Nasional
Demokrat Minta Maaf
Demokrat mendukung pihak yang ingin mengajukan uji materi UU Ciptaker.
JAKARTA—Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) meminta maaf karena fraksi partainya di DPR tidak mampu menggagalkan pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Demokrat menegaskan tetap menolak RUU Ciptaker pada pengesahan di Sidang Paripurna DPR, Senin (5/10).
Aksi penolakan itu dilakukan dengan walkout dari ruang sidang. “Saya mohon maaf kepada masyarakat Indonesia, khususnya buruh dan pekerja, karena kami belum cukup suara untuk bisa memperjuangkan kepentingan rakyat. Insya Allah, kita terus memperjuangkan harapan rakyat,” kata AHY dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Selasa (6/10).
Ia menjelaskan, keputusan Demokrat menolak RUU Ciptaker sudah disampaikan dalam pandangan akhir mini fraksi pada pengesahan tingkat I di Rapat Kerja Badan Legislasi DPR, Sabtu (3/10). Demokrat kemudian kembali menyampaikan lagi dalam pendapat fraksi Sidang Paripurna DPR. "Sebagai penegasan atas penolakan kami tersebut, Fraksi Partai Demokrat walkout dari Sidang Paripurna DPR,” ujar AHY.
AHY menegaskan, tidak ada urgensi pengesahan UU Ciptaker. Demokrat menyarankan pemerintah fokus penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. RUU Ciptaker juga dinilainya sangat dipaksakan dan berat sebelah. Artinya, banyak pasal yang dinilai merugikan kaum buruh dan pekerja, padahal jumlah buruh dan pekerja ini sangat banyak.
"Selain itu, RUU tersebut juga berbahaya. Tampak sekali bahwa ekonomi Pancasila akan bergeser menjadi terlalu kapitalistik dan neo-liberalistik," ujar putra sulung presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini.
AHY mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berjuang bersama dengan bersuara dan tetap menegakkan nilai keadilan. “No one is left behind. Bersama kita kuat, bersatu kita bangkit. Tuhan bersama kita,” ujar AHY.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman pun mendukung pihak yang ingin menempuh judicial review atau uji materi terhadap UU Ciptaker ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Itu pasti (mendukung), itu hak masyarakat untuk judicial review. Kami menolak UU ini," ujar Benny.
Keluarnya Fraksi Partai Demokrat saat sidang paripurna pengesahan RUU Ciptaker disebut sebagai bentuk pertanggungjawaban bahwa partai berlambang bintang itu memihak kepada rakyat. "Bahwa perjuangan kami di legislasi kalah, tidak masalah. Tapi, kami sudah berbuat yang terbaik untuk rakyat kita. Itu yang kita lakukan," ujar Benny.
Selaku Ketua Umum PDemokrat, saya bersama Fraksi FPD_DPR memutuskan Partai Demokrat tetap MENOLAK RUU Cipta Kerja. Sebagai penegasan atas penolakan kami tersebut, Fraksi Partai Demokrat WALK-OUT dari Sidang Paripurna DPR RI Senin (5/10) sore ini. pic.twitter.com/k0mvpy6xvZ — Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) (AgusYudhoyono) October 5, 2020
Insiden mikrofon
Keluarnya Fraksi Demokrat saat sidang paripurna pengesahan RUU Ciptaker didahului perdebatan dengan pimpinan sidang Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin. Insiden itu terjadi saat anggota Fraksi Demokrat, Irwan Fecho, mengajukan interupsi untuk meminta penundaan pengesahan. Saat memberi argumen, Irwan disoraki anggota fraksi lainnya.
Azis pun meminta Irwan berhenti bicara karena sikap fraksi telah disampaikan. "RUU ini menghilangkan kewenangan-kewenangan kami di daerah, menghilangkan hak-hak rakyat kecil," tutur Irwan.
Pada saat yang sama, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin terlihat berbicara dengan Ketua DPR Puan Maharani yang duduk di sebelahnya.
Setelah itu, Puan terlihat mengarahkan tangan ke meja di depannya dan seketika itu juga mikrofon yang dipakai Irwan mati. Aziz menegaskan, itu sudah sesuai tata tertib yang ada. "Mik di DPR itu secara tata tertib diatur setiap lima menit orang bicara mati, ada di dalam tata tertib," ujar Azis, Selasa (6/10).
