Priyantono Oemar | Daan Yahya | Republika

X-Kisah

Kontes Tiga Dara dengan Hiburan Band Wanita

Tiga Dara merupakan film komedi musikal, masih hitam putih, mulai diproduksi pada 1956.

OLEH PRIYANTONO OEMAR

Tahun 1957 adalah tahun bagi film Tiga Dara, tapi tidak bagi sutradaranya, Usmar Ismail. Usmar malah malu dengan film itu karena dibikin tak sejalan dengan misi Perfini yang ia pimpin. Kok bisa? Ya bisalah.

Tiga Dara merupakan film komedi musikal, masih hitam putih, mulai diproduksi pada 1956 untuk membangkitkan Perfini. Karena itu, Tiga Dara memiliki unsur komersial, yang bukan napas Perfini sejak berdiri. Film yang dibintangi Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak ini tayang perdana di Capitol, bioskop elite di Jakarta, pada awal Agustus 1957. Kemudian diputar juga di bioskop lain di Jakarta: Varia, Texas, Rivoli, Luxor, lalu berpindah ke kota-kota lain.

Film yang terinspirasi dari film Amerika Serikat Three Smart Girls (1936) ini mendapat sambutan luar biasa. Cerita ditulis oleh Usmar Usmail dan Alwi Dahlan. Tiket yang dijual pagi hari (pukul 09.00-11.00 WIB) untuk tayang sore hingga malam hari (15.30, 18.00, 20.00 WIB) selalu habis terjual. Banyak yang tak kebagian tiket dan ada yang rela keluar kocek lebih banyak karena membeli tiket dari calo.

Pada Agustus 1960, film ini tayang juga di Nugini Belanda (Irian Jaya). Pun tayang di Malaya (Malaysia). Ini kelebihan Tiga Dara, tak perlu tambahan dua film lagi untuk bisa ditukar dengan satu film Malaya.

photo
Poster film Tiga Dara yang tayang di bioskop pada 1957 - (DOK Wikipedia)

Malaya mengeklaim film mereka lebih bagus dan harga lebih mahal. Jadi, ada kesepakatan ekspor-impor film dengan Indonesia: Indonesia perlu mengekspor tiga film sekaligus untuk dapat mengimpor satu film Malaya. Seperti dilaporkan Java Bode 6 September 1957, Tiga Dara dikirim ke Malaya dan Malaya mengirim Mega Mendung.

"Pengelola bioskop Malaysia melihat animo besar masyarakat Malaysia sehingga berani menukar Tiga Dara hanya dengan satu film Malaysia," kata Manajer Penjualan Perfini Naziruddin Naib, seperti dikutip Java Bode.

Di acara Konferensi Economic Social Survey of Asia and Far East (ECAFE) di Yogyakarta pada 30 Oktober 1957, Tiga Dara juga diputar. Di Istana, Sukarno juga menonton film ini. Film ini sukses di pasar, meraup Rp 10 juta. Perfini untung Rp 3 juta.

photo
Usmar Ismail - (DOK Wikipedia)

Pada tahun itu, masyarakat juga lagi senang kontes mirip bintang film-film Amerika. Maka, untuk Tiga Dara, Perfini juga mengadakan lomba mirip bintangnya. Pemenangnya diumumkan pada malam terakhir penayangan Tiga Dara di Bioskop Capitol, 6 September 1957. Suzanna termasuk peserta di kontes yang dimenangkan oleh trio Lola, Lyla, Leila itu.

Suzanna beruntung kemudian ikut dilibatkan dalam film Asrama Dara yang juga disutradarai Usmar Ismail pada 1958. Asrama Dara dibintangi Chitra Dewi, Aminah Cendrakasih, dan Baby Huwae.

Di Bandung, Kontes Tiga Dara diadakan pada Oktober 1957. Sebelumnya, pada Februari 1957 ada, kontes mirip bintang Hollywood di Hotel Savoy Homann yang diadakan oleh Willy Brandon, berpaspor Inggris. Sonya van der Wijk dinobatkan mirip bintang Hollywood, Susan Hayward.

Namun, karena acara dimeriahkan dengan musik rock n roll dan dansa, gelombang protes pun muncul setelah acara, termasuk dari organisasi kiri, seperti Pemuda Rakyat, CGMI, dan Lekra.

Seperti dilaporkan AID Prengerbode edisi 18 Februari 1957, demo besar terjadi pada Ahad, 17 Februari, di halaman Balai Kota Bandung. Ada massa dari 40 organisasi (Pikiran Rakjat melaporkan 48 organisasi) menyampaikan tuntutan agar Brandon diusir dari Indonesia sebagai orang asing yang tak diinginkan.

Tuntutan lainnya agar ada teguran kepada manajemen Hotel Homann. Dari halaman Balai Kota, 40 penanda tangan resolusi --wakil dari masing-masing organinasi-- pergi menghadap Gubernur Jawa Barat Sanusi di rumah dinas.

 
Aksi demo juga merembet ke Jakarta, mempersoalkan rock n roll dan dansa yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
 
 

 

Aksi demo juga merembet ke Jakarta, mempersoalkan rock n roll dan dansa yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Seperti dilaporkan Java Bode (20 Februari 1957) dan AID Preangerbode (21 Februari 1957) ada empat bioskop di Jakarta yang sedang memutar film rock n roll Don't Knock the Rock dan Rock, Rock, Rock yang segera menghentikan pemutarannya karena mendapat surat ancaman dari para demonstran.

Rencana pertunjukan rock n roll di Hotel Nirmala pada 26 Februari 1957 dibatalkan polisi. Polisi juga memanggil ketua penyelenggaranya karena panitia sudah menjual tiket sebelum acara mendapat izin dari kepolisian. Maria Ulfah Santoso, ketua panitia sensor film yang juga staf ahli di kabinet, diculik para pemuda ketika hendak ikut menyaksikan pemutaran film rock n roll untuk organisasi perempuan di Jakarta. Organisasi-organisasi perempuan ingin mempelajari materi film itu.

Di Hotel Homann juga pada Oktober 1957 digelar pula Kontes Tiga Dara dengan hiburan gamelan dan band wanita. Dengan hiburan musik tradisional klasik dan musik modern ini, panitia seperti hendak menyatakan acara bisa berlangsung meriah tanpa perlu menghadirkan musik dan tari yang berlawanan dengan adat ketimuran. Ini semacam jawaban dari kontes sebelumnya di Februari 1957 yang menampilkan dansa dan musik rock n roll yang dinilai publik tak sesuai dengan adat Timur.

Kontes Tiga Dara di Bandung diadakan oleh Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB), Persit, dan Perfini. Jika kontes di Jakarta diikuti 12 trio, di Bandung diikuti 10 trio. Film Tiga Dara mulai diputar di Bandung pada 25 September. Hingga 6 Oktober sudah meraup Rp 297.370,5.

photo
Pemeran film Tiga Dara, yakni Indriati Iskak, Chitra Dewi, dan Mieke Widjaja - (DOK Wikipedia)

Di acara malam final yang menurut laporan AID Preangerbode cukup meriah itu, yang dinilai adalah penampilan, cara berjalan, dan keseragaman dalam tindakan. Tiga mahasiswi Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) Universitas Indonesia (UI) Bandung terpilih sebagai juara pertama dengan nilai 1.197,5. Mereka adalah Betty, Runiasih, dan Henny Winter.

AID Preangerbode memuji panitia. "Kami sangat menghargai kerja keras para mahasiswa PMB, yang benar-benar bekerja keras dan membantu melakukan segala macam pekerjaan kecil yang sangat diperlukan untuk sebuah organisasi yang baik," tulis AID Preangerbode 8 Oktober 1957.

Penampilan band wanita PMB juga dipuji. "Kami ingin menyinggung satu hal unik dari dunia pelajar Indonesia yaitu band wanita PMB yang tampil di depan publik untuk pertama kalinya kemarin. Para remaja putri itu pada awalnya terlihat sedikit pemalu, mungkin sedikit demam panggung, tetapi kami yakin jika mereka tampil untuk kedua kalinya dan berlatih secara rutin, Bandung akan mempunyai band wanita populer," tulis AID Preangerbode.

"Yang mereka capai tadi malam menjanjikan banyak hal bagi musik amatir Bandung."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat