaikan saja sama keuangan, karena gaji aku juga belum seberapa. Kadang kalau lagi promo dan beruntung aku pernah staycation di vila yang Rp 200 ribuan di Puncak, tapi pemandangannya bagus banget. Intinya untuk staycation aku patok jangan lebih dari Rp 500 ribu saja,” jelas dia.
Bila mengingat masa sebelum pandemi Covid-19, Aliyah biasanya memberikan jatah berlibur satu kali dalam setahun. Selama tiga tahun bekerja di Jakarta, ia baru berlibur ke Yogyakarta dan Malaysia saja. Tahun pertama bekerja, ia menghabiskan waktu selama lima hari di Yogyakarta lalu tahun kedua selama hampir enam hari di Malaysia. “Untuk biayanya juga masih yang backpacker gitu, jadi enggak terlalu mahal juga,” kata Aliyah.
Untuk biaya liburan, Aliyah mengaku masih mengambil dari dana tabungannya. Ia sendiri belum mengelola keuangan masa depan secara terperinci, sehingga belum disiplin mengalokasikan sebagian gaji setiap bulannya untuk biaya berlibur. “Kebetulan belum, dan baru tahu juga kalau seharusnya biaya liburan itu dipisahkan, jangan ambil dari tabungan. Mungkin ke depan akan coba untuk merencanakan seperti itu,” kata dia.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.