Opini
Strategi Bank Syariah
Upaya strategis harus segera dilakukan dengan menghadirkan bank syariah 4.0.
BAMBANG RIANTO RUSTAM, Doktor Ilmu Ekonomi Keuangan Syariah Universitas Trisakti
Perbankan syariah di Indonesia telah dikembangkan hampir tiga dekade dan menunjukkan perkembangan menggembirakan.
Perkembangan aset perbankan syariah setahun terakhir dengan datangnya pandemi korona, tumbuh 9 persen.
Namun, bila kita lihat setahun terakhir dari posisi akhir tahun Desember 2019 sampai akhir Juni 2020, menunjukkan selama satu semester terakhir pertumbuhan perbankan syariah hanya 1,34 persen.
Tentu, ini perlu disikapi perbankan syariah dengan mengubah strategi yang lebih link dan match serta up to date dengan era digitalisasi saat ini.
Beberapa model bisnis dan pekerjaan di Indonesia telah terkena dampak dari arus digitalisasi revolusi industri 4.0, termasuk di industri perbankan.
Sudah masanya bank syariah bersiap menghadapi era 4.0, yang ditandai hadirnya cloud computing dan big data, yang ternyata memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia dan sangat dibutuhkan bisnis bank pada era pandemi saat ini.
Beberapa model bisnis dan pekerjaan di Indonesia telah terkena dampak dari arus digitalisasi revolusi industri 4.0, termasuk di industri perbankan. Fakta menunjukkan, revolusi industri ternyata juga memberikan pengaruh pada bisnis perbankan di Indonesia.
Pada era bank 1.0, perbankan tradisional yang bersejarah hadir dan berfokus pada kantor sebagai titik utama melayani nasabah. Bank 2.0 ditandai munculnya perbankan swalayan, dengan dihadirkannya layanan perbankan di luar jam kerja kantor.
Misalnya, mesin ATM dan diakselerasi pada 1995 dengan hadirnya internet banking. Bank 3.0 dimulai dari munculnya ponsel pintar pada 2007. Maka layanan bank kapan saja dan di mana saja melalui ponsel pintar bisa diakses nasabah.
Kemudian diakselerasi oleh pembayaran melalui ponsel, peer to peer (P2P), dan penantang perbankan yang tidak lagi membutuhkan channel apa pun, cukup ponsel pintar. Bank 4.0 dimulai tahun 2017. Layanan perbankan masa ini melekat dengan nasabah.
Layanan perbankan bisa diakses real time lewat beragam teknologi. Nasabah mengakses layanan berbeda, layanan nirfriksi, dan mengandalkan kecerdasan buatan. Layanan lewat omnichannel tanpa kantor fisik.
Belajar dari Kenya
Melihat bagaimana kira-kira bank 4.0 bakal beroperasi di Indonesia pada masa depan, kita bisa belajar dari Kenya. Di sana, kini orang bisa membayar transaksi belanja via layar ponsel. Bahkan, bisa mentransfer uang melalui jaringan internet di 190 negara dunia.
Saat ini, di Kenya, kompetitor yang mengalahkan perbankan bernama M Pesa, yang memiliki pelanggan 22 juta dari 26 juta pemakai mobile. M Pesa sudah diakses seluruh populasi di Kenya. Layanan M Pesa mentransmisikan 40 persen PDB negara Kenya.
Distributor M Pesa saat ini adalah 200 ribu agen. Mereka adalah kawula biasa, detak jantung utama uang masuk dan keluar di sistem uang digital. Sebanyak 60-70 persen transaksi barang dilakukan dengan M Pesa.
Bank syariah 4.0 perlu promosi dan edukasi sehingga mampu mengubah sikap dan paradigma nasabah dan calon nasabah floating mass menjadi lebih baik terhadap produk-produk keuangan syariah.
Bank komersial di Kenya sejak 2008 juga telah pula membuat layanan perbankan via ponsel dan bekerja sama dengan M Pesa untuk menggarap bisnis yang ada dan menunjukkan perkembangan yang baik.
Dari Kenya, banyak pelajaran yang harus diambil bank syariah di Indonesia untuk diterapkan karena pada era digital nanti, utilitas dan efisiensi serta kepuasan nasabah adalah raja. Ini tak bisa lagi ditunda.
Karena berdasarkan pengamatan penulis, pada 2020 ini dapat dikatakan, kesiapan bank syariah di Indonesia sedikit terlambat dalam mengimplementasikan bank syariah 4.0.
Ini dapat terlihat dari market share bank syariah sampai Agustus 2020 masih 6 persen. Padahal, penduduk Muslim Indonesia terbesar di dunia, jadi ada potensi 230 juta penduduk Muslim, tapi pangsa pasar masih perlu didukung kerja keras stake holder-nya.
Upaya strategis harus segera dilakukan dengan menghadirkan bank syariah 4.0. Bank syariah harus mampu menghadirkan nilai lebih baik yang pada akhirnya, dapat mengubah konsumen menggunakan produk dan jasa perbankan syariah.
Bank syariah 4.0 perlu promosi dan edukasi sehingga mampu mengubah sikap dan paradigma nasabah dan calon nasabah floating mass menjadi lebih baik terhadap produk-produk keuangan syariah.
Bank syariah harus dapat menyediakan layanan real time melalui keunggulan teknologi, pengalaman kontekstual dan keterlibatan tanpa sentuhan, serta serangkaian aktivitas lain berbasis kecerdasan buatan (AI).
Untuk itu, bankir syariah masa depan adalah teknologi yang memungkinkan pengalaman perbankan pelanggan dengan menggunakan lanskap digital.
Pengamatan penulis, kendala permodalan dan tingginya investasi teknologi menjadi hambatan utama menghadirkan bank syariah 4.0 di Indonesia saat ini. Namun, mau tidak mau, ini urgen untuk meningkatkan pangsa pasar.
Bank syariah Indonesia harus mampu melahirkan kemampuan mengakses utilitas perbankan di mana dan kapan pun nasabah membutuhkan solusi real time.
Bank syariah Indonesia harus dapat meyakinkan nasabah, apakah telah melekat dengan dunia pelanggan atau belum. Bank syariah harus segera mengadaptasi dunia yang terkoneksi, membebaskan dari hambatan atau menjadi korban dari perubahan ini.
Untuk itu, bankir syariah masa depan adalah teknologi yang memungkinkan pengalaman perbankan pelanggan dengan menggunakan lanskap digital.
Dengan demikian, tidak saja layanan perbankan konvensional, tetapi perbankan syariah pun harus mulai bersiap dan bergeser ke layanan digital banking untuk memenangkan persaingan. Mulai dari sekarang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.