Kabar Utama
'Yang Terburuk Sudah Lewat'
Dampak terburuk dari Covid-19 di kuartal kedua sudah terlewati dan sekarang tahap pemulihan.
JAKARTA -- Perekonomian Indonesia menunjukkan adanya pemulihan meski secara teknis mengalami resesi karena tumbuh negatif dua kuartal berturut-turut. Sejumlah sektor usaha dan komponen pengeluaran pada kuartal III 2020 bahkan ada yang tumbuh positif setelah terkontraksi pada kuartal II.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, ekonomi Indonesia kuartal III 2020 terkontraksi 3,49 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy). Namun, jika dibandingkan kuartal II 2020 yang minus 4,19 persen (q-to-q), ekonomi tumbuh positif 5,05 persen.
Kepala BPS Suhariyanto memaparkan, pertumbuhan 5,05 persen secara kuartalan menunjukkan adanya perbaikan ekonomi secara signifikan. Meski secara tahunan tumbuh negatif 3,49 persen, kata Suhariyanto, tingkat kontraksinya tidak sedalam kuartal II yang mencapai 5,32 persen.
"Ini bisa jadi modal untuk memperbaiki pertumbuhan pada kuartal IV. Kita berharap kuartal terakhir situasinya menjadi lebih baik," kata Suhariyanto dalam paparannya, Kamis (5/11).
Membaiknya perekonomian tecermin dari pertumbuhan lapangan usaha. Merujuk data BPS, seluruh kategori lapangan usaha yang terkontraksi pada kuartal II tumbuh positif secara kuartalan. Industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dari segi lapangan usaha, tumbuh 5,25 persen. Pada kuartal sebelumnya, industri pengolahan minus 6,49 persen.
Kemudian, sektor transportasi dan pergudangan rebound dengan pertumbuhan 24,28 persen dari kuartal II yang minus 29,18 persen. Sektor lainnya yang turut mengalami rebound adalah konstruksi, pertambangan dan penggalian, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, serta lapangan usaha lainnya.
Namun, jika dibandingkan dengan tahun lalu, sebagian besar lapangan usaha masih berada di zona negatif dengan tingkat kontraksi yang lebih rendah. "Ada perbaikan di sana. Masih kontraksi, tapi tidak sedalam kuartal kedua dan arahnya harus diperbaiki dengan semangat optimisme bersama," ujar Suhariyanto.
Menurut Suhariyanto, membaiknya ekonomi dipengaruhi berbagai peristiwa, di antaranya perekonomian di berbagai negara yang juga menunjukkan pemulihan. "Berbagai pergerakan indikator di banyak negara mengalami perbaikan, tapi masih menghadapi kendala karena masih tingginya kasus Covid-19," katanya.
Dari sisi komponen pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,7 persen (q-to-q), sementara secara tahunan mengalami kontraksi 4,04 persen. Kendati demikian, tingkat kontraksinya lebih rendah dibandingkan kuartal II yang minus 5,52 persen.
Konsumsi rumah tangga berkontribusi hingga 57,31 persen terhadap pertumbuhan. Atas alasan itulah, pemerintah belakangan gencar mengeluarkan stimulus melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk mengungkit konsumsi masyarakat. Beberapa stimulus yang dikekularkan adalah bantuan sosial tunai, subsidi gaji, hingga bantuan tunai UMKM. Untuk subsidi gaji, misalnya, pemerintah telah mengucurkan dana sekira Rp 15 triliun kepada 12,4 juta pekerja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, hampir semua sektor mencatatkan perbaikan yang menggambarkan adanya titik balik pemulihan ekonomi. Realisasi ini dinilainya dapat memberikan harapan besar untuk terus memperbaiki ekonomi dari sisi produksi.
“Kuartal ketiga menunjukkan, the worst is over atau hal paling buruk, dampak terburuk dari Covid-19 di kuartal kedua sudah terlewati dan sekarang sudah tahap pemulihan,” ujar Sri.
Sri menegaskan, pemerintah akan terus memberikan stimulus fiskal untuk mendukung dunia usaha, baik dalam bentuk insentif perpajakan maupun dorongan belanja. Evaluasi juga terus dilakukan agar dapat memberi dorongan pemulihan yang semakin kuat.
Menurut Sri, stimulus fiskal atau instrumen APBN membantu aktivitas ekonomi nasional menuju turning point atau pembalikan arah. Buktinya, kata dia, tingkat kontraksi kuartal III tidak sedalam kuartal II. “Ini menunjukkan proses pemulihan dari aktivitas ekonomi nasional yang menunjukkan ke arah zona positif,” tutur Sri.
Ia menambahkan, rilis BPS juga mengonfirmasi bahwa pemerintah berhasil mempercepat realisasi belanja. Pertumbuhan konsumsi pemerintah tumbuh 9,76 persen dibandingkan kuartalI yang minus 6,9 persen. “Turning point-nya melebihi 17 persen sendiri,” kata Sri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, Indonesia juga telah melewati titik terendah perlambatan ekonomi. Airlangga mengungkapkan, kinerja ekonomi memang masih minus jika dibandingkan tahun lalu.
Namun, bila dilihat secara kuartalan, ekonomi nasional mulai pulih. Kondisi ini dipercaya akan berlanjut ke kuartal IV dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi -1,6 persen hingga 0,6 persen. "Ini catatan bahwa kita melompat di kuartal III," ujar Airlangga dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Kamis (5/11).
Ia mengatakan, pemerintah akan terus mempercepat program penanganan Covid-19 dan serapan anggaran PEN yang sebesar Rp 695 triliun. "Sejak Juli-November terjadi peningkatan. Dari total anggaran Rp 695 triliun, per November ini sudah dimanfaatkan Rp 366,86 triliun," kata Airlangga.
IHSG dan rupiah menguat
Pelaku pasar menyambut positif data perekonomian Indonesia kuartal III 2020, yang menunjukkan adanya proses pemulihan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah ditutup menguat pada perdagangan Kamis (5/11). Kendati begitu, penguatan juga terjadi karena ada faktor eksternal, yaitu perkembangan pemilihan presiden AS.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat menjadi Rp 14.439 per dolar AS dibanding pada hari sebelumnya di posisi Rp 14.557 per dolar AS. Adapun nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore, ditutup menguat 185 poin atau 1,27 persen ke posisi Rp 14.380 per dolar AS jika dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya, Rp 14.565 per dolar AS.
Sementara itu, IHSG tercatat ditutup menguat 155,13 poin atau 3,04 persen ke posisi 5.260,33. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 35,02 poin atau 4,48 persen menjadi 816,16.
Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan rupiah didukung data pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020. Meski ekonomi kembali terkontraksi dan secara teknis mengalami resesi, menurut dia, perekonomian Indonesia masih menunjukkan perbaikan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai, pemerintah perlu melakukan perombakan terhadap sejumlah stimulus program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Perubahan perlu dilakukan untuk program yang dianggap belum efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Yang harus dilakukan adalah merombak stimulus PEN, yang dianggap tidak membantu sektor usaha, misalnya Kartu Prakerja, kemudian bantuan subsidi bunga, dan penempatan dana di perbankan," kata Bhima.
Ia menilai, stimulus PEN dapat dialihkan pada industri atau jasa kesehatan, perlindungan sosial, dan penguatan bantuan subsidi untuk UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Bhima menambahkan, meski pertumbuhan belanja pemerintah meningkat di atas sembilan persen terhadap PDB, porsi belanja ini dinilai masih kecil. "Artinya, serapan belanja PEN ini selain nominalnya masih kecil, harusnya masih bisa ditingkatkan lagi," kata dia.
Pengamat ekonomi Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Mohammad Faisal menilai, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III 2020 menandakan proses pemulihan masih membutuhkan waktu yang panjang. “Artinya, (kontraksi ekonomi) berpotensi terjadi lagi dalam beberapa kuartal ke depan," katanya.
Faisal mengatakan, potensi kontraksi tetap ada karena tingkat pertumbuhan pada kuartal III tidak menggembirakan. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang minus 3,49 persen masih terlalu dalam. Padahal, PSBB di berbagai daerah sudah dilonggarkan.
Ia menyarankan pemerintah untuk bisa menggerakkan konsumsi masyarakat kalangan menengah ke atas, yang dinilai masih menahan pengeluaran. Hal ini perlu dilakukan oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi kembali positif.
Pandemi Picu 2,6 Juta Pengangguran
BPS juga mencatat pandemi Covid-19 telah memicu 2,56 juta orang menjadi pengangguran. Hal itu termasuk dalam 29,12 juta penduduk usia kerja atau berusia 15 tahun dan lebih yang terdampak Covid-19. Jumlah tersebut setara dengan 14,28 persen dari total penduduk usia kerja per Agustus 2020 yang mencapai 203,97 juta orang.
Dampak ke puluhan juta orang tersebut berbeda-beda. Selain memicu pengangguran, terdapat 760 ribu orang lainnya masuk menjadi bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19. BAK karena Covid-19 merupakan penduduk usia kerja yang termasuk bukan angkatan kerja dan memiliki pengalaman berhenti bekerja karena pandemi pada periode Februari-Agustus 2020.
Sedangkan, sebanyak 1,77 juta orang lainnya sementara tidak bekerja karena pandemi. Selebihnya sebanyak 24,03 juta orang bekerja dengan pengurangan jam kerja karena Covid-19.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, perhitungan dampak pandemi Covid-19 ke ketenagakerjaan tidak bisa dihitung dari kenaikan pengangguran semata. Efeknya harus dilihat dari seberapa besar penduduk usia kerja yang masuk ke kategori BAK maupun sementara tidak bekerja karena pandemi.
"Sehingga dengan demikian kita bisa mendapatkan gambaran lengkap dampak Covid terhadap ketenagakerjaan di Indonesia," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (5/11).
BPS mencatat jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 9,77 juta orang pada Agustus 2020 atau 7,07 persen terhadap jumlah angkatan kerja. Angka tersebut naik 2,67 juta orang dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,23 persen.
BPS menyebutkan, peningkatan pengangguran terbuka paling besar terjadi di perkotaan, yakni 8,98 persen. Angka ini meningkat dibandingkan Agustus 2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar 6,44 persen dan 6,29 persen.
Sementara itu, kenaikan pengangguran di desa cenderung landai. Pada Agustus 2020, kontribusinya sebesar 4,71 persen terhadap jumlah pengangguran secara keseluruhan, naik dari 3,92 persen pada 2019 dan 3,97 persen pada 2018. "Jadi, kita lihat, pandemi dampaknya jauh lebih tajam untuk di kota," tutur Suhariyanto.
TPT tertinggi terjadi di DKI Jakarta yang sebesar 10,95 persen dan Banten yang mencapai 10,64 persen. Namun, kenaikan TPT terbesar terjadi di Bali yang semula hanya 1,57 persen pada Agustus 2019 menjadi 5,63 persen pada Agustus 2020.
Suhariyanto menuturkan, pandemi Covid-19 yang membatasi aktivitas wisata menjadi penyebab utama peningkatan TPT di Pulau Dewata karena pariwisata adalah sektor unggulan di Bali. "Kita sadari, Covid-19 menghantam keras pariwisata dan di Bali pariwisata memiliki peranan besar," katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, resesi ekonomi perlu ditangani agar tidak mengarah ke gelombang kebangkrutan massal perusahaan di dalam negeri. Penanganan diperlukan agar pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor bisa terhindarkan dan tidak menyumbang angka pengangguran serta kenaikan jumlah orang miskin baru.
Angkatan kerja baru, kata dia, semakin sulit bersaing karena lowongan kerja menurun. Sedangkan, perusahaan dalam melakukan rekrutmen akan memprioritaskan karyawan lama yang sudah berpengalaman.
Pemerintah, kata dia, bisa melakukan berbagai upaya demi mencegah resesi semakin dalam. Di antaranya dengan merombak total seluruh program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang pencairannya macet dan konsepnya bermasalah. Contohnya Kartu Prakerja, subsidi bunga, dan penempatan dana pemerintah di perbankan.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, perusahaan terus berupaya menghindari PHK karyawan seoptimal mungkin. "Pengusaha memanfaatkan segala cara untuk bertahan dan memanfaatkan semua leverage stimulus yang ditawarkan pemerintah sepanjang krisis ini," ujarnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.