Hal itu dilakukan agar tidak terjadi penumpukan suara saat interupsi dari para anggota dewan, yang juga sudah dikoordinasikan dengan Ketua DPR Puan Maharani yang berada di sebelahnya. Ia membantah anggapan yang menyebut hal itu dilakukan untuk membungkam pendapat anggota DPR. Itu dilakukan semata-mata untuk melaksanakan tata tertib dalam rapat paripurna.
"Dalam tatib, setiap lima menit mik itu otomatis mati. Diatur di dalam tatib, disahkan di dalam paripurna tanggal 2 April 2020. Mekanisme itu disahkan bersama-sama," ujar Azis. Politikus Partai Golkar ini juga sempat beradu pendapat dengan anggota Fraksi Partai Demokrat lainnya, Benny Kabur Harman.
Pembahasan RUU yang melelahkan
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori, dengan tegas menentang pengesahan RUU Cipta Kerja. Menurut dia, pembahasan regulasi sapu jagat perlu dilakukan lebih lama, cermat, dan komprehensif.
Sebab, draf awal RUU ini setebal 1.028 halaman yang berisi 174 pasal beserta turunannya, lalu akan berdampak terhadap sekitar 74 undang-undang yang sudah ada dan diselesaikan dalam waktu satu tahun. “Mereka bekerja tanpa jeda, pembahasan berlangsung hampir seharian penuh. Bahkan, di hari Jumat sampai Ahad, mereka tetap bekerja untuk segera merampungkan RUU tersebut,” ujar Bukhori, Selasa (6/10).
Pembahasan yang terkesan dikebut itu juga berdampak terhadap para tenaga ahli (TA) DPR, yaitu dalam hal terbatasnya waktu yang memadai untuk menyusun RUU Ciptaker secara baik dan optimal. "Sehingga membuka ruang bagi potensi terjadinya misleading dan dismiss dari sejumlah kesepakatan formulasi pasal per pasal yang diperoleh dari kesepakatan panja (panitia kerja)," ujar Bukhori.
Alhasil, regulasi ini berpotensi menimbulkan malapraktik di kemudian hari ketika diimplementasikan. Dampak dari tuntutan waktu yang sangat singkat ini. Bukhori mengakui, pembahasan RUU ini tidak memberikan ruang memadai bagi fraksi-fraksi lain untuk mengkaji secara cermat terhadap setiap detail pasal yang ada dalam RUU.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, bahkan menilai RUU ini cacat prosedur selama pembahasannya di tingkat panitia kerja (panja). Menurut dia, pembahasan hal krusial dalam RUU Ciptaker kurang transparan dan akuntabel. Pembahasan RUU Cipta Kerja seharusnya melibatkan lebih banyak pemangku kebijakan, dibahas secara terperinci, teliti, komprehensif, dan tidak terburu-buru.
"Ini penting agar produk yang dihasilkan dari RUU Ciptaker tidak berat sebelah, berkeadilan sosial, serta mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang sebenarnya," ujar Hinca.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menduga RUU ini cepat selesai karena merupakan pesanan dari sejumlah pihak. "Ini kerja yang tampaknya bisa terlihat superkilat karena atas nama pesanan tertentu," ujar Lucius kepada Republika, Ahad (4/10) lalu.
Pihak pemesan untuk saat ini, kata Lucius, bukanlah rakyat atau buruh. Menurut dia, kerja cepat berdasarkan pesanan itu terbukti dari Baleg yang rela menggelar rapat pengambilan keputusan tingkat I pada Sabtu (3/10) malam. Hal itu belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Bahkan, untuk mengesahkan RUU di tingkat Baleg, mereka memanfaatkan malam nan romantis bagi para remaja, yakni malam minggu," ujar Lucius.
Ketua DPR Puan Maharani mengimbau pihak yang tak terima UU Ciptaker untuk menempuh mekanisme yang sesuai. "Apabila undang-undang ini masih dirasakan oleh sebagian masyarakat belum sempurna, maka sebagai negara hukum terbuka ruang untuk dapat menyempurnakan undang-undang tersebut melalui mekanisme yang sesuai," ujar Puan saat berpidato dalam Rapat Paripurna, Senin (5/10).
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.