Petugas medis menyiapkan vaksin saat proses simulasi uji coba vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tapos, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/10). Pemerintah Kota Depok menggelar simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (S | Prayogi/Republika

Kabar Utama

RI Terus Pantau Vaksin Global

Perkembangan vaksin di dunia menjadi bahan masukan dan evaluasi pemerintah.

JAKARTA -- Satgas Penanganan Covid-19 menyampaikan akan menjadikan seluruh perkembangan uji klinis vaksin di seluruh dunia sebagai masukan dan bahan evaluasi. Termasuk, terkait keputusan Pemerintah Brasil untuk menangguhkan uji klinis vaksin Covid-19, yang dikembangkan pabrikan farmasi asal Cina, Sinovac.

"Pemerintah terus mengikuti perkembangan uji klinis vaksin Covid-19, yang dilakukan di luar Indonesia. Berbagai temuan termasuk yang terjadi di Brasil, menjadi masukan dan evaluasi pengembangan vaksin yang dilakukan di dalam negeri," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam keterangan pers, Kamis (12/11).

Kendati begitu, Wiku tetap menekankan bahwa kandidat vaksin yang menjadi harapan Indonesia sedang dilakukan uji klinis oleh Bio Farma. Vaksin tersebut sebelumnya dikembangkan oleh Sinovac, pabrikan yang sama dengan bakal vaksin yang ditangguhkan oleh Brasil.

Wiku memastikan, apabila vaksin Covid-19 telah diproduksi di Indonesia, produk tersebut dipastikan aman dan halal. Uji klinis yang berlapis membuat faktor keamanannya dijamin. Selain itu, pelibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan BPOM memberi kepastian terhadap kehalalan dan keefektifan vaksin.

"Vaksin baru dapat diproduksi dan digunakan setelah lolos uji klinis tahap III, dan memperoleh EUA (Emergency Use Authorization) dari BPOM," katanya.

Ia menambahkan, pemerintah juga terbuka terhadap semua opsi produk vaksin yang dianggap efektif. Pernyataan satgas ini menyusul klaim kesuksesan uji klinis vaksin, yang dilakukan pabrikan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer. Kendati demikian, ia menegaskan, pemerintah tetap mempertimbangkan berbagai aspek pendukung.

Penanganan Covid-19 tidak semata-mata tuntas setelah vaksin ditemukan dan diproduksi. Ia mengingatkan, penanganan pandemi butuh komitmen kuat antara pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Tentunya, menurut dia, juga butuh kerja sama dengan negara lain terkait pengembangan vaksin.  "Kolaborasi ini akan tingkatkan efektivitas penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia," kata Wiku.

Terkait aspek kehalalan vaksin, Wiku memastikan pemerintah melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses pengadaan vaksin Covid-19 di Tanah Air. Pernyataan satgas ini merespons masih adanya keraguan terkait keamanan dan kehalalan produk vaksin Covid-19.

"Tim dari MUI, BPOM, dan Bio Farma telah mengunjungi lokasi pembuatan vaksin Covid-19 di Cina. Masyarakat perlu ketahui bahwa vaksin yang nanti digunakan telah lolos uji klinis dan halal digunakan," ujar Wiku.

Selain aspek kehalalan yang akan dipastikan oleh MUI, BPOM dilibatkan untuk memastikan keamanan dan efektivitas vaksin. BPOM juga yang akan menerbitkan EUA untuk produksi massal vaksin Covid-19.

photo
Kendaraan melintas di dekat tiang pancang monorel di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (3/11). Tiang pancang proyek monorel yang terbengkalai itu dimanfaatkan sebagai billboard untuk menyosialisasikan vaksin Covid-19- (Republika/Putra M. Akbar)

Sebelumnya, hasil survei yang dilakukan Populi Center terkait penerimaan masyarakat terhadap vaksin Covid-19 menunjukkan, ada sebanyak 60 persen responden mengaku mau menggunakan vaksin. Sisanya, sebanyak 40 persen enggan melakukan vaksinasi.

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Unpad, Kusnandi Rusmil menjelaskan, pembuatan sebuah vaksin dimulai dari mencari antigen terhadap virus atau bakteri. Antigen atau bakal vaksin ini kemudian dilakukan uji kimia fisika. Dalam proses ini, peneliti akan melihat, apakah bakal vaksin stabil atau tidak.

Bila terbukti stabil, proses selanjutnya adalah masuk preklinis atau pengujian terhadap binatang. Biasanya dilakukan dengan menyuntikkan bakal vaksin kepada tikus atau monyet. Setelah disuntik, akan diamati respons organ tubuh binatang, terutama paru-paru, otak, pencernaan, dan lainnya. "Kalau sudah bagus dampaknya, baru bisa masuk uji klinis fase I pada manusia," kata Kusnandi.

Uji klinis terbagi dalam tiga fase. Pertama, dilakukan terhadap subjek manusia sebanyak 80 sampai 100 orang. Pada proses ini, peneliti akan fokus pada aspek keamanan vaksin. Selanjutnya pada fase kedua, uji klinis dilakukan terhadap ratusan orang. Aspek yang diteliti adalah imunogenisitas dan keamanan serta dosis vaksinnya. Setelahnya, masuk ke fase III, uji klinis dilakukan terhadap ribuan orang. Biasanya, dilakukan serentak di berbagai tempat.

"Jadi kayak uji klinis fase III di Indonesia ini sama-sama dilakukan dengan Brasil, UEA, Turki, dan India. WHO akan melihat hasilnya sama tidak. Kalau sama, WHO berikan disposisi bahwa vaksin bisa digunakan di seluruh dunia," ujar Kusnandi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat