Internasional
Militer Myanmar Akui Kemungkinan Pelanggaran di Rakhine
Namun, militer Myanmar membantah telah melakukan genosida sebagaimana disebut PBB.
NAYPYIDAW -- Untuk pertama kalinya militer Myanmar mengakui kemungkinan ada pola pelanggaran yang lebih luas sebelum dan selama penumpasan 2017 di Negara Bagian Rakhine, Selasa (15/9). Meski begitu, militer tetap membantah peristiwa tersebut adalah genosida terhadap Muslim Rohingya seperti yang diutarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
"Dugaan keras terkait desa-desa di kawasan Maungdaw termasuk dalam lingkup penyelidikan yang lebih luas," demikian pernyataan militer, mengacu pada Distrik Maungdaw yang ada di dekat perbatasan dengan Bangladesh.
Distrik tersebut menjadi fokus operasi militer yang digelar militer Myanmar pada 2017. Lebih dari 730 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh tahun itu ketika pengerahan pasukan keamanan besar-besaran. Menurut para pengungsi, peristiwa itu disertai pembunuhan massal, pemerkosaan berkelompok, dan pembakaran.
Militer mengeklaim, mereka melakukan operasi yang sah terhadap milisi Rohingya. Meski begitu, militer juga mengaku telah mengadili beberapa pasukan atas insiden di desa-desa tertentu. Hanya saja, klaim tersebut tidak dibarengi dengan keterangan terperinci tentang pelaku, kejahatan yang diperbuat, dan hukuman yang diberikan.
Kali ini, militer Myanmar untuk pertama kalinya mengakui kemungkinan pola pelanggaran yang lebih luas terhadap warga wilayah tersebut. Kantor Jaksa Agung yang dibentuk militer Myanmar telah meninjau laporan dari komisi yang didukung pemerintah soal tuduhan bahwa tentara melakukan kejahatan perang dan telah memperluas cakupan penyelidikan sebagai tanggapan terbaru.
Pengumuman ini juga menyusul laporan pekan lalu bahwa dua tentara Myanmar telah dibawa ke Den Haag untuk dihadirkan sebagai saksi atau diadili. Pemanggilan mereka dilakukan setelah mengaku ikut membunuh puluhan warga desa di Rakhine dan menguburkan mereka di kuburan massal.
Kejahatan perang
Pada Senin (14/9), Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet menyoroti insiden baru-baru ini di Rakhine dan negara bagian tetangga, Chin. Insiden tersebut dinilainya bisa masuk kategori "kejahatan perang".
Kekerasan di wilayah tersebut membuat korban sipil jatuh dan jumlahnya kian meningkat. Bachelet menyebut ada sejumlah kasus orang hilang serta pembunuhan sewenang-wenang.
"Dalam sejumlah kasus, mereka sepertinya dibidik atau diserang secara acak, yang mengindikasi lebih lanjut sebagai kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Bachelet di hadapan Dewan HAM PBB di Jenewa.
Menurut dia, citra satelit dan kesaksian dari saksi mata menunjukkan bahwa kawasan Rakhine utara telah dibakar dalam beberapa bulan terakhir. Ia juga menyerukan ada investigasi independen.
Sedangkan, Duta Besar Myanmar untuk PBB di Jenewa Kyaw Moe Tun menyebut dugaan tersebut tidak akurat. "Sungguh tidak bisa diterima bahwa dugaan yang tidak didukung fakta dan tidak dibenarkan bisa masuk dalam laporan PBB," ujarnya. Ia menambahkan, situasi di Rakhine "rumit, ditambah akar historis yang dalam dan tidak mudah untuk dipahami".
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.